Bab 50 | Dia Kembali

2.7K 158 23
                                    

Naina kebingungan melihat Shabira tidur dengan keadaan menangis. Karena khawatir Naina pun duduk di samping Shabira dan mengguncangkan bahu sahabatnya pelan.

Rupanya tidak semudah itu Naina membangunkan Shabira. Naina semakin khawatir melihat Shabira yang menangis dalam tidurnya.

"Ra.. bangun, Ra. Heh lo kenapa?" tanya Naina mengguncangkan tubug Shabira dengan kencang agar Shabira cepat bangun dalam tidurnya.

"Ra jangan bikin gua khawatir. Hei lo kenapa?" tanya Naina saat Shabira membuka matanya, Shabira bangun dengan cepat mengganti posisinya menjadi duduk. Seakan kebingungan dengan posisinya, Shabira melirik setiap sudut kamar kos-nya.

Bukan, Shabira seharusnya tidak berada di sini.

"Shabira Ayu?" Naina menepuk kedua tangannya untuk membuyarkan rasa bingung yang Shabira rasakan.

"Lo kenapa?" Tidak lelah menanyakan hal yang sama Naina memegangi kedua bahu Shabira. Dengan gerakan pelan Shabira menatap kedua mata Naina, tidak ada bekas tangisan di kedua mata Naina.

"Mimpi buruk? Lagi?" Shabira menunduk dan menangis terisak-isak, seakan paham apa yang telah terjadi pada Shabira, Nainapun memeluk Shabira.

Bukan satu dua kali Shabira seperti ini. Itu lah yang membuat Naina tidak bisa tenang meninggalkan Shabira sendirian di kos-annya.

"Nai.. Hesa pergi, ya? Hesa ingkar janji sama gua," kata Shabira terisak dalam pelukan Naina.

Naina tidak bereaksi apapun, tangannya masih anteng merengkuh tubuh Shabira dan mengusap punggung Shabira untuk menenangkan tangisan Shabira yang sangat menyakitkan bagi siapapun yang mendengarkan.

Apa sedalam ini rasa rindu yang Shabira rasakan? Tidak, Mahesa masih ada. Shabira hanya membali tersakiti oleh mimpinya sendiri, mimpi yang sering berulang-ulang hadir ke dalan mimpinya Shabira.

"Ra.."

"Mahesa gak pergi." Shabira diam, menahan isakannya. Melepas pelukan Naina dan menatap Naina dengan rasa sakit yang sedang Shabira alami.

Naina menggelengkan kepalanya, tersenyum tipis. "Hei, Mahesa gak pergi. Mahesa gak ninggalin lo, Ra. Gak ninggalin kita semua. Lo mimpi buruk lagi?"

"Udah, gua peluk lagi sini," ajak Naina dan memeluk Shabira lagi, tangisan Shabira kembali terdengar.

"Nai.. jadi gua cuma mimpi? Hesa gak pe-- gua kangen, Nai. Gua kangen Mahesa, gua---

"Ra, berhenti nangisnya dulu, oke? Gua mau cerita," ucap Naina. Shabira menganggukan kepalanya, setidaknya perasaanya kini tenang. Rupanya, Mahesa tidak pergi meninggalkannya. Hanya mimpi jahat yang membuat Shabira seperti ini.

Naina mengusap air mata di kedua pipi Shabira. Wajah Shabira sangat merah dengan kedua matanya yang sembab. Naina jadi paham bertapa sakitnya mimpi yang masuk ke dalam tidurnya  Shabira.

"Ra.. jangan sedih-sedih terus, ya?"

"Gimana caranya gua gak sedih, Nai. Setiap harinya gua harus ketakutan, takut dengan kabar yang sama sekali gak mau gua denger," lirih Shabira.

"Kabar kalau Mahes---

Shabira menganggukan kepalanya.

"Ra, pikiran lo cuma mengarah pada hal yang negatif lo pikiran lo gak mengarah pada hal yang positif itu yang membuat lo sakit. Sekarang gua tanya, pernah gak lo mikir dan bertekad bahwa Mahesa itu bakalan sembuh dan akan pulang lagi ke Indonesia?" tanya Naina. Shabira terdiam.

"Enggak, kan? Setiap harinya lo cuma ketakutan, takut Mahesa pergi. Padahal yang selama ini kita tahu Mahesa itu kuat. Jadi udah ya, Ra. Udah sedihnya, percaya sama gua kebahagiaan akan segera datang," tukas Naina dengan berbinar.

Garis Semesta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang