BAB - 4: Pesta (1)

293 17 60
                                    

Punya privilese tidak selamanya buruk.

Satya masih bisa dapat akses ke berbagai acara peluncuran mau pun pesta berbagai macam model dengan santai. Cukup dengan sebut nama belakang, bouncer atau penerima undangan langsung memperbolehkannya masuk, meskipun tidak diundang. Biasanya dia masuk dengan perempuan yang available atau lady escort dengan tarif semalam.

Untuk kali ini, Satya akan terus mengucapkan terima kasih pada Papinya.

Namun, karena kali ini tidak ada gandengan sama sekali dan tarif escort makin naik saja, Satya kelimpungan. Sudah seminggu terlewat dari pertemuannya dengan Bu Ita, dan dia masih belum memutuskan. Padahal pestanya dua hari lagi, dan tiket masuk ke acara pembukaan Jakarta Fashion Week sudah ia pegang. Sedangkan tiket after party-nya sudah dikasih Aziz waktu di angkringan.

Siapa yang ia ajak kali ini?

Nira, tentu saja tidak mau. Jangankan pesta seperti ini, pesta kondangan aja dia ngeluh pusing terus kalau nggak dicegat koleganya buat ngajak berbicara.

Obi, Jangan harap. Anak itu pintar sekali menghindar dengan alasan mempersiapkan segala hal berbau politiknya. Lagi pula, dia masih di New York.

Tio, bisa saja sih. Tetapi harapan Satya pupus saat tahu Tio minggu ini mau pulang ke Surabaya. Katanya kangen dengan keluarga dan si Kembar minta dia untuk uji rasa menu baru rotinya. Tentu saja roti-roti buatan Winna – salah satu adik kembarnya Tio yang manis dan menggemaskan – sangat lezat sampai-sampai ia rela promosi tanpa bayar. Toko roti itu otomatis laris manis, dan Winna sampai kewalahan melayani pelanggannya yang terus datang silih berganti. Sayang sekali Satya tidak bisa mendekatinya karena sudah pasti dapat pelototan sang Kakak.

"Nggak sudi Adek gue deket sama predator kayak lo." Kalimat ketus Tio sontak menimbulkan tawa dari Nira sama Obi di suatu musim semi tahun 2021 saat sedang menunggu pesanan kebab.

"Gue, kan, bercanda," balas Satya. Matanya berubah jadi kerlingan menggoda, "Tapi asyik juga lihat muka galak lo. Biasanya mah penuh kelembutan dan cinta."

Tawa Nira dan Obi makin kencang sampai menarik perhatian pengunjung lain yang antre beli kebab di food truck.

"Gue nggak mau tahu, mau beneran kek apa enggak gue paling nggak ridho Winna lo kecengin. Kalau kejadian, gue kasih nih." Ancaman Tio tidak main-main bersamaan dengan kepalan tangan di udara.

Senyum Satya mengembang saat kembali mengenang memori tersebut.

"Nglamun aja lo." Sebuah kertas tergebrak di meja kubikel Satya bagian samping sampai terangkat sedikit. "Gue panggil nggak jawab mulu, sebel."

Satya memiringkan kepala ke kiri dan kanan lalu bertopang dagu pada Vika yang menatapnya datar dan bibir terangkat sedikit ke atas. "Nggak usah sebel sama gue gitu lah Vik. Sorry tadi gue ngelamun, buat refreshing otak."

"Nglamun kok keseringan," tukas Vika sebal. Kemudian jarinya menunjuk pada lima bendel dokumen yang tadi dipergunakan sebagai alat gebrak. "Ini laporan yang lo minta, sudah ada versi digital di email lo buat backup. Gue tahu lo anaknya nggak betahan kerja ngadep komputer. Sudah ah, gue mau ke toilet. Panggil gue kalau butuh apa-apa."

"Thank you Vik." Satya melambaikan tangan yang hanya dibalas dengan punggung seksi rekan kerjanya tersebut.

Baiklah, saatnya kembali bekerja. Ide pemasaran berikutnya diusahakan selesai hari ini biar besoknya bisa presentasi. Tidak boleh ada raut tidak puas atasan seperti minggu kemarin.

Dengan kopi tumbler hasil diskon di kedai kopi lantai bawah sebagai teman kerjanya di pukul setengah tiga sore, mata Satya satu persatu menelusuri dokumen tersebut. Ide-ide yang dilontarkan anak buahnya terkait penjualan semuanya hanya dapat nilai baik, bukan bikin Satya tergugah ingin beli. Namun, pada dokumen terakhir, mata Satya tampak tertarik, yaitu usul untuk mengadakan lomba bikin kemasan baru Mie Gara yang rasa pedas dan kari ayam, tentu saja dengan syarat bukti struk pembayaran di minimarket terdekat.

Reputasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang