17

184 11 4
                                    

Raffa mengerjapkan matanya berkali-kali menyesuaikan silau cahaya lampu yang terang benderang di atas kepalanya.

Matanya melihat ke sana kemari mencari tau dimana dirinya sekarang,semua ruangan hanya bercatkan Warna putih namun dirinya yakin ini bukan rumah sakit.

Raffa mendudukkan dirinya di tepi ranjang.
Rasa nyeri di kepalanya masih sedikit terasa, ditambah tubuhnya yang sedikit ngilu akibat pukulan bertubi-tubi tadi

"Awhh" sedikit mengaduh akibat pergerakannya yang membuat tubuhnya merasa ngilu.

Cklekk.

Suara pintu yang terbuka, di sana terlihat Shani masih menggunakan pakaian kemarin malam dengan tanganya yang memegang baskom.

Tanpa berkata apapun Shani kemudian duduk di samping menghadap ke arah raffa dan membersihkan wajah itu yang masih kotor dengan sisa-sisa darah yang menempel.

Raffa hanya diam mendapatkan perhatian Shani, matanya yang dulu selalu mencuri-curi pandang dan menikmati wajah Shani dari jarak dekat kini tidak ada lagi.

Kini semuanya telah berubah, rasa kecewa sekaligus marah masih sedikit terselip di hatinya.

"Kenapa?".

"Buka baju kamu biar aku obatin" Shani mengalihkan pembicaraan, pandangan matanya fokus menatap bola mata Raffa yang kini tengah menatap kearahnya.

"Enggak mau" tolak Raffa mentah-mentah.

"Buka atau-"

"Atau apa?"

"Atau bakalan aku paksa buka baju kamu" Shani mentap berani bola mata teduh itu.

"Sekali gak mau ya gak mau Shani kenapa maksa sih!" jawab Raffa kesal.

"Buka!"

"Enggak"

"Bukka!"

"Enggak akan Shani" Raffa beranjak dari duduknya namun tiba-tiba tangannya di cekal oleh Shani.

"Mau kemana?"

"Lepas, aku mau pergi dari sini" dengan sekuat tenaga Raffa melepaskan cekalan tangan Shani.

"Siapa kamu berani nyuruh nyuruh aku!"

"Lepasin Shani" Raffa sedikit meringis kala kuku kuku tajam Shani menancap di pergelangan tangannya.

Setelah menyunggingkan senyum smiriknya Shani melepaskan cekalan tangannya.

"Silahkan, kalau kamu bisa" ucap Shani dengan penuh arti.

Dengan sedikit berlari Raffa meraih knop pintu di depannya, namun belum sempat tangannya sampai......

Tiba-tiba

Tangan Shani menarik kasar baju yang dipakainya, karena kondisi tubuhnya yang masih belum pulih dengan mudahnya Shani membanting Tubuh ringkihnya di atas ranjang.

"Jangan harap kamu bisa keluar dari sini!!" Ucap Shani dengan sorot mata tajamnya.

"Siapa kamu larang-larang aku?" Entah setan dari mana kata-kata itu bisa keluar dari mulut Raffa.

Sorot mata keduanya beradu dengan sengit, baru Shani sadari sejak kejadian tadi sifat Raffa sekarang jauh lebih berani.

"Aku bakalan kembalikan kamu ke orangtua kamu Shani" lirih Raffa namun dengan jelas Shani masih mendengar ucapan itu.

Shani hanya tersenyum sinis kemudian melangkahkan kakinya mendekat.

Tubuhnya merangkak mendekati Raffa, bibirnya tersenyum manis, menikmati setiap wajah tampan di depannya.

"Diem, Sampai kapanpun juga aku gak bakalan lepasin kamu sayang".

Raffa menepis kasar tangan Shani yang hendak meraih pipinya.

Mendapat penolakan Raffa bukan berarti ia akan menyerah begitu saja, jangan panggil ia Shani Adhitama jika tak bisa mendapatkan apa yang si inginkan.

BRAK

Suara pintu yang tertutup dengan keras.
Tujuan Shani kali ini adalah untuk bertemu dengan Papinya.

****

"Papi" suara yang terdengar dingin menusuk di pendengaran Adhitama.

"Aku cuman mau bilang sama papi kali ini, setelah kejadian tadi Shani harap papi gak usah ikut campur urusan Shani kedepannya!"

"Kenapa?"

"Selama ini papi mungkin salah terlalu membiarkan kamu , tidak menegur kamu dengan sifat kamu yang sok lebih dari Raffa suami kamu itu" Shani tertegun apa maksudnya

"Jangan kamu pikir papi gak tau semuanya Shani" tekan Adhitama.

"Semuanya ? apa maksud papi?"

"Oh ya kamu bilang apa tadi? Gak usah ikut campur urusan kamu? Memangnya papi mencampuri apa?"

Shani terdiam sejenak,benar kenapa bisa-bisanya dirinya berkata demikian, disini dirinya yang salah lantas kenapa malah ingin menyalahkan orang lain atas ke cerobohnya sendiri.

"Papi bakal kasih pelajaran kali ini buat kamu agar lebih bisa menghargai suami kamu sendiri kedepannya" ucap Adhitama dengan tegas, Shani melihat kearah Papinya.

"Papi bakal bawa suami kamu pergi!" Ucap Adhitama kemudian pergi meninggalkan shanibyang masih terdiam disana.

Seketika matanya terbuka lebar dirinya baru menyadari sesuatu, dengan tergesa langkahnya menuju ke arah kamar , tidak boleh . Tidak boleh ada yang membawa Raffa dari dirinya, siapapun itu termasuk papinya sendiri.

Brakk

Shani membuka pintu dengan kasar, nafasnya memburu tidak akan dirinya membiarkan Raffa pergi , siapapun nanti yang akan membawanya pergi dirinya akan melakukan apapun agar Raffa tetap ada di jangkauan pandanganya sekalipun harus melawan keluarganya sendiri terutama sang papi.

"Rafffa!"

Shani berteriak mencari di mana keberadaan laki-laki itu, mulai dari kamar mandi ruang ganti semuanya kosong, dimana keberadaan laki-laki itu.

"Raffa!!"

Shani berteriak sampai seluruh keluarganya mendengar teriakkanya. Alveria hanya menatap kakaknya bingung.

Di ruang tengah ada semuanya tengah berkumpul

"Kak Shani" panggil Alveria namun di abaikan oleh sang empu.

Adhitama hanya menatap putrinya dengan datar, mau apa lagi anak itu

"Shanii" langkahnya terhenti kala suara dingin nan datar masuk di pendengarannya.

"Mau kamu cari suami kamu sampai pagi pun gak bakalan ketemu" Adhitama berdiri dari duduknya berjalan mendekat.

"Papi pasti tau dimana Raffa kan!!!" Suara Shani mulai meninggi tidak peduli orang yang berada di hadapannya adalah Papinya sendiri

"Kalaupun papi tau, papi gak bakalan bilang sama kamu diamana suami kamu itu" ucapnya dengan dingin.

Mata Shani melihat ke arah satu-persatu keluarga yang tengah duduk disana , benar dirinya baru sadar tidak ada Zayyan di Antara mereka .
Tanpa berucap apapun Shani langsung pergi meninggalkan mereka.

.......

Tiba-tiba, Dan ....... Dan........ Dan......

Shani terbangun dari tidurnya nafasnya memburu, keringat bercucuran membasahi wajahnya.

"Raffa"

Kemudian dengan terburu-buru Shani berlari pergi entah kemana tujuannya , yang jelas dirinya ingin melihat wajah itu

Perjodohan 2 [<Continue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang