Bab 32 | Tangisan keduanya

1.7K 187 30
                                    

"Sa dokter udah minta lo buat berhenti sekolah," tukas Adrian memberitahu karena tidak mau membuat Mahesa terus merengek minta masuk sekolah.

Mahesa menghela nafas. Sebenarnya Mahesa sudah menduga hal ini karena mendengar percakapan Della dengan Adrian waktu dirumah sakit.

"Bang banyak hak yang harus gua beresin dulu, terutama tentang sahabat-sahabat gua," balas Mahesa.

Hubungan dengan sahabatnya tidak kunjung membaik. Mahesa ingin hati nya tenang setidaknya ia bisa fokus menjalani pengobatan yang teramat menyakitkan baginya, tetapi jika hubungannya dengan sahabat cowok nya tidak membaik membuat Mahesa banyak pikiran dan menghambat pada pengobatannya.

"Gua udah jelasin kan semua nya sama lo, Bang? Gua mau mereka nerima gua lagi, gua gak mau di pandang buruk lagi karena masalah gua sama Shabira waktu itu. Terlepas dari gua yang minta maaf sama Shabira gua juga harus minta maaf sama mereka dan gua juga mau ngelurusin masalah gua sama Satria tentang perasaan Satria ke Shabira," tukas Mahesa panjang lebar, Adrian mendengarkan dengan baik.

"Boleh gak gua sekolah dulu?" sambungnya.

"Tapi sampe jam sepuluh, ya? Setelah jam istirahat lo gua jemput." Tanpa berpikir lagi Mahesa mengangguk penuh semangat.

"Setelah ini janji mau lebih nurut sama gua?"

"Iya Abang janji gua bakal nurut sama lo sama Kak Dell juga," balas Mahesa.

Ini lah Adrian tidak tega menolak apapun keinginan Mahesa. Saat ini Adrian hanya berharap Mahesa akan baik-baik aja.

"Bang.. kalau gua cerita soal Malika ke Shabira gimana ya?" Tiba-tiba saja Mahesa membahas Malika lagi.

"Kalau lo udah berdamai sama masa lalu silahkan lo cerita, setidaknya biar hubungan lo sama Shabira membaik lagi, kan? Tapi kalau lo mau bahas Malika tentu lo harus bahas tentang penyakit lo juga, kenapa? Karena kalau lo terus menyembunyikan satu masalah sama orang yang lo sayangi itu bakal jadi pikiran lo sendiri, gak akan tenang yang akhirnya satu pihak akan ngerasa di bodohi, di khianati bahkan di anggap keberadaanya hanya angin lalu. Lo mau Shabira menganggap lo kayak gini?" ucap Adrian panjang lebar dengan di akhiri pertanyaan menegas.

Mahesa menggelengkan kepalanya. Mahesa ingin Shabira mengetahui sakitnya hanya saja Mahesa takut Shabira meninggalkannya.

"Kalau lo berpikir Shabira gak mau nerima sakit lo maka lo salah."

"Bang.."

"Heum??"

"Gua siap terbuka sama Shabira tapi sama sahabat-sahabat gak dulu ya, Bang. Gua gak mau di anggap memanfaatkan situasi di saat gua sama mereka gak baik-baik aja." Adrian mengusap surai Mahesa pelan karena rambut Mahesa sudah mulai rontok bahkan sekarang rambut Mahesa sudah terbilang tipis.

Adrian tersenyum miris melihat telapak tangannya ada beberapa helai rambut Mahesa. "Rontok ya, Bang?"

"Gak papa, lo tuh mau digimanain juga tetep cakep," kekeh Adrian tentu saja paras Mahesa memang ganteng menurut banyak orang.

"Kalau gua botak gimana ya, Bang? Lucu mungkin kayak di Ipin," kekeh Mahesa membawa enjoy hal sensitif seperti ini.

"Heeh gua Upin nya." Dengan enteng Adrian membalas jokes Mahesa.

"Bang Kak Dell bawa buah pir banyak kan? Gua mau deh," pinta Mahesa.

"Ada. Cewe gua kayak habis panen saking taunya kalau ade pacarnya suka sama buah pir, lo duduk sini biar gua potongin dulu," tukas Adrian bangkit dan berjalan menuju dapur.

"Adrian terbaik emang."

***

Kak Della
|De, Bang Ad otw kerumah kamu. Ada hal yang mau Hesa bahas tapi Hesa belum bisa keluar rumah, kamu mau ya? Dijemput Bang Ad langsung.|

Garis Semesta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang