BAB - 46: Strike Three

50 3 0
                                    

Oke, ini kesempatan gue.

Saat semua orang sedang teralih ke Satya, kaki Sarah berjalan mundur dengan pisau serbaguna yang digenggamnya. Di belakang Satya terdapat tiga premannya Terry yang masih waspada, dan itu menguntungkan di mana posisinya persis depan pintu masuk villa keluarga Mahendra. Pancingan Satya bikin pria-pria berbadan besar yang tak jauh dari posisinya langsung maju dan melupakan Sarah.

Maka perempuan itu mengendap-endap, badannya sedikit membungkuk agar tak terlihat. Begitu sudah dekat dengan pintu masuk, Sarah memposisikan diri di belakang mereka lalu memukul tengkuknya pakai tongkat kayu terdekat satu persatu sampai tumbang.

Sarah bisa lolos ke dalam, kemudian kembali turun ke rubanah. Di situ masih ada bekas kursi reyot dan tali tempat mereka diikat.

Tangan Sarah meraih ponsel lalu menghubungi Aziz pakai telepon pulsa, dan untungnya dijawab. "Eh buset dah, kenapa harus pakai telepon pulsa sih?" protesnya.

"Belum isi kuota, Ziz. Cepetan waktu kita nggak banyak." Sarah menjawab sambil melirik ke cctv yang terpasang di belakangnya. Senyum miringnya terkembang karena Aziz berhasil mengakses benda laknat itu.

"Sudah gue kontrol tuh kamera, cepetan ke komputer dan melakukan perlawanan terakhir. Pastikan telepon lo dalam mode loudspeaker."

Perlawanan terakhir yang dimaksud adalah mengambil semua bukti kejahatan Terry terkait pencemaran nama baik Grup Anggara kemudian dihancurkan. Aziz yang masih berada di panggilan membantu Sarah bila akses ke file membutuhkan kata sandi sulit, dan benar saja ini semua rekayasa apalagi terkait laporan keuangan korupsinya Anton Anggara dan drama Sintia serta Papa Satya. Sarah langsung membuka flashdisk untuk menyalin semuanya (karena Vika tidak berhasil waktu itu, dan sisanya persis yang di foto). Ketika selesai ia langsung memformatnya permanen. Tidak hanya satu komputer melainkan dua komputer. Aziz bilang bahwa flashdisk yang ia kasih ke Sarah ada virusnya, jadi bisa langsung menghancurkan komputer dan servernya dari dalam.

"Ayo cepet beralih ke kertas," perintah Aziz dari panggilan. Matanya berputar dari kamera basement ke kamera rumah atas, "Penjaganya Terry sudah mau ke sini."

Sarah mengangkat empat bendel dokumen ke mesin penghancur kertas, dan wajahnya berubah pias. "Anjir Ziz, ini mesin hanya bisa lakuin satu kertas doang."

"Masukin per dua kertas. Ayo cepet waktumu tinggal tiga menit."

"Iya iya astaga," jawab Sarah sebal.

Sarah melakukan apa yang diperintah Aziz, ternyata benar. Mesin itu bisa menghancurkan per dua kertas karena kapasitasnya besar. Sedikit demi sedikit tumpukan remah-remah kertas di bagian keranjang sampah makin banyak diiringi oleh suara sol sepatu besar dan teriakan orang-orang. Bibir Sarah menggumam doa agar tidak ketahuan sambil memasukkan kertas-kertas jahat itu.

Dua kertas terakhir sudah masuk.

"Yes," teriak Sarah kegirangan yang langsung menutup mulutnya. Bersamaan dengan bunyi kenop pintu berputar.

Sarah tidak sempat membuang remahan kertas itu dan langsung sembunyi di kolong meja dan menutup mulutnya pakai tangan serapat mungkin.

"Sialan tuh ceweknya Satya, dia lebih lincah daripada kita."

"Kemana sih tuh orang? Masa cari pertolongan ke warga. Mereka aja nggak tahu tempat ini."

Telinga Sarah menangkap bahwa ketukan sol sepatu itu makin dekat.

"Ah sudahlah dia nggak di sini, yuk cari lagi."

Saat kenop pintu tertutup sempurna, Sarah mengambil napas sebanyak-banyaknya. Ia merangkak keluar dari kolong meja lalu berdiri.

Reputasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang