34

122 11 1
                                    

Sudah hampir tiga hari ini badan Shani selalu merasakan lemas dan perutnya yang merasa mual tidak hanya itu terkadang dirinya suka menginginkan hal-hal yang aneh.

Huekkk

Huekkk

Seperti hari hari sebelumnya Shani selalu saja merasa mual dan muntah namun hanya cairan bening yang keluar

"Kita ke dokter ya?!" tawar Raffa seraya mengusap-usap tengkuk Shani untuk mengurangi rasa pusing dan mual

"Aku gak papa, paling cuman kecapean" tolak Shani dan langsung mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang juga Raffa yang selalu setia berada di samping istrinya

"Tapi aku takut kamu kenapa-kenapa Shan, kedokter aja ya!" Bujuk Raffa namun Shani menggeleng

"Peluk!" Pinta Shani manja

Dengan senang hati Raffa merengkuh tubuh Shani di pelukannya. "Manja banget!"

Shani mendusel-ndusel di ceruk leher Raffa mencari kehangatan di sana, tanganya melingkar sempurna di perut sang suami, tiada tempat yang lebih nyaman selain pelukan yang saat ini tengah ia rasakan sekarang.

"Aku jadi ingat sikap kamu yang sekarang jauh banget sama pas waktu pertama kali kita ketemu!"

"Oh ya?!" Shani berpindah tempat sekarang duduk di pangkuan sang suami, tanganya melingkar indah di leher sambil tersenyum

Raffa mengangguk." Kamu masih ingat kan sama pemuda yang bawa motor butut terus kamu senggol sampai jatuh di aspal?" Shani mencoba mulai mengingatnya

"Kejadiannya tepat 2 tahun yang lalu sayang" sekarang Shani mengingatnya saat itu dirinya tengah terburu-buru karena ingin cepat sampai di sebuah cafe bersama teman-temannya namun saat di jalan malah tak sengaja dirinya menyenggol sebuah motor tua

"Iya aku ingat!"

"Kamu juga seharusnya masih ingat sih kalau waktu itu kamu gak mau tanggung jawab dan malah mutarin fakta kalau seolah-olah aku yang salah" ucap Raffa seraya terkekeh

"Kamu marah-marah di tengah jalan karena mobil sport putih kamu kegores sama stang motor aku kan??"

"Terus kenapa? Kamu mau aku sekarang tanggung jawab gitu?" Ucap Shani mengerucutkan bibirnya dan itu terlihat lucu di mata Raffa.

"Engga sayang"

"Dan satu lagi Karna aku kesal sama kamu aku manggil kamu dengan sebutan Tante, masih ingat kan?" Raffa tertawa kala mata Shani melotot kaget ." Kamu ngatain aku tante-tante!! jahad banget" Shani memalingkan wajahnya pura-pura marah

"Kok ngambek?" Raffa mencium bibir Shani sekilas membuat sang empu menatapnya tajam

"Gak ngambek!" Raffa menyukai shani yang mode seperti ini, kecantikannya bertambah jauh berkali-kali lipat.

"Gak ngambek tapi kok cemberut gitu, madep sini dong, gak baik nyuekin suami, dosa tau" terpaksa Shani mengalihkan pandangannya menatap suami jahilnya yang tengah tersenyum manis ke arahnya

"Cantik banget istri aku!" Ucap Raffa menguyel-uyel pipi Shani yang sedikit tembam

"Kalau cantik di-" Shani langsung menutup mulutnya rapat, hampir saja dirinya keceplosan mengatakan hal yang memalukan

"di? Di apa Shan?"

"Ngak ada!!" Shani menyembunyikan wajahnya yang memerah di dada bidang Raffa, Shani merutuki memaki dirinya sendiri

Usapan lembut tangan Raffa di punggungnya membuat dirinya merasakan sesuatu yang ingin lebih. Tangannya mencengkram erat ujung baju Raffa saat perasaan itu mulai tak bisa dirinya kendalikan, keringat mengucur deras di wajahnya saat sesuatu ingin meledak

Berbeda dengan Shani Raffa malah dengan lembutnya terus mengusap punggung istrinya, namun seketika dirinya merasakan dadanya meraskan sedikit panas saat terkena terpaan nafas Shani yang sedikit memburu?

"Sayang kamu kenapa? Kedokter aja aku anterin ya?" Ucap Raffa dengan khawatir saat melihat wajah Shani yang memerah, tanganya mengusap keringat Shani yang lumayan banyak.

"Mass?" Terdengar suara Shani yang sedikit parau

"Akuu!"

"Iya kenapa Shani, bilang sama aku mana yang sakit" shani menggeleng membuat Raffa semakin cemas.

Tanpa aba-aba langsung Shani menarik tengkuk Raffa dengan kasar dan you know lah!!

******

Pada akhirnya Shani menyerah saat Raffa kembali membujuknya untuk pergi ke dokter memeriksa keadaan Shani , kalau bukan karena ancaman suaminya yang terdengar mengerikan mana mungkin Shani mau pergi ke dokter , tempat yang paling dirinya benci

"Ingat kata aku tadi senyum gak boleh cemberut,nanti dokternya takut Sama kamu loh!" Canda Raffa menaik turunkan alisnya, sedari tadi Shani memasang wajahnya dengan tidak enak di pandang.". Berisikkk!!"

Raffa mengengam tangan istrinya sebelum turun. "Raffa sayang banget sama Shani!" Diciumnya kening shani, Beribu kata mungkin tidak akan pernah bisa Raffa ucapkan untuk mengatakan bahwa dirinya benar-benar mencintai bidadari tak bersayap di sebelahnya ini.

Shani tersenyum hatinya berbunga-bunga mendengar pengakuan cinta dari suaminya. "Shani juga sayang banget sama mas suami!" Di ciumannya bibir itu sekilas sebelum mereka benar-benar turun menemui dokter untuk memeriksa Shani.

Sepanjang jalan tangan mereka bertaut tanpa ada niat untuk melepaskanya. Kini Shani dan juga Raffa sudah berdiri di depan ruangan dokter ."Senyum!" Ucap Raffa seraya memberikan contoh dengan tersenyum manis, Shani mengangguk mengikuti suaminya tersenyum.

Cklekk

Pintu terbuka disana terlihat seorang dokter dengan lehernya yang terpasang stetoskop tengah duduk dengan buku di tangannya.

"Selamat siang bapak ibu silahkan duduk disini" sapa dokter dengan ramah, terlihat senyum manis dokter itu tunjukkan dan entah kenapa Shani tak menyukainya

"Terimakasih!"

"Jadi apa keluhanya ?"

"........"

Raffa menyenggol lengan Shani yang malah melihat ke arah dokter itu dengan seksama dengan tatapan dingin

"Shanii" bisik Raffa dengan lembut yang membuat sang empu mengalihkan pandangannya dari dokter cantik itu.

"Apaa?!" Jawab Shani ketus

"Di tanyain sama Bu dokter, keluhannya apa?" Dengan lembut Raffa meraih tangan Shani untuk di genggam ." Mual, pusing, Sering muntah-muntah dan kadang suka lemes dok!" Jawab Shani berusaha meredam kecemburuannya saat sedari tadi dokter itu mencuri-curi pandang ke suaminya.

"Baik silahkan ibu berbaring di sana sebentar!" Dokter itu menunjuk ke arah Barakar yang ada di sana .

Walaupun sedikit kesal namun Shani menurut. Dokter itu mulai memeriksa keadaan Shani dengan pelan.

"Sebentar maaf ya bu " dokter itu meletakkan satu tangan di mulut rahim dan tangan lainnya di perut untuk meraba rahim.

Dokter itu tersenyum setelah selesai memeriksanya.

"Selamat buat bapak dan ibu usia kandungannya sudah memasuki 3 Minggu"

Deg



























SalamRindu^^






Perjodohan 2 [<Continue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang