06

111 6 0
                                    

Di bandara internasional terlihat seorang pria berjas hitam yang baru saja turun dari pesawat, wajahnya terlihat sangat menawan dan juga kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya menambah kesan keren pria itu.

Mata tajamnya menyapu setiap sudut kota yang sudah beberapa bulan lalu ia tinggalkan, tuntutan pekerjaan dari ayahnya membuatnya harus terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya dengan setengah hati.

Pria itu berjalan dengan angkuhnya, berdiri dengan pandangan mata yang menyorot tajam, kesan pertama orang yang melihatnya akan menunjukan dua respon ,pertama Ngeri dan yang kedua yaitu keren.

"Dengan mas Alvas Dirgantara?" Tanya seorang dengan berpakaian supir taksi dengan sangat sopan.

Pria yang bernama Alvas hanya menatap datar kemudian mengangguk. Yah masihkah kalian ingat siapa Alvas??? Semoga saja masih.

.........

"Raffa!!!!!"

Dari arah dapur terlihat Shani dengan raut wajah merah padamnya tengah mencari seseorang yang akan ia lampiaskan kekesalannya.

"Iya kenapa Shani?" Tanya raffa dengan suara lemahnya, akibat terkena hujan kemarin memberikan efek buruk untuk kesehatannya.

"Kenapa kamu belum masak?" Bentakan itu menusuk di pendengaran Raffa.

"Maaf aku lagi gak enak badan Shani, kamu gak apa-apa kan kalo masak sendiri dulu" ucap Raffa dengan hati-hati, bukan karena apa, hanya saja tubuhnya masih sedikit lemas dan kepalanya yang Merasakan nyeri .

Shani menghampiri dan menatap tajam "kenapa aku harus masak sendiri kalo pembantunya aja ada di depan mata" sarkasnya kasar.

Raffa tersenyum, sudah hampir tiga bulan dirinya hidup di samping Shani, dan kata-kata penghinaan seperti itu sudah biasa ia dengar setiap harinya.

"Iya aku masakin, kamu mau apa?" Tanya Raffa dengan lembut.

Jujur entah kenapa tiba-tiba sakit di kepalanya sekarang berdenyut hebat.

"Steak daging"

"Yaudah kamu tunggu sebentar , aku masakin dulu" dirinya berjalan kearah dapur dan membuka kulkasnya, namun tanpa ia duga stok daging di kulkas habis dan hanya tersisa tahu kemarin sore yang dibelinya.

"Shani Daging di kulkas habis, makan yang lain dulu ya?" Tawarnya.

Shani kini menatap marah , kembali dengan Raffa , kenapa? Ada yang salah dari ucapannya? Kenapa istrinya mengepalkan tangan kearahnya?

"Ya kamu beli bodoh!!"

"Tap-"

"Kenapa gak ada uang,iya?" Perlahan Shani berjalan menghampiri Raffa yang berdiri di samping kulkas dapur.

"Kenapa diam? Bener kan apa yang aku bilang tadi?" Shani berdiri tepat di depan wajah Raffa .

"A-ada cu-man ngak cukup kalau buat beli d-daging" Raffa berucap dengan menunduk , rasa rasanya ingin pergi dari situasi seperti sekarang , dirinya kembali tersadar , dirinya memang laki-laki bodoh dan tak bertanggung jawab sebagai seorang suami.

Shani tersenyum menyeringai tanganya tetangkat menarik dagu Raffa untuk melihat kearahnya, sekejap Shani terpaku dengan bola mata indah milik Raffa , tatapan itu rasa rasanya sangat meneduhkan untuk dirinya tatap.

Uh mikir apa sih Shani, ingat dia hanya babu dirumah ini!!!! Ingat babu.

"Aku udah bilang kan, kamu itu seharusnya ceraikan aku Raffa" halus namun penuh penekanan, itu yang Raffa rasakan.

"Oh iya , aku juga cuman mau bilang sama kamu, kemarin aku udah telfon bibi dan bilang, kalau di gak usah balik lagi kesini"

"K-kenapa kamu bilang gitu sama bibi, kita masih butuh bibi buat urusan rumah Shan" cicit Raffa pela.

Perjodohan 2 [<Continue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang