✧24 | Akhirnya Sakura Tahu✧

1.2K 108 3
                                    

"Selamat! Kalian berhasil menyelesaikan misinya."

Mereka bertujuh mendapatkan hadiah masing-masing. Entah apa isinya, 'tak ada yang berniat membuka, karena mereka masih trauma berada di dalam sana selama satu jam.

Misi sepenuhnya selesai, tetapi tetap saja bayangan menyeramkan tadi masih terputar jelas di memori.

Sakura menatap Marka di sampingnya. Lalu, beberapa detik kemudian, gadis itu menatap Arsel yang berada di antara anak-anak kelas A.

"Marka! Are you okay?" tanya Kanaya khawatir. Jarang-jarang Marka seperti ini. Biasanya anak itu akan biasa-biasa saja menghadapi situasi seperti hari ini.

"Biasanya Lo nggak takut hantu, kenapa sekarang kayak Troya?" Kini giliran Bita yang bertanya. Gadis itu mendekati Troya yang duduk pasrah di lantai.

"Bangun, Troy!"

"Bentar, gue masih mual."

"Kalau parah banget, kita ke RS dulu aja," usul Weren yang mendapatkan gelengan kepala dari Troya dan Arsel.

"Guys, gue boleh ngobrol sama Marka dan Arsel bentar nggak?"

Pertanyaan itu lolos dari mulut Sakura. Gadis cantik itu tersenyum hambar, membuat Arsel yang kini terduduk di lantai tertegun.

Jangan bilang dia .... ???

***

M

arka dan Arsel kini menunduk lesu. Memainkan kuku mereka guna meminimalisir rasa gugup ketika sepasang mata lainnya menatap mereka tajam.

Habis sudah, gadis ini ... cukup peka.

"Udah berapa lama?"

Tidak ada jawaban dari mereka berdua. Sakura tertawa kesal, lalu ia mencubit lengan Arsel--kali ini ia tidak salah paham lagi.

"Jawab nggak!" ancam dia sembari terus mencubit Arsel yang sedang mengeluh kesakitan.

"Udah empat hari."

Bukan! Itu bukan suara Arsel.

Sakura kini menatap Marka--yang dahulu ia pikir adalah Arsel, dengan tatapan kecewa.

"Lucu, ya. Kalian bohongin orang semudah itu."

"Tapi kita punya alasan, Pang!"

Arsel segera mengatupkan mulutnya saat kata 'Pang' keluar. Akh, kenapa ia tidak bisa membaca suasana sih? Padahal Sakura sedang marah-marah.

"Gue juga punya alasan kenapa gue marah!" Mata Sakura berkaca-kaca. Setelah melepaskan tangannya dari lengan Arsel, gadis itu kemudian sedikit menjauh. "Tentang rahasia gue yang harusnya Lo gak tau," lanjut gadis itu dengan nada lesu.

Arsel mengerti apa maksud Sakura. Rahasia yang harusnya hanya ia bagi dengan Marka. Apakah Sakura sangat benci kepadanya? Sampai rahasia sepenting itu tak ingin Arsel tahu?

"Gue gak bakal bilang ke siapa-siapa."

"Gue gak masalah orang lain tahu, Sel. Gue cuma gak mau Lo yang tau!"

Marka hanya diam melihat kedua makhluk itu berdebat. Namun ia sedikit khawatir. Ya, hal ini juga merupakan kesalahannya.

"Sebenci itu Lo sama gue?"

Sakura menggeleng cepat. Bukan itu maksudnya! "Kita udah temenan dari SMP, dan Lo masih mikir gue benci sama Lo?" tanya Sakura dengan nada tak biasa.

"Gue ... gue cuma gak mau Lo tau hal memalukan ini, Sel! Gue takut Lo ngejauhin gue karena gue bukan anak kandungnya bunda. Gue takut gak punya temen lagi." Setetes air mata lolos dari matanya. Padahal ia sudah menahan sekuat tenaga.

"Gue gak sejahat itu, kok," ujar Arsel yang mulai mendekati Sakura. Mencoba memberi kekuatan dengan menepuk pundak Sakura perlahan.

"Sorry gue ganggu," sela Marka ditengah-tengah suasana haru antara Arsel dan Sakura.

"Kenapa Lo bisa tau kalau gue bukan Arsel yang asli?" tanya Marka butuh penjelasan.

Terlepas bagaimanapun hubungan Sakura dan Arsel itu tidaklah penting untuknya. Sekarang yang paling penting adalah, kenapa Sakura bisa tau kalau mereka berdua sedang bertukar identitas?

Sakura tidak langsung menjawab. Gadis itu menyeka sedikit air matanya yang tadi sempat jatuh membasahi pipi. Ia kemudian menatap Marka serius. "Gue kenal Arsel, Ka. Gue tau apa yang dia suka, apa yang dia gak suka. Kelemahan dia, kelebihan dia, gue tau itu."

Arsel meneguk ludahnya kasar. Benar juga sih, bahkan Sakura lebih mengenalnya dibandingkan Ayah dan Bundanya sendiri.

"Arsel paling takut hantu. Bahkan waktu SMP dia pernah pingsan gara-gara masuk rumah hantu bareng teman-teman," jelas Sakura yang membuat Marka manggut-manggut pertanda mengerti.

Jadi itu alasannya.

Kalau begitu, jelas-jelas disini Marka yang salah. Ia tidak memperhitungkan kemungkinan ini, karena dari awal Arsel tidak mengatakan apa-apa tentang itu semua.

Akan tetapi, saat Arsel menginap di pantinya, Arsel memang kelihatan sangat ketakutan saat ia menyuruh anak itu tidur di kamar kosong.

Marka menghela napas panjang. Ternyata gue lengah, batinnya pasrah.

"Jadi gimana, Sel? Lo mau lanjutin kayak gini, atau balik lagi ke kehidupan kita masing-masing?" tanya Marka kemudian.

Arsel membelalakkan matanya kaget. "Ini 'kan belum dua Minggu."

"Sakura udah tau. Kalau kita lanjut sampe dua Minggu, yang lain pelan-pelan juga bakal tau. Kalau Lo masih gak mau kasih tau kelemahan Lo, mending gak usah lanjut."

Marka tahu ia sedikit 'tak tahu diri. Tetapi ayolah, dari awal ini 'kan ide Arsel? Jika yang memberi ide saja tidak melakukannya dengan sungguh-sungguh, kenapa ia harus? Buang-buang waktu saja.

"Ya maaf, gue malu kasih tau Lo kalau gue takut setan."

Marka menghela napas kecewa. "Padahal gue udah kasih tau Lo semuanya. Tapi, Lo masih ada rahasia."

Sementara itu, Sakura menatap kedua pemuda di depannya dengan tatapan heran. Jadi mereka sudah saling mengenal satu sama lain? Pantas saja ia tertipu selama empat hari ini. Toh, mereka sudah belajar untuk mendalami peran.

"Kalau boleh tau, alasannya apa?" tanya Sakura membuat mereka berdua menatapnya kompak.

"Rahasia tentang kelahiran gue sama Arsel. Walau cuma bakal sedikit kemungkinan bakal ketemu."

"Jadi kalian bakal tetap tukaran?"

"Harus!" jawab Arsel cepat.

"Ya kalau harus, Lo jangan lupa kasih tau semuanya ke Marka. Biar dia gak bikin kesalahan lagi."

Marka dan Arsel kini saling tatap. Lalu, beberapa detik kemudian mereka menatap lagi ke arah Sakura, dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Lo gak marah?"

"Sebenarnya gue masih kesel sih. Tapi udah terjadi juga."

Namun, sepertinya tidak itu saja.

"Kok rasanya ada hal lain, ya?" heran Marka dengan tatapan curiga.

"Tau aja. Anak jenius emang beda." Sakura menepuk pundak Marka sembari tersenyum lebar. "Gue juga bakal bantuin kalian. Tapi dengan satu syarat." Gadis itu tampak antusias.

"Kalian harus bantuin cari tau tentang ortu kandung gue!"

MarSel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang