PROLOG

1K 61 80
                                    


Di sebuah rumah kumuh, Jakarta, 23:00 WIB

Satya membuka matanya perlahan-lahan. Bias cahaya yang menyambut pandangannya saat ini adalah lampu gantung yang terletak tepat diatasnya. Lelaki itu merasakan tangannya tidak bisa digerakkan. Dia menggoyangkannya sebisa mungkin, hasilnya nihil. Matanya yang terbuka sempurna mulai melirik ke sebelah kiri, ternyata kedua tangannya terikat dibelakang.

"Pantesan tangan gue nggak bisa gerak gini," gumamnya pelan.

Kaki Satya bergerak kesana kemari, merasakan tekstur lantai yang kasar tanpa ubin. Pandangannya menganalisa sekitarnya, terdapat banyak kayu dan tongkat besi disekelilingnya. Satya melihat kemeja coklat mudanya yang sekarang lusuh.

"Ugh, baju gue ya ampun alamat cuci lagi nih," keluhnya. Suaranya menimbulkan gema pelan.

Pergerakan Satya menimbulkan gesekan lain dibelakangnya. Ini kulit manusia, berarti ada satu orang lagi yang terjebak di ruangan busuk ini.

"Ugh ... bisa nggak sih Lo nggak ngeluh ... gue lagi bersenang-senang di alam mimpi tadi." Ternyata itu suara perempuan. Satya mengerutkan dahi, sepertinya dia mengenal suara ini.

"Sarah." Satya memanggil sekaligus meyakinkan prediksinya. Dia tidak bisa elihat langsung lawan bicaranya karena posisi mereka saling membelakangi.

"Iya, ini gue," jawab Sarah. Wanita itu rupanya juga mengenal suara pria dibaliknya. "Kenapa sih gua kejebak sama Lo disini? Bosen gue," tanyanya kesal sambil menggoyangkan tangannya, "Mending deh sama pangeran tampan dari pada sama playboy cap kardus macam Lo."

"Heh playboy gini gue nggak banyak drama kali kayak Lo." Satya tidak terima, "Ugh, kapan sih bisa lepasnya dari sini? Tangan gue kesemutan ini," gerutu Satya.

"Biarin, mendingan drama dah dari pada Lu. Nyakitin hati cewek melulu, nggak sadar apa?"

"Eh yang penting gua kagak ambil keuntungan dari wanita-wanita yang gua kencani selama ini ya, Sar. Nggak kayak Lo, suka manfaatin situasi dari Om-Om kaya yang Lo pacarin selama ini."

Sarah makin kesal ketika tangan Satya makin menggeliat kasar, "Eh, gini-gini gue masih rasional, Sat. Kagak emosian kayak Lu, yang langsung cari pelaku berita nggak penting lo itu. Ih ... bisa kagak sih sabar dikit? Lu bikin kulit indah gue jadi kotor."

"Masa bodo, yang penting gue bisa bebas dari sini."

Jemari Sarah yang bebas makin sulit untuk meraih pisaunya akibat pergerakan Satya. "Lu bisa nggak sih? Nggak nyusahin gua, sehari aja Sat. Capek nih nggak bisa ambil pisau serbaguna dibalik punggung."

"Biarin, sengaja, habisnya Lu ngatain gua duluan," sahut Satya kesal.

Sarah mengerang, masa bodoh sama Satya. Tangannya mengayun seperti penari bergerak maju, rasa sakit dan kebas menjalar. Wanita berambut panjang sepundak itu tetap meraih pisaunya. Pisau itu mulai terasa di genggaman tangannya, Sarah menarik perlahan. Tepat ketika pisau itu berhasil dikeluarkan sepenuhnya, pintu rumah terbuka.

"Sudah bangun rupanya?" ujar sosok berotot besar yang menggunakan tanktop hitam, memperlihatkan tato di lengannya yang bermotif aneh. Pandangannya meremehkan.

"Ssst ...," Sarah memberi kode gerakan gelitikan, membuat Satya paham.

"Eh algojo, Lu ngapain sih bawa kita berdua kemari?" tanya Satya penasaran, "Iya, gue tau gue anak orang kaya dan ganteng meskipun kagak dianggap. Tapi ya, percuma juga nyulik gue sama si ratu drama satu ini. Kagak penting." Satya tertawa, hampir saja gerakan pisaunya terhenti.

"Bos gua sih yang minta," jawab pria itu. Dia berjalan menuju tempat Satya, membuat Sarah mempercepat gerakan memotong talinya. Langkahnya berhenti tepat di Satya dan mempersempit jarak diantara mereka,

Satya dapat merasakan bau nasi goreng ikan asin dari mulutnya. "Gile, Bos, beli dimana nasi gorengnya? Mau dong," Satya sudah membayangkan kelezatan nasi goreng ikan asin dihadapannya.

"Alamak," Pria itu memutar bola mata, "Kau ini banyak alasan aja, mau ku dor?" Ia mengeluarkan senjata dan menempelkan di pelipis Satya. Membuat lelaki itu diam seribu bahasa.

Satya merasakan tangannya mengendur. Sarah sepertinya sudah terbebas dari ikatannya. Tak lama, ikatan Satya terlepas sempurna, tetapi lelaki itu belum mengubah posisi tangannya. "Yah, jangan didor dong. Aku masih mau hidup, belum menyukseskan diri sendiri nih." Satya memasang wajah sok melasnya.

Karena merasa kasihan, pria itu mengendurkan todongan pistol dari pelipis Satya. Sarah menggunakan kesempatan itu untuk memukul pria itu dengan kursi. Dia berdiri dan mengangkat kursinya.

BUGH!

Si pria pingsan, dan Sarah mengambil pistol pria itu lalu menaruhnya dibalik punggungnya.

"Buat apaan sih?"

"Nggak usah banyak tanya, ayo cepetan lari!" perintah Sarah. Kali ini entah mengapa Satya menurut saja, sepertinya lelaki itu terlalu lelah.

Ketika mereka berdua berhasil keluar dari rumah kumuh itu, ternyata sudah ada yang menunggu. Satya dan Sarah terkejut bukan main dengan sosok tersebut, kemudian menyambut mereka berdua dengan senyum dingin.

"Mau kemana kalian, ha?"

Bersambung

•••

A/N:
Santai Bos, masih perkenalan.
700++ words!!
Happy Reading!!

Reputasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang