"Papanya udah sama lagi kayak difoto kan?" tanya Galahan.
Naren kembali melihat kearah sang Papa yang kini sudah berpenampilan rapi, dengan rambut serta kumis yang dipotong. Tampak lebih segar, karena juga baru selesai mandi.
"Papa ganteng tapi masih lebih gantengan Nalen," balasnya setengah samar diakhir kata, malah mengundang tawa dari sang Eyang yang langsung pecah.
Kemarin anak itu tiba-tiba menangis karena baru sadar jika dilihat lebih teliti, penampilan Wildan memang sedikit berbeda dari yang selama ini ia lihat difoto. Papanya disana sangat tampan dan rapi, berbeda dengan penampilan Wildan sekarang yang sedikit tampak seperti preman.
Aiyna saat ini juga tidak lagi merasa ragu ataupun canggung berada dekat dengan sang Papa, bahkan merasa sangat nyaman saat dipeluk dan digendong olehnya.
"Eh, kenapa nangis lagi?" Galahan menjadi sedikit panik saat sang cucu yang baru saja ditenangkan, kembali terisak.
Begitupun dengan Alif yang juga duduk disebelah Galahan. "Kepala Naren masih sakit lagi sekarang? Ada lagi bagian yang nyeri? Atau kakinya masih keram?" tanyanya, langsung beruntun.
Anak itu spontan menggeleng. "Ini tuh tangis bahagia tau. Abi tuh ga akan ngelti." Terangnya, terkesan mengomel.
Keduanya menghela nafas. Lagi?
Naren begitu senang rasanya melihat kehadiran seseorang yang hanya bisa ia lihat di foto kini benar-benar menjadi nyata. Walau sedikit diluar dugaan karena ia harus koma terlebih dahulu, agar dapat bertemu dengan sang Papa.
Sang Mama kini juga tampak dengan senyuman yang lebih merekah, ataupun Kakaknya, Aiyna yang akhirnya dapat bertemu dengan sosok pria yang katanya akan menjadi cinta pertamanya, tidak apa-apa walaupun itu bukan lagi Naren.
Pria paruh baya itu tersenyum tipis, menyentuh wajah Naren yang terlihat masih sangat pucat, matanya sembab karena terus menangis. Nasal kanul juga masih terpasang di hidungnya, serta beberapa alat medis lain untuk memantau tanda-tanda vitalnya.
Setelah sempat dinyatakan kritis dan koma lebih dari sepekan, keadaannya yang masih belum stabil membuatnya harus dirawat intensif, karena cedera di kepalanya. Namun, mereka bersyukur anak itu rupanya pulih dengan cepat.
Galahan pastikan, ia tidak akan dengan mudah melepaskan pelaku tidak bertanggung jawab yang menabrak cucu bungsunya. Karena berdasarkan hasil penyidikan dari Aksa yang juga ikut mengurus kasusnya. Saat itu pelaku berkendara secara lalai, dalam keadaan mengantuk berat serta menggunakan kecepatan tinggi. Padahal masih besar kemungkinan untuknya menghindar saat Naren akan menyeberang.
Cklek!
Nafas Naren terdengar tak beraturan, saat ruang rawatnya juga harus kedatangan sosok pria yang baru saja melangkah masuk.
Azzam, baginya pria itu sudah tercatat dalam buku hitam, daftar orang-orang yang pantas dicap sebagai musuh.
Kemarin ia tak sengaja mendengar sang Mama yang mengobati sang Papa mengatakan jika Azzam lah pelaku yang membuat luka diwajahnya bertambah, hingga membuatnya semakin berbeda dari foto yang selama ini sering ia lihat.
"Hey?"
"Naren kenapa, sayang?" Mereka juga kembali panik, karena anak itu tampak menyimpan amarah, pipinya bahkan memerah.
"Naren...." Panggil Galahan lembut.
"Eyang! Malahin Paman kalena kemalin udah belani pukul Papa Nalen!!!!" Bentak anak itu kemudian, sebelum tangisnya benar-benar pecah, mengalihkan perhatian mereka pada Azzam yang juga masih mematung ditempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Promise (End)
Roman pour AdolescentsNadhira masih mengingat jelas saat prajuritnya itu pamit pergi, berjanji akan segera pulang setelah menunaikan panggilan Ibu Pertiwi. Namun, satu hal yang selalu mengganjal dibenak Nadhira, ia tidak menanyakan lebih jauh, dimana letak rumah pulang s...