Bab 39 | Belajar Ikhlas

1.5K 169 37
                                    

***

Adrian menatap Mahesa dengan tatapan putus asa. Mahesa yang merasa di tatap dengan penuh ke putus asaan hanya bisa menunduk sambil mengenggam jemari Shabira yang ada di sampingnya.

"Sa?" tanya Adrian dengan suara lirih. Mahesa tidak membalas panggilan Adrian, ia cukup menyadari bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang membuat Adrian kesal.

Di tangan kirinya sudah terpasang kembali jarum infus bahwa Mahesa mendapat teguran langsung dari dokter Wiliam, menjadi dokter yang memegang penuh tanggung jawab akan kondisi pasiennya tentu membuat dokter Wiliam kalang kabut saat mendengar bahwa Mahesa tidak ada di ruang rawatnya.

"Pindah dulu yuk ke brankar," ajak Shabira dengan pelan mengusap lengan Mahesa pasalnya mereka masih duduk di sopa bahkan saat suster memasang infus pun mereka duduk di sopa.

Shabira membantu Mahesa untuk berdiri dan berjalan ke arah brankar yang tidak jauh dari sopa yang ada diruangan itu, tetapi langkah Mahesa semakin pelan.

"Ken--- Bang Adri!" pekik Shabira saat tidak bisa menopang tubuh Mahesa yang hampir terkulai lemas di lantai jika tidak Shabira tahan.

Adrian mendekat dengan cepat dan mengambil alih tubuh Mahesa. Dengan kekuatan yang Adrian punya, Adrian memangku Mahesa dan memindahkan tubuh Mahesa langsung ke brankar.

"Ra, panggil dokter!" Shabira mengangguk dan berlari ke luar ruangan padahal di sana sudah ada tombol untuk memanggil dokter, rupanya Adrian tidak sabaran.

"Sa?" Adrian mencondongkan tubuhnya untuk lebih jelas melihat kesadaran Mahesa yang sudah menipis.

Jemari tangan Mahesa seakan sedang mencari pengangan, dengan tanpa berpikir Adrian memegang jemari itu dengan lembut. "Hei.. ini gua, jangan panik, ya?" lirih Adrian. Jika kondisi Mahesa sudah seperti ini Adrian selalu takut, mulai sekarang satu detik bersama Mahesa itu berharga, sangat.

Adrian melihat Mahesa tersenyum tipis walau nyatanya kening itu mengerut menahan rasa sakit belum lagi keringat yang menetes membasahi tubuh Mahesa. "Apa yang sakit? Semuanya sakit? Maafin gua, ya? Maaf, Sa. Maaf," gumam Adrian bergumam tepat di telinga kanan Mahesa.

Mahesa mengeluarkan air mata, dalam hatinya Mahesa menjerit bahwa sakitnya bukan karena kesalahan Adrian. "Ba..ng.." Mahesa meremas jemari Adrian.

"Iya?" Mahesa memejamkan matanya. Rasanya sudah sangat melelahkan jika setiap hari harus merasakan sakit, untuk menyerah pun Mahesa tidak sanggup.

"Sakit, ya? Tunggu dulu sebentar," lirih Adrian mengusap puncak kepala Mahesa.

"Jang--

"Nggak Abang gak marah, udah, ya? Jangan di pikirin, Abang gak marah tapi janji harus baik-baik aja ya, Sa?" Mahesa menganggukan kepalanya pelan.

"Kenapa dokternya lama banget," umpat Adrian.

Tidak lama kemudian dokter Wiliam masuk dan langsung memeriksa kondisi Mahesa dengan cepat. Tidak terlalu lama tapi memakan waktu untuk Adrian yang sudah tidak sabar mendengar kondisi adiknya.

Jika Mahesa kenapa-kenapa lagi, Adrian tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. "Ndri, kenapa?" tanya Della dengan wajar bingungnya melihat kekasihnya dan Shabira berada di luar ruangan dengan wajah yang sedih.

Garis Semesta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang