***
Shabira membuka kedua matanya dengan pelan-pelan tanpa sadar air matanya kembali mengalir dengan sangat deras. Shabira terisak saat tangannya di genggam oleh Naina, Shabira melirik dan menatap Naina dengan tatapan putus asa. Kini mereka berdua berada di salah satu kamar yang ada di rumah ini.
"Naina.."
"Hei its oke," balas Naina membantu Shabira merubah posisinya menjadi duduk dengan sigap Naina memeluk Shabira. Naina tahu Shabira pasti membutuhkan pelukan yang bisa membuatnya nyaman. Tangis Shabira kembali terdengar di setiap sudut kamar ini.
Tidak hanya Shabira, Naina juga tidak bisa membendung air matanya. Mengingat bahwa mereka telah kehilangan sahabat yang tidak akan pernah mereka lihat lagi dimuka bumi.
"Nai.. Hesa.. tadi buka Hesa, kan? Hesa gak mungkin ninggalin gua kan, Nai? Hesa janji mau pulang dan cari gua bukan pulang dan buat gua sakit," isak Shabira dengan suara yang gemetar, Naina mengusap punggung Shabira dengan pelan sebelumnya Naina sudah menyeka air matanya.
"Ra, Hesa udah berjuang dengan sebisa yang dia mampu. Tapi ketentuan Tuhan tetaplah ketentuan yang pasti yang terbaik untuk umatnya. Jika memang urusan dunia Hesa udah beres, kita hanya bisa berusaha buat ikhlas, ya?" Shabira menggelengkan kepalanya, ia tetap tidak akan bisa tentang mengikhlaskan.
Perasaan Shabira terguncang saat secara mendadak mendengar kabar Mahesa yang sudah tiada padahal Shabira sangat berharap Mahesa pulang dengan kesembuhan yang sudah menjadi harapan keduanya.
"Nai.. gak mau, gua mau Hesa. Hesa udah janji.."
Ceklek
"Shabira," pekik seseorang yang tidak lain adalah Della yang tergesa-gesa mendekat ke arah keduanya.
"Kak Della.." isak Shabira. Della menyimpan tasnya asal dan merengkuh tubuh Shabira dengan erat. Della dengan Shabira memang sudah sangat dekat seperti halnya adik kakak karena semenjak Adrian dan Mahesa ke Jerman, Della lah yang sering menemani Shabira begitu juga sebaliknya.
"Stttt gak papa cantiknya Kakak nangis aja gak papa. Keluarin semua sakit, sedih dan kecewa kamu setelah kamu tenang kita lihat Mahesa. Oke?" tanya Della yang di angguki Shabira dengan pelan.
"Kak.. aku gak mau kehilangan Hesa. Udah cukup menunggu dan menanti buat aku sesak, aku gak mau merasa kehilangan yang jelas sakitnya lebih luar biasa." Della tidak menjawab perkataan-perkataan Shabira lagi karena Della juga merasakan hal yang sama. Sebagai salah satu orang yang dekat dengan Mahesa juga, Della merasakan akan sesaknya menjadi Shabira. Mungkin memang tidak sesesak Shabira, hanya saja tidak ada orang yang siap akan kehilangan seseorang yang mereka sayangi.
Mahesa memang telah berjuang dengan sebisa mungkin dan mungkin saja kepergiannya bukan keinginan Mahesa. Bisa saja Mahesa masih ingin berada di bumi, berada di samping orang-orang yang menyayanyinya. Terlebih disamping Adrian.
Dan Adrian berada di posisi yang benar-benar kehilangan Mahesa. Sebagai seorang Kakak, Kakak mana yang mau di tinggalkan oleh adiknya lagi? Terlebih Adrian sudah pernah merasakan posisi seperti ini sebelumnya.
"Ini sakit banget, Om. Du..lu sakitnya gak seperti ini," gumam Adrian menatap raga adiknya yang benar-benar sudah tidak bernafas. Sofyan merangkul tubuh Adrian yang sedari tadi tidak mau meninggalkan adiknya.
"Om tahu, Nak. Om tahu."
Kini, Adrian memang tidak mengeluarkan air mata lagi hanya saja sesaknya lebih terasa saat ia tidak mengeluarkan air mata. Memang sudah seharusnya tangisan itu jangan di tahan, karena itu akan jauh menyakitkan. Begitu juga dengan Adrian.
"Om.. selama ini aku ikhlas sangat ikhlas. Ikhlas dengan apa yang terjadi akan hidup kita. Tapi jika kini waktunya aku harus mengikhlaskan Mahesa, aku gak bisa, Om," ucap Adrian lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta | END
Ficção Adolescente"Bang, Malika ngajak gua pergi sama dia. Tapi kalau gua ikut sama dia, lo gimana?" tanya Mahesa. "Jangan pergi, Sa. Disini aja, sama Abang. Start 24 November 2022