✧When You Promise || 38✧

2.4K 153 2
                                    

"Kepalanya masih sakit, sayang?"

Naren yang memejamkan mata hanya mengangguk pelan, saat sang Mama mengelus kepalanya sesekali menyeka keringatnya yang jatuh.

"Mau dielus juga sama Papa." Pintanya kemudian, setengah parau. Membuat tangan besar Wildan ikut mengelus kepala sang anak yang dililit perban.

Nadhira tampak khawatir, takut jika kondisi anak bungsunya itu kembali mengalami penurunan. Sejak beberapa jam yang lalu kembali mengeluh sakit di kepalanya, padahal sudah diberikan obat pereda nyeri dan tampaknya sampai kini belum beraksi.

"Udah mendingan?" tanya Wildan.

"Hu'um, waktu Papa yang elus, sakitnya langsung hilang. Tangan Papa ajaib," cetus Naren.

Wildan kemudian terkekeh sama halnya dengan Naren. Anak itu ada-ada saja. Namun hal itu jugalah yang mampu mencairkan situasi, dan membuat rasa kekhawatiran Nadhira sedikit menghilang.

"Papa, Nalen ganteng ga?"

"Tentu ganteng, mirip Papa." Wildan tampak pede mengatakannya, tentu saja ia merasa menang dari sang istri, mengetahui wajah kedua anak mereka lebih menurun dengannya. Faktor gen-nya benar-benar unggul.

"Mama setiap malam seling bilang gitu tau, celita semua hal tentang Papa. Mama juga seling bilang kalau Papa udah pulang, tapi kenapa Papa balu bisa ketemu sama Nalen dan Kak Aiy sekalang?"

Nadhira kembali menatap wajah sang suami yang tampak bersalah.

"Maafin Papa ya?" ujarnya kembali mencium punggung tangan mungil itu, cukup lama, air matanya ingin kembali meluncur keluar.

Nadhira tiba-tiba bangkit dari duduknya, dan memilih pamit untuk keluar dengan dalih ia diminta bantuan oleh rekan kerjanya yang berjaga. Merasa atmosfer kembali berubah, sesak. Ia memilih pergi, membiarkan Ayah dan anak itu menghabiskan waktu berdua, dan mengikis rindu yang ditabung setelah sekian lama.

"Nalen seneng banget, Papa." Senyuman manis Naren kembali terbit, namun kali ini cairan hangat ikut meluruh dari pelupuk matanya, suaranya semakin parau saat kembali melanjutkan kata.

"Mama dan Kak Aiy pasti juga sama. Dulu meleka sama sekali ga pelnah tunjukin itu ke Nalen, kalau meleka juga sama lindunya dan pengen banget ketemu Papa, ga kayak Nalen."

"Nalen selalu cengeng, Papa. Nalen belum dewasa buat bisa jaga meleka sendili, Nalen ga bisa. Jadi, Papa disini aja ya? Temenin Nalen. Jangan pelnah pelgi lagi dan tinggalin kita. Mama, Kak Aiy, dan Nalen, semuanya sayang bangettt sama Papa." Pungkasnya.

Tangis Wildan kali ini benar-benar pecah, tak bisa lagi ia bendung. Ia kemudian mengecup kening anak itu lembut, cukup lama, dengan bulir bening yang terus berjatuhan.

Naren hanya tersenyum tipis.

Aiyna yang sedari tadi tampak tertidur pulas di sofa, rupanya sudah terbangun dan mendengar semuanya, dadanya sesak, merasakan sebuah hal yang sulit didefinisikan.

Ia amat bersyukur.

Tuhan mengabulkan keinginan yang selalu ia pendam selama ini, doa yang Nadhira panjatkan, serta bagaimana impian kecil yang selalu Naren bayangkan.

Sang Papa benar-benar pulang.

Kembali pada mereka.

•••

[2 Bulan Kemudian]

Setelah waktu pemulihan pascaoperasi yang tidak sebentar bagi Naren, akhirnya ia dinyatakan pulih dan sudah diizinkan untuk pulang. Meskipun masih harus tetap menjalani jadwal check up rutin.

When You Promise (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang