MAS DOSEN | 36

8.9K 280 0
                                    

... HAPPY READING ...

⚠️tinggalkan jejak anda⚠️

Pagi menjelang siang ini, Arlettha akan memenuhi panggilan Kantor Polisi Jakarta Selatan. Sudah hampir tiga hari waktu terlewati, kasus Rangga dan Bella pun sudah memasuki tingkat selanjutnya.

Ia tersenyum tipis, melihat dirinya yang hampir gemuk itu. Ia pun mengambil tas kesayangannya dan segera ke kantor polisi.

Jalan Ibukota Jakarta saat ini tidak cukup ramai, Arlettha dengan tenang mengendarai mobilnya. Tak lama kemudian, mobil tersebut sudah tiba di perkarangan kantor polisi. Ia pun segera turun dan melanjutkan tujuannya.

Tiba dirinya di dalam kantor Pak Ridwan, Arlettha dengan senang hati menyapa para polwan dan polisi lainnya di sini. Ada rasa cemas untuk hari ini, tapi entahlah. Dia tidak tahu itu.

"Silahkan panggil tersangka Rangga, Pak," titah Pak Ridwan kepada salah satu polisi yang berada di dalam.

"Baik pak," balas polisi tersebut dan meninggalkan ruangan.

Hampir lima menit Arlettha menunggu, ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.

"Silahkan duduk, Rangga," titah Pak Ridwan kepada tersangka Rangga. Arlettha mengeritkan dahinya, apakah Rangga sudah ada di ruangan ini?

Ia pun mendonggakkan kepalanya, dan benar saja, Rangga sudah berdiri tak jauh dari posisinya saat ini.

"Kak Rangga?"

Rangga tersenyum tipis, ia pun segera duduk di kursi yang sudah di sediakan. Tak lama Pak Ridwan meminta polwan untuk mengeluarkan Bella dari sel untuk menjelaskan masalah ini.

"Terimaksih, Bu Indah," ucap Pak Ridwan ramah.

Di dalam ruangan sini sudah terdapat 3 polisi dan 1 polwan, rasa yang tidak bisa di jelaskan.

"Tolong jelaskan sedetaile mungkin kronologi kejadian satu tahun yang lalu, Laura Anabella," perintah Pak Ridwan dengan tegas.

Bella masih saja terdiam. Ia menatap Arlettha yang sama sekali tidak ber-eksprsi dengannya. Mungkin Arlettha kecewa kepadanya?

Bella dengan tenang menjelaskan kronologi kejadian, dengan lambat dan jelas. Peristiwa itu sama hal yang di ceritakan Wilona dan Arlettha beberapa hari lalu.

"JADI LO YANG SUDAH BUNUH ADIK GUE?!" emosi Rangga memuncak kala mendengar penjelasan yang sangat sadis itu.

Brak!

Tangan Rangga menabok meja dengan kencang, membuat Arlettha terkejut dan ketakutan. Polwan yang melihat itu pun langsung membawa Arlettha keluar dan menenangkan diri.

"JAWAB GUE, BELLA!!"

"APA LO YANG SUDAH NABRAK RAYA?!"

"Tolong tenang Pak Rangga, biar Laura yang menejelaskan. Silahkan duduk kembali, Rangga," titah Pak Ridwan dengan tenang.

"Gue... gue takut... gue takut kalau di penjara... Kak," jawab Bella dengan ketakutan.

"TAPI LO DAH AMBIL NYAWA ADIK GUE, BELLA!!"

"NYAWA HARUS DI BAYAR NYAWA!!" tak sadar Rangga segera mengambil sebuah gunting yang ada di meja Pak Ridwan dan di dekatkan ke Bella. Namun, adegan itu segera di lihat oleh polisi lain dan segera mencegahnya.

"Bawa dia ke sel, Pak Rio,'' titah Pak Ridwan pada Pak Rio yang sedang menangani Rangga.

"AWAS LO!!"

"HABIS LO SAMA GUE!!"

Bella masih saja diam, air matanya terus saja mengalir deras. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Rasanya ia ingin cepat pergi dari sini.

"Silahkan jelaskan kembali, Laura," pinta Pak Ridwan kepada Bella.

Bella memangguk setuju dan menjelaskan jika dirinya tidak sengaja menabrak korban saat malam hari itu. Pak Ridwan pun mencatat hal-hal penting dan akan di serahkan kepada meja hijau untuk di proses lebih lanjut.

Bella pun di izinkan keluar setelah mendapatkan arahan dari Pak Ridwan, ia kembali di masukkan ke dalam sel wanita sampai sidang keputusan.

Arlettha terdiam, menatap sahabatnya yang sudah mengunakan seragam tahanan polres di sini. Ada rasa kecewa dan iba, tapi hukum tetap berlanjut, bagaimana orang itu.

Bella tersenyum tipis sebelum dirinya pergi memasuki sel wanita. "Maafin gue Letth, maaf sudah membuat dunia lu hancur. Maaf sudah mengecewakan lu, maafin gue Letth. Mungkin maaf saja tak pernah cukup, gue bukan sahabat lu lagi, Lettha. Maafin gue," batin Bella sangat sedih, bahkan matanya sudah meneteskan air mata.

***

Di sebuah ruangan kantor, terdapat Arga yang sedang menatap layar laptop. Ia sangat fokus dengan gambar yang berada di laptop tersebut.

Saat dirinya ingin membuka sebuah laci meja untuk mengambil sesuatu, terdapat sebuah foto di dalam sana. Ia pun mengambil dan melihat inci foto tersebut.

Sebuah acara pesta pernikahan dirinya dengan wanita lain. Kepalanya tampak sangat sakit, bayangan sekilas muncul dalam memorinya.

"Akh," rintih Arga sambil memgangi kepalanya, bahkan foto itu terjatuh dan retak.

"Sa-sakit,"

Pamdangannya mulai tidak jelas, hingga dirinya tertidur di atas sebuah laptop yang berada di meja.

***

"Bagaimana dengan keadaan Pak Arga, dok?" tanya Bino kepada Dokter Kim yang memeriksa Arga beberapa jam lalu.

Pintu ruangan terbuka, Mata Bino langsung teralihkan dengan Arga yang sedang tertidur di atas meja, namun di bawahnya terdapat sebuah figura yang sudah hancur akibat terjatuh.

Dengan tenaga seadanya, Bino pun mengangkat Arga untuk di bawa ke salah satu rumah sakit terdepat.

"Tidak perlu dikhawatirkan, pasien hanya mengalami proses pengingatan yang hilang," jelas Dokter Kim di akhiri senyum manisnya.

"Baik dok, terimakasih banyak."

Dokter Kim memangguk, "sama-sama. Baik kalau begitu saya tinggal, selamat siang," pamit Dokter Kim dan meninggalkan Bino di tempat.

Dengan langkah terburu-buru Arlettha akhirnya sampai dan menemui Bino, ia segera menanykan kabar suaminya. Syukur alhamdulillah, suaminya tidak kenapa-kenapa.

Arlettha bernafas lega, "boleh saya masuk?" Bino memangguk dan mempersilahkan Arlettha masuk. 

Mata Arlettha tertuju pada Arga yang masih berbaring lemah di brankar rumah sakit. Ia tersenyum tipis dan menghampiri suaminya itu.

Tangannya tanpa sadar memainkan rambut Arga dengan lembut. Hingga tanpa ia sadari Arga telah membuka matanya.

"M-mas?" terkejut Arlettha dan langsung buru-buru mengambil alih tangannya. "Kamu sudah bangun?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Arga tersenyum tipis lalu memangguk setuju, "terimakasih sudah membawa saya ke sini," ucap Arga dengan ramah.

Arlettha terdiam, lalu menggeleng kecil. "Bu-bukan ak---"

"Terimakasih, Arlettha Yuriza Chandra," ucap Arga dengan tegas.

... BERSAMBUNG ...
Jakarta, 23 Mei 2023

Ayo, siapa jam segini masih melek?

Mohon maaf banyak typo 😔🙏

Gimana bab hari ini?

Jangan lupa vote dan komen, see you!! ❤

MAS DOSEN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang