✧When You Promise || 14✧

2.3K 139 0
                                        

Sepanjang perjalanan kembali ke asrama. Belum ada yang berani membuka pembicaraan, baik Wildan maupun Nadhira.

Wanita itu terlihat masih sibuk dengan pikirannya, berbeda dengan Wildan yang berusaha keras mencari bahan pembicaraan untuk mencairkan suasana.

"Maafkan Mas, karena kemarin tidak sadar sampai membentak kamu, Nadhira." Pria itu berucap dengan penuh penyesalan.

Jujur sebenarnya Nadhira juga tidak menyangka, namun ia merasa jika ialah yang lebih dulu memancing perdebatan dan bertingkah sedikit berlebihan.

"Itu semua juga karena Ira. Maaf, karena kemarin Ira terkesan sedikit egois," balasnya.

Wildan tersenyum tipis, "Tidak apa-apa. Mas paham."

Sesaat kembali hening, Wildan sibuk dengan stir supirnya, sedangkan Nadhira sejak tadi lebih banyak melihat kerah luar jendela.

"Kamu mau mampir ke suatu tempat dulu ga? Mau belanja atau cari makan mungkin?" tanya Wildan kembali.

"Nanti Ira aja yang bakalan masak, Mas. Bahan makanan di dapur juga masih banyak, jadi belum perlu buat beli yang baru," jawab Nadhira.

"Okay." Wildan hanya mangut-mangut saja, ia berharap wanita itu akan kembali bersuara, bukan sebatas menjawab pertanyaannya dengan seperlunya saja.

Namun semakin Wildan sadari jika diamnya wanita itu bukan tanpa arti. Nadhira masih perlu menenangkan pikirannya terlebih dahulu.

***

Mobil mereka tiba-tiba berhenti, namun bukan ditempat yang akan mereka tuju. Wildan segera memarkirkan mobilnya, lalu tersenyum saat menatap Nadhira yang menampakkan ekspresi penuh tanya.

Nadhira tentu jelas tahu dimana mereka sekarang berada, objek wisata yang juga sejuta umat selain puncak.

Pantai.

"Kenapa malah kesini?" tanyanya.

"Memangnya ga boleh, pengen kencan sebentar sama istri sendiri?" Wildan balik bertanya.

Nadhira menghela nafas. "Bukan begitu. Tapi, katanya Mas lagi sibuk-sibuknya kerja?"

"Enggak tuh. Kata siapa?"

"Jadi Mas dikasih waktu cuti?" Entah mengapa kini mata Nadhira berbinar cerah, wajahnya kembali sumringah seperti sedia kala.

"Iya, untuk beberapa hari ini. Jadi lebih baik menyibukkan diri bersama pacar halal saya."

Wildan kemudian keluar dan membuka pintu Nadhira, membantu wanita itu turun dengan mengulurkan tangannya. Bak menyambut putri kerajaan, tentu hal itu membuat wanita itu sedikit tersipu.

"Pas sekali karena sudah sore. Tapi kita ga bisa melihat matahari benar-benar tenggelam, sebelum waktu shalat Maghrib kita sudah harus di rumah."

Saat Wildan menoleh mata gadis itu nampak takjub pada pemandangan dihadapan, menarik nafas dalam-dalam kemudian tersenyum lebar.

Senyuman amat indah yang menurut Wildan belum ada yang mampu menandinginya, selain sang Bunda.

"Kamu suka laut?" tanyanya.

"Iya, bukan cuma aku, tapi Kak Azzam juga. Karena itu dia memutuskan masuk kedalam matra Angkatan Laut. Sewaktu kecil dulu, bersama Abah dan Umi kami sering bermain di pantai."

"Kak Alif ga ikut?" tanya Wildan.

Nadhira sedikit terkekeh. "Mungkin dia lebih sering lihat pemandangan Padang Pasir di Jeddah." Karena jujur sejak kecil ia bahkan hanya terhitung jari bertemu dengan Kakak sulungnya itu.

When You Promise (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang