BAB - 6: Amarah Tertahan

160 8 11
                                    

Wajah semringah Satya hari ini terpasang sempurna. Walau beberapa minggu kemarin dia ditimpa cobaan, tetapi menganggapnya seperti dengungan lalat cukup ampuh. Caranya adalah Satya pakai trik sembunyi alias tidak muncul di media sosial mau pun acara-acara pesta yang diadakan teman-teman sosialitanya. Cukup berhasil karena media gossip dan Lambe Tempe meredamnya dengan kasus politik perusahaan Grup Mahendra yaitu perebutan saham mayoritas.

Ternyata Terry itu dari keluarga Mahendra, ya pantas saja itu cewek familiar betul, batin Satya.

Hal kedua yang jadi sumber kebahagiaannya hari ini adalah presentasi proposal ide penjualan Mie Gara versi timnya disetujui oleh atasan. Bila tidak ada halangan dari direktur pemasaran, maka satu hingga dua minggu ke depan langsung eksekusi. Belum lagi dalam beberapa minggu ini, Nira sudah menemukan siapa pelaku sabotase alat-alat Dari tadi puja pujian dari rekan kerjanya terus mengalir ke telinga Satya. Dia sendiri hanya jawab terima kasih dan sesopan mungkin, padahal batinnya menguarkan senyum meremehkan.

Dasar manusia munafik dan penjilat. Ke mana aja kalian semua selama ini? Baru gue berprestasi gini aja pada lirik. Coba kalau enggak, beuh.

"Kita rayain di mana ini teman-teman? Jangan di Pasific Place melulu, bosan," seru salah satu teman mereka yang berambut klimis kebanyakan pomade dan punya sedikit buncit di perut. Satya menahan napas karena mulutnya belum dibasahi air mineral yang ia prediksi satu jam lalu.

Teman-teman dan bawahannya saling mengeluarkan ide tempat makan, Namun ditolak dengan berbagai alasan seperti kejauhan, takut dimarahin manajer, sampai ancaman potong gaji jika terlambat. Satya juga mengeluarkan ide tempat makan, tapi ditolak juga karena terlalu mahal. Iya, pria nyentrik dan narsis itu menyarankan restoran jepang yang pakai model sekat alias ruangan privat. Muka-muka nyinyir mereka kentara sekali.

Satya tidak ambil pusing.

Mendadak semua temannya terdiam ketika Satya menyalakan komputer di kubikel. Ada gerangan apa?

Vika berdiri di antara kerumunan, terlihat seperti ratu di antara warga-warganya. Lihat saja teman-teman prianya yang sudah netes air liur akibat memandangi dada dan pinggangnya yang montok tapi seksi tersebut. Satya juga tidak kalah berdiri dengan menumpukan tangannya pada dinding kubikelnya, kapan lagi bisa lihat Vika yang seksi jika pakai melipat lengan kemeja putihnya hingga siku.

"Lo tumben cuek abis soal pilih makan?" Vika tiba-tiba mengajaknya ngobrol.

Satya bertopang dagu. "Emang salah gitu, gue nggak mood atau cuek. Ya kayak lo gitu."

"Sebenarnya, ya, gue pengen makan yang agak jauh dari kantor." Vika kemudian membisikkan tempat makan, tepat pada telinga Satya yang bikin pria itu tersenyum miring.

"Pilihan lo boleh juga." Satya langsung kembali menguasai ruangan untuk mengumumkan pilihan perayaan. Hasilnya bikin mereka manggut-manggut setuju.

***

Pepatah tak kenal maka tak sayang sepertinya berlaku pada Satya ke Vika. Perbedaannya adalah butuh satu hingga dua tahun – paling lama – agar Vika sendiri yang buka diri. Herannya Vika yang biasanya malas bergabung setiap perayaan kantor, kali ini bergabung. Rekan-rekan sekantornya juga bereaksi sama.

Mereka merayakannya tidak di restoran mewah, dan agak jauh dari kantor. Nama restorannya adalah Nusantara Herritage, terletak di Daan Mogot, Jakarta Barat. Vika pilih restoran ini karena menunya beragam dari seluruh nusantara dan penyajiannya otentik. Dia sampai senang ketika paket masakan padangnya pelanggan disuruh makan pakai tangan serta bayarnya pakai hitung piring seperti restoran padang pada umumnya. Sendok disediakan bila pelanggan sendiri yang minta.

Reputasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang