"Cuma kita doang, Om? Gak ngundang yang lain?"
Jimmy menggeleng kecil. Pria itu tersenyum tipis sebelum akhirnya duduk diatas sofa apartemennya, yang kini hampir penuh dengan anggota YoungTeam.
"Om nggak punya temen," jawab Jimmy dengan wajah ceria yang dibuat-buat. Ketara sekali kalau pria itu sangat kesepian.
"Temen-temen sekolah Om dulunya?" pancing Arsel berusaha membuat Jimmy membahas tentang teman-temannya dahulu.
Jimmy tampak berpikir sembari menuangkan jus ke dalam beberapa gelas yang sudah tersedia di atas meja. Setelah selesai menuangkan semuanya, ia kemudian mencomot secuil kue dan memakannya.
"Gak ada, Sel. Om dulu cupu banget. Gak ada yang mau temenin."
Bohong! Arsel jelas-jelas tahu kalau Jimmy merupakan salah satu murid terpopuler waktu itu. Bukan apa-apa sih, toh ia melihat style Jimmy sangat trendi.
"Bunda kamu doang yang mau temenan sama Om. Tapi sekarang udah punya suami, takut ayah kamu salah paham lagi kayak dulu."
Ya, Panji memang selalu saja menuduh Jimmy dan Yunita berselingkuh. Padahal kedua orang itu jelas-jelas hanya bersahabat.
"Tenang aja, Om. Anggap aja kita-kita ini sebagai bestie." Manalu memang paling bisa mencairkan suasana yang mulai suram beberapa detik lalu.
"Haha, benar."
Omar menggoyangkan bahu Arsel, berusaha membuat anak itu menoleh ke arahnya.
"Tanya sekarang aja atau gimana?" bisik Omar pelan.
Jujur sih, Arsel tidak tahu harus bagaimana. Jika ia bertanya sekarang perihal foto itu, pasti suasana di antara mereka akan terasa canggung. Namun di suatu sisi, ia ingin segera tahu tanpa menunggu lama.
Arsel kini menatap Lintang yang terlihat memberi kode dengan matanya.
Oke deh. Makan dulu aja, batin Arsel yang tampaknya paham dengan kode Lintang barusan.
Jangan ragukan kemampuan 'telepati' mereka! Sudah tiga belas tahun bersama-sama, tentu saja, hanya dengan gerakan mata, mereka sudah mengerti apa yang dimaksud sang sahabat.
Mereka semua kini makan dengan lahap. Jimmy tersenyum bahagia melihat hal itu. Entah kenapa, dengan melihat anak-anak ini makan saja, semua masalah dalam pikirannya menghilang seketika.
"Enak banget, Om. Masak sendiri nih?" Laskar kaget bukan main. Dahulu Jimmy bukanlah orang yang pintar memasak. Seingatnya sih begitu.
"Iya, enak 'kan? Tiap hari libur di Belanda, Om selalu luangin buat belajar masak. Akhirnya kalian bisa ngerasain juga hasil masakan, Om."
Acara makan-makan dan sedikit canda gurau pun berlalu selama empat puluh menit lebih. Seorang pembantu datang dari dapur dan mulai membereskan semuanya.
"Jangan pulang dulu! Kita lanjut ngobrol lagi aja."
Tentu saja tidak ada yang ingin pulang dahulu. Bukan! Bukan berarti mereka nyaman berada di sini. Mereka semua hanya sedang menjalankan misi seperti yang Marka beri tahu kemarin.
Apapun yang terjadi. Mereka harus berhasil membuat Jimmy membahas masa lalu itu.
"Nilai sekolah kamu udah mendingan, Sel?" tanya Jimmy yang kemudian bergabung dengan YoungTeam di depan Televisi.
"Jangan ditanya kalau itu mah. Jelas enggak, hehe." Jawaban tanpa perasaan itu keluar dari mulut Arsel dengan mulus. Jimmy hanya bisa geleng-geleng kepala sembari terkekeh geli. Arsel belum berubah juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
Novela JuvenilPertemuan 'tak terduga antara kedua remaja laki-laki itu membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Marka menolak fakta bahwa Arsel adalah kembarannya. Bertemu setelah 17 tahun harusnya membuat mereka terharu dan saling merangkul, tetapi tida...