Setelah sampai dimansion dan mendapat pemeriksaan lebih lanjut pada luka dikepala mereka yang ternyata tak ada luka serius, kini Arvin duduk diam diatas kasur berukuran sedang yang ada di klinik mansion Livingston sembari menunggu Sean membuka matanya.
“Se” Panggil Arvin pelan sembari tangannya yang memegang jari telunjuk Sean.
Arvin merasa bersalah karena membuat Sean seperti ini. Jika saja tadi dirinya tak mendiami Sean juga tak menerima tawaran Sean yang mengajak nya jalan-jalan mungkin sekarang Sean sedang bercanda bersamanya. Arvin menatap Sean yang masih damai dalam pejaman matanya tanpa terusik oleh Arvin yang memainkan gengaman tangannya pada jari Sean.
“Abang Sean” Bisik nya tepat ditelinga Sean.
Arvin yang lelah duduk pun merebahkan tubuhnya menyamping sembari tangannya memaluk tubuh besar Sean. Arvin menyembunyikan wajahnya yang basah pada leher Sean.
“Hiks, maafin Arvin. Arvin nakal” Racau Arvin.
“Ayo abang bangun, maafin Arvin. Abang Sean ndak rindu Arvin? Hikss” Arvin mencoba membangunkan Sean.
Isakan Arvin terdengar lirih, dirinya tak bisa menangis keras karena takut menganggu anggota keluarga Livingston yang berdiskusi diruangan sebelahnya. Beberapa detik ruangan yang didominasi warna putih itu diisi dengan isakan kecil Arvin.
“Sshhh” Ringis Sean saat merasakan nyeri dikepalanya.
Dengan perlahan kelopak mata Sean terbuka dan Arvin belum menyadari itu karena sibuk meredam tangisannya yang tak bisa berhenti. Sean sedikit panik saat mendengar isakan tertahan Arvin.
“Vin, kenapa?” Tanyanya dengan suara pelan.
Arvin tersentak kecil lalu menatap wajah Sean yang juga sedang menatapnya. Arvin mencibikkan bibirnya kebawah lalu setelahnya tangisan Arvin terdengar keras sampai membuat anggota keluarga Livingston berlari panik kekamar tempat Arvin.
“Aduh cup cup. Jan nangis, mana yang sakit?” Ucap Sean dan mengira Arvin menangis karena merasa sakit pada kepalanya. Dengan perlahan Sean membawa Arvin pada pelukannya setelah mendudukkan tubuh mereka dengan tangannya yang mengusap pelan punggung Arvin.
Bukannya berhenti tangisan Arvin semakin menjadi membuat keluarga Livingston yang baru saja datang menghampiri keduanya mendekat dengan wajah panik.
“Arvin kenapa?” Tanya Vera. Tangan lentiknya mengusap lembut kepala Arvin.
“Hiks m-maafin Arvin” Ucap Arvin setelah meredakan sedikit tangisannya.
Sean maupun Vera yang tak paham menyerngit bingung. Sedangkan Erlan, Brian, Ricky, Melvin, Serta Rayyan menunggu jawaban Arvin penasaran tapi tertutupi wajah datar mereka. David, Robert, juga Vero tak ada diruangan itu mereka sedang dimarkas mengurus sesuatu.
“Kenapa minta maaf hmm” Ucap Sean lembut.
Arvin melepaskan pelukan mereka lalu menatap Sean dengan wajah merahnya. Setelah meredakan tangisannya Arvin berucap pelan.
“Maaf Arvin nakal buat Sean luka” Jari kecil Arvin menunjuk tepat pada kening Sean yang terbalut perban.
“Arvin kan juga luka” Ujar Sean ikut menunjuk kening Arvin.
“Tapikan nggak separah Sean. Tadi Sean juga boboknya lama, sedangkan Arvin kan nggak” Ucap Arvin membuat Sean tersenyum ganteng.
“Udah nggak papa, sekarang Sean kan udah bangun” Ucap Sean mencoba menenangkan Arvin.
“Iya. Maafin Arvin ya Sean”
Arvin menatap Sean dengan mata basahnya juga wajahnya yang memerah dengan sisa air mata dipipi berisi Arvin. Semua orang yang ada diruangan menahan gemas mereka dengan menggigit pipi dalam mereka. Bahkan Vera yang sedari tadi menyimak meremat kuat bedcover agar tak kelepasan. Sean yang ditatap Arvin mengangguk dengan terbata.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARVIN (END)
FanfictionHanya seonggok cerita kehidupan seorang GARVIN REVIANO AVRAM yang menjalani pahitnya kehidupan tanpa adanya orang tua dan hanya ditemani oleh sahabat Arvin yang sudah dianggapnya keluarga dengan dibumbui konflik ringan. Awalnya berjalan lancar sebel...