‘Saya janji akan pulang ke rumah kita.’
Sebuah janji.
Beban itu rupanya terlalu berat untuk ia bawa bahkan saat akan melangkah, seolah rasa sesal selalu dirasa.
Dengan begitu mudah, bibirnya kala itu melayangkan sebuah ucapan yang belum tentu dapat ia tunaikan, hanya sekedar untuk dijadikan sebagai kalimat penenang.
Dan mengapa sama sekali tidak terpikirkan olehnya, akan melayangkan janji itu dengan atas izin Allah, sama halnya ketika ia mengatakan mencintai wanitanya?
"Astaghfirullah ... Astaghfirullah..."
Air mata itu jatuh.
Menetes dengan perlahan.
Bibirnya terus bergumam, dengan tak henti-hentinya. Merapalkan beribu harapan serta doa.
Sebuah pesan berisi kabar baik yang semula di ketik itu kemudian dengan cepat kembali dihapus, tak jadi akan ia kirimkan.
Pria itu perlahan membuka kelopak matanya yang semula terpejam. Melihat suasana semakin chaos dari pesawat yang ia dan pasukannya tumpangi satu jam yang lalu.
Pandangannya kembali teralihkan pada pilot yang tengah kesulitan mengendalikan pesawat mereka.
Membuat kepanikan luar biasa, detak jantung berdegup kencang, tak dapat lagi dipaksa untuk tetap tenang. Jiwa adrenalin semakin membuncah, penuh harap dan doa.
"Mayday ... Mayday...!"
"Pesawat tidak dapat dikendalikan, saat di recover."
"Oh ... no no nooo...!! Kita akan segera jatuh, Cap!"
"Parasut .... Parasut!"
"Masih terlalu tinggi untuk terjun!!!!!"
Mereka juga ikut merasakan jika pesawat mengalami penurunan dengan menukik amat tajam. Terlihat juga kepulan asap dari badan pesawat yang mulai terbakar.
Beberapa penumpang di dalam juga terbentur amat keras dengan badan pesawat, sehingga sulit untuk tetap bertahan dan berada diam ditempat.
"Allahu Akbar! Allahu Akbar!!"
"Sepertinya misi ini benar-benar selesai. Kita sudah sampai...!!!" Suara kepanikan masih terus terdengar.
Hingga pada akhirnya, hanya kalimat takbir dan syahadat lah yang terus keluar dari banyaknya bibir, yang tampaknya juga mulai pasrah.
Jadi ini akhirnya?
Pria itu semakin mengeratkan pegangan pada ponselnya saat ia saja sulit memposisikan tubuhnya, karena pesawat yang berguncang dengan hebat.
[Maaf, sepertinya Mas gagal]
Sebuah teks pesan yang kini dikirimkan pada ketinggian diatas 30.000 kaki itu rupanya masih tertunda.
Seolah menjadi sebuah pertanda, akan masih adanya kesempatan kedua.
____________
Langkah kaki yang semula akan berjalan menjauh itu tiba-tiba saja berhenti. Dengan spontan membalikkan badan, menatap seorang wanita yang kini berdiri cukup berjarak dengannya. Sebelum memilih menundukkan kepala, setelah beberapa detik mata itu bertemu.
Bibir Nadhira bergetar hebat, menahan isak tangisnya yang akan kembali pecah, dengan air mata sudah berlomba-lomba membasahi wajahnya.
"M-mas Wildan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
When You Promise (End)
Teen FictionNadhira masih mengingat jelas saat prajuritnya pamit pergi, berjanji akan segera pulang setelah menunaikan panggilan Ibu Pertiwi. Namun, satu hal yang selalu mengganjal dibenak Nadhira, ia tidak menanyakan lebih jauh, di mana letak rumah pulang sebe...
