42. Tangisan Tengah Malam

958 92 16
                                    

Kau pergi dengan semua kasih sayang itu.

Happy Reading 💗

Maaf atas kesalahannya.

Cahaya sore tak lagi terlihat dibalik jendela. Kini berganti dengan gemerlap bintang dan langit hitamnya yang mendominasi. Indah.

Sesekali ia menoleh, was-was dengan sang kakak yang terlelap di samping ranjang. Menimbulkan bunyi sedikit saja, sudah dipastikan dia akan terbangun dari mimpi indahnya.

Jarum jam tak berhenti bergerak. Tak akan. Bunyinya terus terdengar menemani malamnya yang begitu sunyi.

Terkadang ia terbayang tentang pesta barbeque di malam hari bersama keluarganya. Namun sayang, andainya tak pernah menjadi nyata. Hal kecil pun tidak. Sayang sekali, ya.

Atau lebih tepatnya, miris?

Ia akhirnya menelungkup kepalanya di sela-sela lipatan tangan di lutut. Ia duduk menghadap jendela yang menyorotkan cahaya bulan yang remang-remang.

Suasana ini menyenangkan. Hawa ini yang menemaninya di setiap malam. Apa bisa ia merasakan beberapa tahun kedepan? Mungkin itu bisa jadi andai yang terucap kesekian kalinya.

Tanpa ia sadari, setetes demi setetes air hujan turun dari matanya. Mulai membentuk bekas serapan di bantal. Tak ada hujan, hanya ada gerimis saja yang turun dengan bebas.

Apa yang membuatnya menangis? Begitu banyak kah yang ia alami sampai tidak tahu apa yang membuatnya seperti saat ini?

Begitu banyak pertanyaan di pikirannya.
Tidak bosankah dia bertanya?

Gerimis itu tak berhenti begitu saja. Ada rasa lega saat mengeluarkannya.

Sesekali panggilan untuk seseorang terucap begitu saja tanda rindu itu ada. Panggilan itu tak berhenti begitu saja. Terulang secara berkala dengan adanya jeda.

"Bunda..." panggilnya dengan suara rendah nan pelan.

Bunda...

Bunda..

Bunda.

"Bunda, jangan pulang. Aku mau Bunda.."

Tangisan semakin menjadi-jadi walau tak ada suara yang terdengar darinya. Ternyata memang sakit saat kau menyembunyikannya.

Apa ini yang Renjun rasakan saat dia duduk sendirian di teras belakang rumah tempo hari?

Apa ini yang Ayah rasakan, ketika dia menyembunyikan wajahnya dibalik telapak tangannya yang besar?

Ternyata begitu menyakitkan.

Air mata demi air mata bercucuran. Meluncur bebas dari mata menuruni pipinya dan jatuh di atas bantal putih. Bekas-bekasnya semakin jelas untuk dilihat.

Panggilan demi panggilan untuk yang tersayang tak henti diucapkan. Seolah jika berhenti mengucapkannya, dunianya akan hancur lebur begitu saja. Seolah dia akan tiada jika tidak menyebutkannya.

"Sst..tenang Jisung-ah. Hyung disini.." bisikan pelan mengalun di telinganya dengan lembut. Suara seorang pria yang tak begitu berat itu, menyalurkan kehangatan diikuti lingkaran tangan di lehernya. Juga usapan lembut di kepala yang ia rasakan.

Little Boy♪Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang