Extra Part 2: Kejadian kala itu

499 21 0
                                    

"Hitam dan Putih, katanya."

Happy Reading!💌

Uap panas yang berasal dari cangkir putih bercorak itu tidak mengganggunya. Matanya terus membaca buku catatannya yang tipis. Tidak ada hal yang begitu penting. Hanya membaca tulisan lamanya yang ia temukan.

Ia tersenyum pahit. Ia tidak menyangka, apa yang ia baca sekarang adalah masa lalunya. Lampau dan nyaris ia lupakan jika tidak membacanya lagi.

Beberapa kali ia tertawa miris ketika mengingat ingat hal yang banyak ia lakukan. Penuh tawa dan keceriaan. Kehangatan. Entah kenapa ia sangat benci dengan itu.

Bahkan, karena itulah sekarang ia berada. Di salah satu ruangan dokter. Dengan sang pemilik ruangan terbaring karena ia menyuntikkan obat tidur. Semoga dia tertidur nyenyak dan membiarkannya menjalankan apa yang ia rencanakan.

"Terima kasih, Pak. Setidaknya kau membantuku untuk hal ini."

Tanpa pikir panjang, segera ia ambil jas putih dari tubuh pria yang tergeletak itu. Melihat data seseorang yang ia cari. Tidak ia sangka ini akan semudah itu.

Jika bertanya, bagaimana dengan cctv disana, tenang saja. Ia sudah mengamankan semua hal yang dapat dijadikan barang bukti. Sidik jari, bau parfum dan lain-lain.

Segera ia keluar dari sana dan membawa peralatan yang sudah tersedia. Ia sudah mempunyai alasan saat orang bertanya siapa dirinya.

"Aku Song Yu Jung. Aku baru dipindahkan kemari. Salam kenal!" sapanya dengan ramah pada dokter lain beberapa waktu lalu.

Ia yakin ini akan mudah dan sesuai rencananya selama berbulan-bulan. Dengan wajah berseri, senyuman yang selalu ia berikan, kata-kata lembut, itu bisa menipu siapapun. Caranya berbaur, akan membuat orang tidak yakin siapa dirinya suatu saat nanti.

"Aku ada di dalam. Menggemaskan sekali melihatnya tidur dengan nyenyak. Berapa lama aku pergi sebenernya, ya?" ujarnya senang dengan pemandangan menenangkan di hadapannya.

"Jadi, kau akan berubah pikiran?" tanya seseorang di sisi lain panggilan.

Ia tersenyum miris. Lantas memutar matanya. "Tentu tidak. Untuk apa semua usahaku jika aku berhenti, Lia. Jangan berbicara seolah kau baru mengenalku,"

Langkahnya tidak berhenti disana. Ia terus mendekati ranjang tempat seseorang tertidur nyenyak. Sekalipun semua peralatan medis itu terpasang di tubuhnya, itu seperti tidak mengganggunya. Baguslah.

"Aku tau kamu mudah tertidur jika lelah. Kau ingin tidur nyenyak kan? Aku akan membuatmu menikmati tidurmu..." gumamnya sembari menyuntikkan sebuah cairan ke dalam infus.

Ia mengambil sebuah obat tablet yang tergeletak di atas nakas. Melihat sebentar benda tersebut, tepat sebelum tangannya reflek membuangnya ke tempat sampah.

Tidak ada yang suka bermain-main sekarang. Ia juga begitu. Baba bilang, jangan pernah jadi bodoh untuk orang yang bodoh. Entah darimana pria tua itu mendapatkan kata kata itu. Tapi ia cukup yakin.

Sekarang waktu yang akan berbicara. Tentang apa yang akan terjadi kedepannya atau sesuatu yang lain. Pekerjaannya sudah selesai. Tinggal menunggu dan menunggu kabar selanjutnya. Bukankah ini akan menyenangkan?

"Kau benar-benar melakukannya, Yujin? Wah!" Lia, orang yang ada di sebrang panggilannya itu berdecak, "aku tidak percaya ini."

Ia segera meninggalkan ruangan. Tidak ada pelaku kejahatan yang ingin tertangkap basah melakukan aksinya. Sekalipun itu adalah pencuri amatiran. Semuanya ingin berjalan sesuai rencana.

Langkahnya sempat berhenti untuk mengamati kembali adik kecilnya. Ada rasa kasihan, tapi mau bagaimana lagi. Yang ia lakukan sekarang tidak akan ia ubah apapun hasilnya nanti. Biarlah ia merasakan yang namanya 'penyesalan selalu di akhir'. Tidak apa-apa.

Gadis cantik ini akan tetap pada pendiriannya. Sekalipun penyesalan itu nyata adanya. Matanya yang berseri, menyembunyikan sifat keji dan tanpa ampun. Senyumannya yang indah, menutupi seluruh niatnya yang terselubung.

Orang yang memperingatkan dirinya akan memilih diam dibandingkan memberitahu gadis keras kepala. Yang menutupi telinganya rapat-rapat tanpa membiarkan satu celah pun disana. Tidak membiarkan orang lain meruntuhkan niatnya yang sudah pasti.

Lee Yujin.

Han Yujin.

Yu Jung.

Siapa pun orang mengenalnya, dia akan begitu dan tidak pernah berubah. Dia tetap orang yang sama.

"Selamat malam dan selamat tidur Jisungku..."

Pintu ruangan yang terbuat dari besi itu tertutup. Membiarkan penghuninya merasakan kesendirian. Dan pelakunya pergi dengan menyunggingkan senyum yang indah.

Kalimat itu akan jadi kalimat paling manis yang keluar dari mulut Yujin untuk adik kecilnya. Kalimat yang tidak akan ia katakan pada siapapun lagi. Sekaligus jadi kalimat yang menutup pertemuan terakhir mereka malam ini.

Sebab Yujin tidak akan lagi mengambil pilihan untuk kembali dan menemui saudaranya. Siapa pun itu. Kehidupan mereka akan berbeda. Tidak ada gunanya kembali ke belakang sana.

"Ayo pergi, Lia." Panggilan itu berakhir disana. Malam ini ia akan pulang.

Atau setidaknya bertemu dengan Sungchan?

Hampir tengah malam dengan udara dingin yang menyerang tubuhnya. Ia melangkahkan kakinya menuju rumah seseorang. Tanpa ragu jemarinya mengetuk pintu kayu yang tertutup.

Tanpa perlu waktu lama pintu itu terbuka. Diperlihatkannya seseorang yang tidak nampak mengantuk sama sekali. Sekalipun ia tahu ini sudah hampir pukul setengah dua belas malam. Dia seperti sudah tahu kalau ia akan berkunjung malam ini.

"Kau selalu tau kalau rumahku akan selalu terbuka untukmu." Dia terkekeh dan menyingkirkan tubuhnya dari pintu. Mempersilakan dirinya masuk dan menjauh dari dinginnya udara malam.

Pintu kayu itu tertutup. Dan begitu ia masuk, aroma roti yang baru keluar dari oven langsung tercium.

"Malam-malam begini kau membuat sesuatu?" tanyanya heran sembari mengikuti langkah jenjang Sungchan menuju ruang tengah.

Kepala pemuda itu mengangguk. Itu membuatnya semakin heran. Untuk apa dia membuat atau memasak sesuatu larut malam begini? Ia yakin Sungchan bukan tipe orang yang kelaparan malam hari.

"Untuk apa?" tanya kembali.

"Aku tau kau akan datang. Aku tidak akan menyambutmu tanpa menyajikan apa-apa."

Kakinya berhenti mengikuti langkah Sungchan. Ia terdiam. Namun matanya terus mengikuti arah perginya Sungchan. Dia selalu tahu bagaimana cara membuatnya tidak berkata-kata.




💌


Malem Minggu enaknya membaca cerita yang sebenarnya ga dapet banget feel-nya. 🌱

Little Boy♪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang