MEI 2023, Lima Hari Sebelum Wisuda S3 Obi.
"Lo nggak capek apa, nyusahin gue terus? Apa jangan-jangan lo beneran cinta sama gue yang kayak dibilang anak-anak?"
Kalimat yang bikin Satya hampir rem mendadak saat memarkirkan mobil di halaman parkir bandara. Dia memang minta diantar pakai mobilnya Sarah soalnya mobil Satya sendiri belum sempat ganti oli. Satya tidak menyangka bahwa ini adalah waktunya, sampai sinar merah dari batunya memantulkan pada kaca depan mobil Jazz Sarah.
"Nggak capek tuh," jawab Satya sambil melepas sabuk pengaman. "Kalau memang lo capek, kenapa nggak dari awal nolak permintaan gue sih, Sar?"
Bagian ini Sarah tidak bisa menjawab, Satya benar. Harusnya dari tawaran mereka satu tahun lalu soal kejadian itu bisa langsung menghindar, bukannya mengiyakan. Ia memaki dirinya sendiri dengan kata-kata bodoh dan tolol. Serta situasi makin tolol saat mulut Sarah tanpa perintah mengucap.
"Kalau perasaan cinta gue ke lo masih belum padam, menurut lo gimana, Sat?"
Satya bengong, mulutnya sampai terbuka sedikit. "Lo ... lo ...."
Pipi Sarah memerah, kadung malu. Jadi dia langsung berbalik dan mau buka pintu. Namun, Satya berhasil menahan lengan Sarah, menariknya sehingga perempuan itu berbalik dan jarak mereka terkikis. Keduanya merasakan deru napas dan ujung hidung yang saling bersentuhan. Di ingatan Sarah momen ini kembali ke masa mereka terhimpit di kamar mandi sekolah sebelum bercumbu.
"Perasaan gue sama kayak lo sih, Sar," bisik Satya, "Gue yang sudah sebenci gini sama lo, ujung-ujungnya lihat lo lagi ternyata perasaan lama ini belum padam."
Tangan Sarah mengelus leher lalu berpindah ke rahang Satya yang lagi mulus karena baru saja cukuran. "Untuk kali ini, kita kayak gini dulu aja nggak apakah, Sat? Gue tahu lo masih mau bebas berkencan dengan cewek mana pun. Begitu juga dengan gue yang mau fokus ke karier desainer yang baru aja balik sama kencan dengan banyak pria lain."
"Lo mau tahu satu hal nggak?" Tangan Satya mengusir sedikit anak rambut Sarah ke belakang telinga.
Mata perempuan itu berkilat penasaran.
"Gue memang masih dekat dengan beberapa perempuan, tapi entah kenapa semuanya hambar banget."
Sarah mendorong badan Satya menjauh. "Ya elah gombal lagi, males gue kalau gini."
"Eh enggak ini beneran, suer." Satya mengangkat dua jari untuk meyakinkan Sarah. Ia urung berbicara lagi karena menerima telepon teriakan dari Tio menanyakan posisinya di mana.
"Buruan turun." Sarah sudah buka pintu mobil. "Kasihan Mas Tio, Mbak Nira, sama Rana nungguin lama. Lo sih, pake gombalin gue segala, lama, kan, jadinya."
"Sar–"
"Bodo amat, gue nggak mau denger." Sarah menutup telinga, tidak ingin dengar gombalan nggak mutu Satya berikutnya.
"Ya sudah, pulang dari New York gue buktiin," seru Satya, napasnya tak beraturan karena lari kejar Sarah sambil geret koper ukuran dua puluh empat incinya itu.
Satya ikut turun dari mobil Sarah lalu menurunkan koper kecil lalu mengekori Sarah ke pelataran terminal 3 bandara Soetta. Benar saja di dekat pintu masuk sudah ada Rana yang berdiri, Tio dan Nira yang duduk. Mas Danar yang bawa empat botol air mineral baru saja duduk di samping Nira.
"Ih Mas Satya lama banget, cipokan ya sama Sarah." Perkataan asal bunyi Rana dapat peloton dari tiga orang yang duduk.
Tio menatap Satya dan Sarah dengan tawa geli.
Nira berdiri lebih dulu. "Ayo cepetan masuk, nanti di imigrasi lama lho." Perempuan itu berpamitan dengan Mas Danar yang berakhir dengan pelukan erat dan bakal berkabar setiap transit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputasi | ✓
Mystery / Thriller[SERI PANDORA #3] (21+) Cover by: shadriella. Satya Narayan Anggara (28), adalah cowok humoris, ganteng, gampang bergaul, dan digadang-gadang menjadi penerus Grup Anggara. Sebelum itu, Satya bekerja sebagai supervisor divisi pemasaran untuk jenjan...