Jika ada yang bertanya, apakah tinggal di rumah orang kaya akan mudah dan menyenangkan? Jawaban Marka tentu saja, TIDAK!
Walau awalnya ia sempat berpikir akan baik-baik saja di rumah ini, mengingat Arsel adalah anak dari salah satu keluarga konglomerat di Indonesia. Namun, ternyata rumah yang besar tersebut sangatlah sepi. Orang tua yang jarang pulang ke rumah, sampai pembantu yang hanya muncul saat bertugas saja.
Di rumah sebesar ini rasa-rasanya Marka hanya hidup sendiri. Ia bingung, kenapa selama ini Arsel terlihat baik-baik saja.
"Den, buat makan siang sama makan malam nanti deden mau menu apa?"
Marka menolah ke samping kanannya. Ia melihat sosok wanita yang mungkin bisa dikatakan seumuran dengan Ibu Panti itu tersenyum kecil, menantikan jawaban yang pasti dari sang tuan muda.
"Masih terlalu pagi, Bik. Nanti Arsel kasih tau kalau udah nemu menu yang sekiranya Arsel mau."
"Siap, Den! Kalau sudah tahu segera ngomong ke bibik, ya."
Marka hanya mengangguk kecil sebelum akhirnya dia pergi ke ruang keluarga yang lumayan luas. Tak ada satupun manusia di sana. Ia segera menjatuhkan bokongnya di atas sofa sambil membaca selembar kertas yang Arsel berikan untuknya.
Kalau hari libur, habis serapan gue biasanya langsung pergi ke rumah Manalu. Ya, bisa dibilang rumah dia 'markas' buat YoungTeam. Lo ke sana aja, gue udah kasih tau mereka buat jaga Lo baik-baik.
"Gue berasa jadi anak kecil."
Semua lokasi bakal gue share di hp, jadi kalau mau kemana-mana tinggal buka aja. Jaman udah modern, Ka.
Marka tersenyum samar. "Dia kira gue manusia purba kali, ya?"
Seusai membacanya, ia segera berdiri dan mengambil kunci motor Arsel yang terletak di atas nakas ruang keluarga.
"Lo bisa naik motor gue?"
"Bisa."
"Beneran nih! Jangan sampe tiba-tiba gue denger Lo kecelakaan. Hati-hati sama tu motor, jangan ngebut!"
"Tau kok. Gue udah pernah naik motor Weren dulu. Sama aja kayak punya lo. Lagian kenapa cerewet banget sih?"
Marka mengingat kembali percakapannya dengan Arsel kemarin, sebelum mereka akhirnya menukar identitas dan pulang ke rumah yang berbeda.
***
Marka tahu, saat ia telah menapakkan kakinya di halaman rumah Manalu, satu hal yang akan terjadi tentu saja kejadian ini.
"Jadi sekarang Lo bukan Arsel, 'kan?" tanya gadis yang kata Arsel bernama Natalia.
"Iya."
"Wah beneran tukaran mereka, Lu!" Gadis itu tampak tak tenang. Ia segera duduk di sofa tanpa bertanya apa-apa lagi, tidak seperti yang lainnya.
"Tapi mirip banget sama Arsel cuy. Bener Arsel ini mah." Laskar masih tak percaya.
"Udahlah, Kar! Lagian Arsel kemarin udah bilang ke kita-kita," sambung Omar. Kata Arsel Omar adalah sahabatnya yang paling waras di tongkrongan. Entah waras versi Arsel seperti apa, Marka tidak tahu.
Mereka semua--kecuali Marka, mengingat kembali chat yang Arsel kirimkan kemarin pagi.
YoungTeam
Mana lu?
Jadi, Lo mau hadiah apa? |
Gue udah nyiapin banyak duit nih! |
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
JugendliteraturPertemuan 'tak terduga antara kedua remaja laki-laki itu membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Marka menolak fakta bahwa Arsel adalah kembarannya. Bertemu setelah 17 tahun harusnya membuat mereka terharu dan saling merangkul, tetapi tida...