Satu jam kemudian, suara desing itu sudah tak terdengar. Satya yang pertama kali mengangkat kepala lalu diikuti Sarah yang ternyata tiduran di dada Satya dengan tangan yang melingkar di pinggang pria itu dari samping. Mereka berdua mengisi mengetes telinga dengan cara beri napas ke tangan dengan posisi kepal lalu lepaskan ke lubang secara bergantian.
"Sudah selesai beneran nggak sih?" tanya Sarah takut-takut.
Satya menjawab tanpa melihat Sarah langsung akibat gelapnya lemari. "Harusnya sih sudah, ya. Soalnya gue nggak dengar desingan aneh."
"Lagipula siapa sih yang neror kita kali ini? Gila dua kali lho toko gue dirusak," cecar Sarah pelan. "Siapa pun dia, pokoknya tanggung jawab ganti kerusakan semua ini, bila perlu bayarin semua pagelaran busana gue dalam satu tahun."
"Lo kalau marah kok gemesin gini, Sar," komentar Satya, ingin rasanya dia mencubit gemas pipi sang mantan kekasih. Namun, ia urung daripada kena omelannya.
"Halah bohong banget," cibir Sarah. "Gue lagi kesel nih. Gara-gara lo tau, hidup bisnis gue jadi nggak tenang gini."
"Ya maaf." Satya merasa tidak enak, pelan ia elus lengan Sarah. "Setelah masalah ini selesai, gue janji akan biayai pagelaran busana lo."
Elusan Satya memang menenangkan, tapi sebenarnya yang bikin Sarah tersenyum cerah adalah kalimat terakhir yang dilontarkan. "Ini beneran?"
Satya merasa pandangan mereka beradu, ah sudah lama ia tidak merasakan salah tingkah ini. "Eh beneran kali, asal jangan aneh-aneh aja. Duit gue lagi tekor."
"Halah, Sat, duit keluarga lo juga nggak habis tujuh turunan juga. Pakai sok-sokan tekor segala," sindir Sarah, pandangannya tertuju pada pintu lemari yang beberapa bagiannya sedikit bolong.
"Ngomong-ngomong duit tekor, keknya kita harus segera keluar untuk cek kerusakan. Lebih cepat ditotal, lebih baik. Soalnya gue butuh kalkulator hp," bisik Satya tepat di daun telinga Sarah, bikin bulu kuduk perempuan itu bereaksi.
Kali ini Sarah malas menanggapi, Satya dan sifat alamiah anak bungsu yang manja gini menyebalkan sekali. Pintu lemari terdorong pelan, kepala Sarah melongo keluar dan langsung mengerang lemah. Kantornya sungguh berantakan, dan dorongan Satya adalah kode untuk segera keluar.
Pinggang mereka berdua sedikit bunyi setelah menggerakkan badan. Sarah hanya menggelengkan kepala cuek, kemudian tangannya membereskan barang-barang yang berantakan. Satya sendiri menyumbang bantuan dengan cara menyapu percikan kaca yang pecah dan memeriksa komputer di meja kerja Sarah yang syukurnya hanya pecah layar saja.
"Ya tetap aja si Orang Gila itu kudu ganti," sergah Sarah yang sedang menyusun kembali setengah rancangan dari manekin yang masih bisa diselamatkan.
Ponsel Satya yang berada di bawah meja kopi berbunyi. Pria itu langsung menghamburnya dalam satu tangan yang bergerak halus kemudian menyapanya.
"Sudah gue bilang, mending lo nyerah aja cari pelaku sebenarnya. Kasihan banget sampek luntang luntung nggak jelas, padahal anak orang kaya."
"Heh, siapa pun lo di situ." Suara keras Satya menghentikan kegiatan Sarah, perempuan itu mendekat lalu bibirnya mengatakan speaker tanpa suara. Satya menurutinya lalu kembali berkata. "Gue nggak akan berhenti cari lo sampai dapat."
"Oh, ya," balas si Penelepon enteng. Jari Sarah langsung memencet tombol rekam lalu buru-buru kasih kode diam saat Satya protes dalam diam. "Kalau sudah ketemu gue, lo akan apain gue? Bunuh? Jeblosin gue ke penjara?" Peneror itu terbahak melengking.
"Kalau bisa mati ya mati." Ucapan Satya kali ini anehnya tidak bikin lehernya sakit.
Tumbenan banget, ya sudah setidaknya gue aman dari Manakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reputasi | ✓
Misterio / Suspenso[SERI PANDORA #3] (21+) Cover by: shadriella. Satya Narayan Anggara (28), adalah cowok humoris, ganteng, gampang bergaul, dan digadang-gadang menjadi penerus Grup Anggara. Sebelum itu, Satya bekerja sebagai supervisor divisi pemasaran untuk jenjan...