TEMD [15]

13K 1K 26
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak🩵💙

{🎶Overture - Vincent Diamante}

Dua minggu berlalu, posisi bunga ajaib yang konon dapat menyembuhkan segala penyakit masih belum dapat ditemukan. Seiring dengan berjalannya waktu, kondisi fisik Viora sudah semakin melemah dan entah kapan gadis itu akan menutup matanya kembali. Beberapa kali Viora mengeluarkan darah berwarna merah kehitaman dari mulutnya. Jika seperti itu, kemungkinan racun itu sudah sampai pada jantungnya.

Mereka tidak bisa mencari tempat yang nyaman dan aman, makan makanan hangat dan sehat. Mereka tidak bisa mencari obat atau apapun untuk meringankan keadaan Viora.

Eric semakin cemas dengan keadaan Viora, ia duduk di samping Gadis itu dan memegang tangan Viora yang dingin. Viora hanya tersenyum. Dadanya terasa sangat sakit. Rasanya seperti jantungnya hendak dirobek-robek.

"Ben, apa yang kau lakukan?" Ben hanya diam sambil menatap Viora. Entah kenapa otaknya mendadak tidak bisa digunakan. Sudah sejauh ini dan bunga itu tidak ditemukan. Bahkan sarang singa kembar itupun tak bisa mereka temukan.

"Berikan mana mu!" bentak Eric.

"Ini tidak ada gunanya!" Ben tidak terima Eric membentaknya.

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

Hal ini sudah terjadi sejak kemarin. Awalnya, mereka masih dapat memperbaiki keadaan Viora, tapi seiring berjalannya waktu usaha mereka semakin sia-sia karena racun sudah semakin menyebar.

"Kita harus segera menemukan bunga itu." ucap Ben pelan.

Ia juga ragu, tidak yakin apakah bunga itu benar-benar ada atau hanya mitos belaka.

"Bunga itu, sepertinya... tidak ada." ucap Viora tersengal-sengal.

"Viora, jangan bicara. Kami pasti akan mendapatkan bunga itu."

Viora tidak bicara lagi. Bukan karena menuruti perintah Eric. Ia hanya tidak ingin terlalu berharap. Lagipula mati sekarang atau nanti juga pasti sama saja. Ia memejamkan matanya. Rentetan ingatan yang muncul di kepalanya layaknya film tragedi yang diputar.

"Kamu hanya anak haram, ini salah ibumu yang kotor itu karena melahirkanmu. Bukankah lebih menyenangkan jika kamu segera mati?"

"Aku tidak memiliki anak sepertimu. Kau sama sekali tidak berguna."

"Kau hanya harus mati dengan tenang."

Viora tersenyum getir. Iya, dirinya memang harusnya tidak hidup sejak awal. Atau mati saat masih bayi sepertinya cukup melegakan. Sejak ingatannya bisa bekerja, semua orang menyuruhnya mati.

Viora melihat wajah pembunuh bayaran itu. Kedua mata tajamnya bahkan sanggup menusuk ke dalam dirinya. Pria ini seharusnya menjadi aktor saja daripada pembunuh.

The Empress Must Die [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang