***Adrian lah yang meneriaki panik adiknya yang sudah terlihat terkulai lemas di lantai dengan darah mimisan yang berceceran sangat banyak. Adrian berlari menghampiri Mahesa untuk mengecek keadaan Mahesa, Mahesa sendiri sadar bahwa Adrian lah yang menghampirinya dengan rasa khawatir.
"B-ba-ng.." gumam Mahesa saat Adrian memegang salah satu bagian tubuhnya. Tanpa babibu lagi Adrian menggendong Mahesa di punggungnya yang untungnya ternyata Hersa juga menyusul Adrian ke sekolah untuk itu Hersa membantu menahan tubuh Mahesa agar tidak jatoh tidak lupa menutupi kepala Mahesa dengan jaket karena darah yang keluar dari lubang hidung Mahesa akan menjadi sebuah tanda tanya jika ada orang yang melihat mereka.
Mahesa menggeratkan pengangannya pada Adrian sembari mengumamkan kata maaf. Mahesa merasa bersalah telah berbohong kepada Adrian dan membuat Adrian kembali khawatir kepadanya.
"Hati-hati, Ndri. Tenangin diri lo," tegur Hersa saat Adrian berjalan dengan tergesa-gesa. Yang membuat Hersa khawatir itu Adrian yang tidak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri, berjalan tergesa-gesa bisa saja membuat Adrian tersungkur bukan?
Tidak memperdulikan teguran Hersa, Adrian tetap berjalan tergesa-gesa menuju mobilnya yang terparkir di depan sekolah Adrian.
Hersa membantu Adrian untuk membukakan pintu mobil tersebut dan Adrian memasukan Mahesa ke dalam mobil penumpang membaringkannya di sana. Kedua mata Adrian sudah berkaca-kaca saking kalutnya tapi tidak berani menatap Mahesa. Adrian seakan menghindar dari wajah Mahesa.
"Biar gua yang nyetir mobil gua gampang," ucap Hersa menyambar kunci mobil Adrian dan mengelilingi depan mobil untuk masuk kebangku pengemudi.
"Pengangi Mahesa takut jatoh, Ndri," kata Hersa melirik dari kaca spion.
Mengalahkan egonya sendiri Adrian merengkuh tubuh Mahesa. Adrian marah sebenarnya tetapi rasa marahnya kalah oleh rasa khawatir dengan keadaan Mahesa.
Melihat Mahesa menahan sakit sendirian membuat Adrian sesak. Seakan tidak ada yang perduli dengan adiknya? Adrian mengumpati sahabat-sahabat Mahesa tentu saja.
Adrian bisa merasakan isakan kecil dari mulut kecil Mahesa. Ntah karena tubuhnya yang sangat sakit atau karena merasa bersalah kepada Adrian.
"Stt udah jangan nangis," lirih Adrian mengusap bahu Mahesa yang bergetar.
"Gua sendirian, Bang. Ta-di sendiri." Adrian mengigit bibir bawahnya rasanya tidak kuat mendengar rintihan Mahesa.
"Sekarang ada gua.."
"Lo marah.." Adrian tidak membalas karena nyatanya dirinya memang marah tapi bukan berarti ia harus blak-blakan bilang bahwa ia marah bukan?
Mahesa meremas kaos yang sedang di pakai Adrian untuk melampiaskan sakit yang Mahesa rasakan di tubuhnya.
"Her percepat," pinta Adrian kepada Hersa. Hersa menganggukan kepalanya. Keadaan jalanan sedang macet membuat Hersa greget karena jalan menuju rumah sakit macet.
"Jalan pintas," gumam Hersa.
Adrian terus mengusap punggung Mahesa untuk menenangkan Mahesa yang terus panik karena dadanya yang kini terasa sakit bahkan sesak. Darah kembali mengalir dari lubang hidungnya, dua kali dalam satu waktu Mahesa mengalami mimisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Semesta | END
Teen Fiction"Bang, Malika ngajak gua pergi sama dia. Tapi kalau gua ikut sama dia, lo gimana?" tanya Mahesa. "Jangan pergi, Sa. Disini aja, sama Abang. Start 24 November 2022