MAS DOSEN | 11

13K 387 8
                                    

... HAPPY READING ...

"Harapan adalah akar dari semua rasa sakit di hati."

- William Shakespeare -
@rnxyss

🕊🕊🕊

Beberapa jam yang lalu, Arlettha dan Arga sudah sampai di rumah Mama Sarah. Rumah yang begitu besar dan elegan. Pastas saja, keluarga Arga merupakan keluarga kalangan pengusaha sukses.

Saat ini Arlettha sedang duduk di kursi taman belakang sambil melihat ikan-ikan, sebuah pemetaan rumah yang menarik.

"Nak, mama boleh bicara sesuatu sama kamu?"

Arlettha menoleh, menatap Mama Sarah yang akan membicarakan hal serius. Ia memangguk. "Boleh, mah. Mau bicara tentang apa?"

"Tentang Arga."

Arlettha menatap mama mertuanya serius. Karena itu meyangkut soal suaminya, mungkin saja Mama Sarah akan memberi tahu tentang hal yang di suka atau tidak di suka oleh Arga.

"Mama minta tolong sama kamu. Tolong rubah sikap putra mama seperti dulu. Yang ceria dan tidak dingin seperti ini."

Arlettha mengeritkan dahinya bingung, ada apa tentang Arga. "Maksud mama?"

"Arga—"

Belum selesai Mama Sarah bercerita, Arga memanggil dirinya. Ucapan Mama Sarah pun terpotong.

"Mah," panggil Arga dari ambang pintu.

Sontak Arlettha maupun Mama Sarah menoleh, menatap bingung baju yang di gunakan Arga.

"Kamu mau kemana? Sudah rapi gitu hmm?"

"Ke kantor, Mah. Ada hal yang harus Ray lakukan," balas Arga sedikit melirik istrinya yang menghampiri mereka.

"Ray, kamu baru menikah. Apa harus kamu kerjakan itu?"

Arga terdiam. Sebenarnya ia tidak ada tugas di kantor, ia hanya ingin menghindar dari pertanyaan-pertanyaan Mama Sarah yang meminta cucu.

"Hello, Rayyan." Arga pun tersadar dari lamunannya.

"Harus kah kamu ke kantor? Gak kasian dengan Arlettha hmm? Kamu baru saja menikah. Tidak seharusnya keluar pergi begitu saja."

Arga menunduk. "Maaf mah, tapi Ray harus melakukan ini. Ray pamit, assalamualaikum," pamit Arga mencium punggung Mama Sarah.

"Ekhm, istrinya di cuekin aja?"

Arga pun menatap istrinya yang masih diam, ia pun berpamitan pada Arlettha walaupun dengan nada sedikit kaku.

"Saya pamit, assalamualaikum."

Arlettha menatap punggung Arga yang perlahan mengecil. Ia masih saja canggung dengan statusnya kali ini.

"Maafkan putra mama ya. Dia memang seperti itu, tapi perlahan akan mencair kok. Kamu berusaha saja ya?"

Arlettha memangguk sambil tersenyum. "Iya mah," balas Arlettha lembut.

***

Bukan ke kantor, melaikan pergi ke tempat pemakaman umum. Arga berjalan sambil membawa buket bunga mawar putih. Sepertinya akan ada makam yang ia datangi.

Sesampai di depan undukan tanah yang di penuhi rumput dan bunga layu. Tertulis nama Queenza Violen. Arga tersenyum getir sambil mengganti bunga yang sudah layu.

"Assalamualaikum, Queen-nya Arga,"

"Kamu lagi apa di sana?"

"Queen, aku gak tau kenapa. Hatiku sulit membuka hati kembali setelah kepergian kamu. Queen bantu aku, bantu aku mencintai Arlettha."

Ia menghapus air mata yang sudah menetes sedari tadi. "Queen, aku sayang sama kamu. Selamanya."

Setelah bercerita cukup lama, ia pun pergi meninggalkan pemakanan umum tersebut. Tak menyangka ada seseorang yang sedang memperhatikan dirinya.

***

Matahari mulai tenggelem, terdapat gadis cantik yang sedang duduk di balkon kamar menikmati angin sore dan langit oranye yang indah. Masa-masa ini mengingatnya pada beberapa tahun lalu.

"Langitnya indah ya, Ngaa?"

"Iya indah. Tapi, cuma sebentar."

Arlettha tersenyum. "Walaupun hanya sebentar tapi momennya gak pernah terlupakan."

Benar apa katanya saat itu. Walaupun sebentar tapi memori-memori masa itu tidak terlupakan sampai saat ini.

Pintu kamar terbuka, terlihat Arga yang baru saja pulang dari kantornya. Selepas di pemakaman umum tadi, ia di panggil oleh Papa Rasyid untuk mewakili meeting dari perusahaan luar negeri, dengan senang hati ia melaksanakannya walaupun membutuhkan banyak waktu.

Matanya terus mencari keberadaan istrinya. Tapi tak kunjung ketemu. Ia pun keluar menanyakan pada Mama Sarah.

"Mah, Arlettha kemana?"

"Dikamar," balas Mama Sarah malas.

"Mah, serius."

"Mama lebih serius Arga Rayyan Dirgantara. Memangnya tidak ada?" Arga menggeleng pelan. "Makanya kalo baru nikah itu jangan keluyuran. Hilangkan."

Arga terdiam tak mampu menjawab dan mengelaknya, percuma.

"Coba sana cari lagi, kalo sampai belum ketemu mama hukum kamu."

Buru-buru Arga mencari Arlettha, ia sangat malas jika mendapatkan hukuman dari Mama Sarah. Ia kembali ke kamar, ternyata istrinya sedang membaca buku.

"Assalamualaikum,"

Arlettha menoleh sedikit kaget. Ia tersenyum, "wa'alaikusalam. Baru pulang pak?" Arga hanya memangguk dan duduk di samping istrinya. Tak ada obrolan di dalam sana, mereka sama-sama cuek.

"Besok saya mau kuliah pak," ucap Arlettha memberanikan diri.

"Gak!"

"Kenapa? Bapak saja pergi saya tidak larang. Lalu saya hanya ingin kuliah menempuh cita-cita saya bapak larang?"

"Bukan itu."

"Lalu apa?!" ucap Arlettha dengan nada sewot.

"Besok kita akan melihat rumah yang baru saja selesai renovasi. Kamu mau'kan?"

"Seterah bapak saja," balas Arlettha kemudian kembali sibuk membaca buku yang beberapa waktu lalu ia pinjam di perpustakaan.

Arga tak berbicara setelah itu, ia memandangi wajah istrinya yang tengah fokus pada buku. Tak mau mengganggu ia pun pergi meninggalkan istri itu bersiap-siap sholat maghrib.

***

Selepas makan malam, Arlettha sudah tertidur. Entah kenapa ia tidak enak hari ini. Apa lagi dengan sebuah foto kiriman dari sahabatnya itu.

Arga yang di samping merasakan aneh, ada apa dengan istrinya. Setau Arga, Arlettha itu orang yang happy, tapi kali ini sangat berbeda.

"Mau cerita?"

Arlettha menggeleng. "Enggak."

Arga tersenyum tipis. "Ya sudah, mimpi yang indah."

Tak ada apa-apa air mata Arlettha lolos begitu saja.

"Kenapa Pak Arga bohong? Bapak bilang ke kantor tapi bapak ke makam. Apa saya hanya sebatas istri di atas kertas?"

... BERSAMBUNG ...
Jakarta, 11 April 2023


Omg! Ayook semangati Arlettha!!

Mohon maaf ya, di instagram @wp.rnxyss belum post kembali. Aku lagi males buat post nih :(

Sabar yaa, hehe.

Jangan lupa votmen!

See you next chapter ❤

MAS DOSEN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang