Bab 42 | Kesedihan

1.6K 166 28
                                    

***

Shabira menghampiri Adrian yang baru saja mengobrol dengan dokter yang menangani Mahesa. Dari sorot muka Adrian, Shabira bisa menangkap bahwa kondisi Mahesa memburuk. Shabira berharap pikirannya salah, tentu saja.

"Bang, gimana Mahesa?" tanya Shabira yang di balas gelengan kepala oleh Adrian.

"Bang.."

"Turun, Ra. Kondisi nya beneran turun, di tambah syok karena Reihan pergi," gumam Adrian yang sangat kalut setelah mendengar banyak penjelasan dari dokter nya Mahesa, bahkan banyak hal yang sebenarnya asing di pendengarannya karena wajar Adrian juga masih seorang Mahasiswa yang terpaksa menjadi wali nya Mahesa .

"Kamu minum dulu, Bang." Shabira menjulurkan botol air mineral kepada Adrian.

"Thank, Ra." Shabira mengangguk pelan.

"Kita udah bisa keruangan Mahesa?"

"Ayo."

Shabira dan Adrian berjalan beriringan untuk kembali keruangan Mahesa yang tidak terlalu jauh dari ruangan dokter Wiliam tadi. Keduanya saling membeku tidak ada lagi obrolan di antara mereka.

Hingga Shabira merasa bahwa hp nya terus bergetar dan berinisiatif untuk membuka nya terlebih dahulu.

Satria Aryaguna
|Ra, Hesa sebenarnya kenapa?|
|Gua rasa banyak yang gak beres tentang ini. Lewat lo sekarang gua bertanya, ada apa?!|
|Sebagai sahabat, gua gak mau kehilangan lagi.|

Shabira Ayu
|Satria gua pasti cerita, kok. Tapi lihat situasi sekarang gua gak tega, gua mau lo tenang dulu, mereka juga. Percaya sama gua, ya? Gua atau pun Mahesa pasti cerita.|

Satria Aryaguna
|Oke, gua percaya.|
|Ra, Rei mau dibawa pulang gua sama anak-anak mau langsung ikut kerumahnya. Lo mau gimana?|

Shabira Ayu
|Bukan gak mau ikut, Sat. Tapi Mahesa gimana? Di sini cuma ada Bang Adrian, kondisi Bang Adrian juga gak baik buat di tinggal. Bang Adrian capek sama semuanya, Sat. Tapi semesta mendukungnya buat kuat.|

Satria Aryaguna
|Mahesa se-gak beres itu, Ra? Ternyata banyak hal yang gak gua tau. Tapi yaudah gua bakal tunggu lo cerita. Lo di sini aja temenin Bang Adrian sama Mahesa, Reihan pasti maklumin kok.|

Shabira Ayu
|Iya, Satria.|
|Jaga Reva:(|

Satria Aryaguna
|Siap. Jangan lupa istirahat, Ra. Lupain dulu semua yang menimpa kita, ada hari esok yang menuntut kita jauh lebih kuat ya terlebih buat Reva.|

Ceklek

"Ayo, Ra," ajak Adrian membukakan pintu untuk Shabira.

"Makasih, Bang."

Adrian menghampiri Mahesa yang tertidur di atas brankar dengan pernafasan yang sudah dokter pasangkan, muka itu terlihat sangat pucat bahkan jauh lebih pucat dari sebelumnya.

"Ra, Reihan gimana? Mau di pulangin kapan?" tanya Adrian ingat bahwa mereka juga sedang berduka.

"Rei pulang sekarang, Bang. Kalau untuk di makamin kayaknya besok pagi."

"Mahesa pasti nyesel kalau gak datang ke pemakaman Reihan, Ra," gumam Adrian yang masih terdengar oleh Shabira.

"Menurut kamu gimana? Sedangkan keadaan Mahesa gak mungkin untuk datang kan, Bang," lirih Shabira kembali berkaca-kaca. Adrian berjalan ke arah balkon yang memang ada di ruangan ini, Shabira mengikuti.

"Ra, Hesa pernah cerita ke gua kalau Reihan itu satu-satunya di antara mereka yang gak pernah marah sama dia. Mungkin pernah, tapi marahnya hanya diam tanpa ada satu kata atau kalimat yang keluar dari mulut Reihan yang nyakitin perasaan Mahesa," jelas Adrian menatap langit yang malam ini di penuhi bintang.

Garis Semesta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang