"Belum bisa dihubungi juga ya?" tanya Asma, ikut duduk disamping adik iparnya.
Nadhira mengangguk. "Kak Azzam gimana?" tanyanya.
Wanita berwajah ayu itu hanya tersenyum lembut. "Seperti yang kamu tahu, Ira. Untung saja saat kemarin Aliza lahir, panggilan videonya bisa terhubung meskipun masih terkendala sinyal. Setidaknya Kakakmu sudah bisa melihat wajah bayinya yang baru lahir."
Asma benar-benar merupakan sosok wanita yang menurut Nadhira begitu tegar dan kuat. Untuk kedua kalinya ia harus melahirkan sendirian tanpa ditemani. Dulu saat Umar lahir, Azzam masih bergabung dalam misi Garuda. Dan harus terulang untuk kedua kalinya, saat putri kecil mereka akan terakhir ke dunia.
Namun wanita itu tak pernah terlihat mengeluh, menjadi sosok istri yang amat menyenangkan dan selalu mendukung bagi Kakaknya, Azzam.
Nadhira bahkan sedikit iri melihat Asma, dan bertekad juga menjadi sosok istri dengan versi terbaik bagi suaminya.
"Jadilah kuat untuk menguatkan, sebab wanita adalah tiang-tiang penyangga dalam rumah tangga."
Seketika ucapan Wildan sebelum pergi bertugas juga kembali terbayang dibenak Nadhira.
Belajar ikhlas dan keteguhan.
"Kamu mau cerita sama Mbak, Ira?" tanya Asma menyentuh lembut pundak Nadhira, karena melihat sejak tadi melihat adik iparnya itu senyum-senyum sendiri.
"Belum sekarang, nanti jika sudah waktunya, Insya Allah akan Ira kasih tahu, Mbak," balas Nadhira lalu terkekeh pelan, melihat Asma yang geleng-geleng kepala.
•••
Abah bilang Wildan hanya bertugas sebentar, bahkan jika misinya berhasil dan sudah selesai, sebentar lagi ia akan segera dipulangkan.
Sudah beberapa hari ini ia memutuskan untuk tinggal dikediaman milik sang Abah, selain membantu Mbak Asma mengurus bayinya.
Nadhira juga memutuskan untuk kembali mengambil istirahat sejenak dari pekerjaannya, bukan karena rumah sakit itu milik keluarganya sehingga bisa seenaknya. Namun, tubuhnya akhir-akhir ini mudah sekali untuk merasakan lelah, dan itu juga disadari oleh Galahan yang selalu bersikap berlebihan dalam memperhatikan kondisi kesehatan putrinya.
Berulang kali pria paruh baya itu menanyakan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Namun, alih-alih memberi tahu, Nadhira rupanya masih ingin menyembunyikan fakta penting itu.
Kemarin saat kembali mendapatkan pesan singkat dari Wildan bahwa misi mereka hampir selesai dan itu artinya ia akan segera pulang. Ia bertekad menunggu suaminya itu sampai kembali lebih dulu, dan menjadikannya orang pertama yang akan ia beri tahu.
"Barakallah."
Nadhira mengelus surai lembut milik Umar, yang saat ini tengah setoran hapalan juz 'Amma dengannya.
Anak itu sangat pintar, ayat demi ayat berhasil ia lantunkan dengan hampir sempurna. Walaupun memang masih memiliki sedikit kesalahan dalam pengucapan makhraj huruf yang benar. Karena anak itu masih kesulitan berucap huruf ra.
Nadhira tersenyum memujinya.
Layaknya seorang sahabat nabi bernama Umar bin Khattab yang dijuluki sebagai singa padang pasir. Nadhira berharap, anak itu nantinya akan bisa sehebat dan setangguh Umar r.a walaupun tidak harus segalak singa seperti Ayahnya.
"Bibi Ira."
Nadhira hanya berdeham.
"Kapan Paman Wildan pulang? Umar tuh udah ga sabar, juga pengen setoran hapalan sama Paman." Ungkapnya, setengah dilebih-lebihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Promise (End)
Fiksi RemajaNadhira masih mengingat jelas saat prajuritnya itu pamit pergi, berjanji akan segera pulang setelah menunaikan panggilan Ibu Pertiwi. Namun, satu hal yang selalu mengganjal dibenak Nadhira, ia tidak menanyakan lebih jauh, dimana letak rumah pulang s...