Bab 24 | Berantem hebat

1.9K 177 25
                                    

~Garis Semesta~
Lee Heeseung
S

etelah aksi pingsannya di depan pintu rumah Adrian langsung membawa Mahesa kerumah sakit dengan tergesa-gesa. Adrian tahu Mahesa ikut turnamen basket? Tentu saja tidak karena setelah pertandingan selesai Mahesa mengganti baju teamnya dengan pakaian seragam SMA biasa membuat Adrian tidak curiga sama sekali.

Tidak lupa Adrian pun memberitahu hal tersebut kepada Shabira dan Shabira menyusul kerumah sakit ditemani oleh Keisya berhubung Hersa juga ada dirumah sakit tentu karena kabar dari Adrian.

"Abang mau kemana?" tanya Shabira saat melihat Adrian akan melangkah pergi dari depan ruang rawat Mahesa.

"Nyusul Hersa." Shabira mengangguk paham dan membiarkan Adrian hengkang jika di lihat dari wajah Adrian, Adrian terlihat kebingungan bercampur rasa khawatir.

"Lo masuk aja temenin Mahesa."

"Iya, Bang."

"Kei ayo," ajak Shabira.

Ceklek

Keisya menoleh ke arah Shabira. "Senyum, oke? Jangan sedih-sedih kan nanti Mahesa sehat lagi tadi aja mainnya keren banget," tukas Keisya menghibur Shabira.

Shabira mengangguk pelan.

Kedua perempuan itu masuk kedalam ruang rawat Mahesa. Terlihat tubuh Mahesa yang terbaring lemah dengan alat infus yang sudah menempel di punggung tangan kiri Mahesa, belum lagi alat bantu pernafasan di sana. Sebelum kehilangan kesadarannya, Mahesa sempat sesak nafas yang untungnya langsung di hampiri Adrian.

Shabira mengepalkan kedua tangannya, apa ia akan sanggup melihat Mahesa yang akan terus seperti ini? Keisya peka, Keisya mengusap bahu Shabira dengan pelan.

"Hesa kemarin baru aja sehatan, Kei. Sekarang udah gini lagi pake alat pernafasan juga, sebenarnya Hesa kenapa ya.." lirih Shabira dengan perasaan yang sudah campur aduk.

"Ada gua, Ra. Nanti ada Naina, ada Reva juga. Oke?" Shabira menunduk sekilas untuk menyeka air matanya yang menetes kembali.

"Senyum, Ra?" Shabira mengangguk dan tersenyum tipis. Shabira terus membawa langkahnya mendekat kearah Mahesa dan mengenggam tangan kanan Mahesa yang terbebas infus.

Tangan itu terasa dingin.

"Bubuu." panggil Shabira.

"Tadi masih baik-baik aja, loh," sambung Shabira memandang wajah tampan Mahesa. Siapa yang tidak mengagumi karya Tuhan ini, pahatan diwajah Mahesa sangat lah sempurna bagi Shabira.  Shabira sadar bahwa di dunia ini tidak ada yang sempurna, tapi baginya Mahesa kesempurnaanya walau nyatanya kesempurnaan hanya milik Tuhan.

Sebenarnya Mahesa sudah sadar sejak Shabira mengenggam tangannya, Shabira saja yang tidak sadar. "Ra, itu Hesa sadar," ucap Keisya.

"Hei," sapa Mahesa dengan suara serak dan pelan sebenarnya.

"Kamu sadar? Alhamdulillah," lirih Shabira berusaha untuk bisa tersenyum, setidaknya di depan Mahesa.

"Jangan sedih loh, aku gak kenapa-kenapa, Bubie.." Shabira mengangguk pelan.

"Minum dulu.." Shabira mengambil air yang sudah tersedia di nakas, dengan perlahan Shabira membantu Mahesa untuk minum menggunakan sedotan tentunya.

"Makasih."

"Apa yang sakit?" Setelah menyimpan kembali gelas itu pada tempatnya.

"Enggak ada," balas Mahesa. Tentu saja itu suatu kebohongan Mahesa, jika jujur Mahesa merasakan badannya lemas, belum lagi dengan kepalanya yang sangat pusing dan sakit. Tapi karena melihat wajah khawatir Shabira, membuat Mahesa tidak tega.

Garis Semesta | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang