Mobil mewah yang membawa Marka dan Arsel kini berhenti saat sudah sampai tujuan. Mereka turun tanpa menunggu sang supir membuka pintu, karena mereka memang tidak suka hal-hal seperti itu dilakukan, jadi pak sopir hanya bisa diam di bangku kemudi.
Marka bergerak tidak nyaman, pasalnya, ia belum terbiasa memakai pakaian formal yang harganya ratusan juta. Kainnya menang lembut dan nyaman, tetapi ia hanya belum terbiasa. Sementara Arsel, ya jangan ditanya. Dia kan memang tuan muda dahulunya. Walau sekarang nama belakang saja yang berganti.
Mereka masuk ke dalam mansion yang lebih luas dengan mansion yang mereka tinggali. Pantas saja tempat ini menjadi tempat pertemuan untuk semua anggota keluarga Eris. Toh memang sangat luas dan indah. Ya, ini adalah rumahnya William, ayah Moreo dan Sindi, dan juga, abang tiri mereka berdua.
Sosok yang tidak asing kemudian mendekati mereka. Dia Sindi, gadis itu terlihat anggun dengan long dress berwarna putih tulang serta corak bunga melati mengelilingi bagian pinggang. Riasan Sindi juga terlihat natural. Gadis itu sangat bersinar malam ini.
"Welcome, om," ucapnya seraya terkekeh kecil. Ia sangat suka menjahili kedua orang di depannya itu. Apalagi saat melihat wajah Arsel yang perlahan berubah masam.
"Udah gue bilang jangan panggil om!" protes Arsel yang hanya mendapatkan anggukan dari Sindi. Ya, dia mengangguk, tetapi besoknya ia akan mengulangi hal itu lagi.
"Eh, anggota baru nih." Gadis yang lainnya muncul. Menatap Marka dan Arsel dari atas sampai bawah. Seperti mencemoohkan penampilan mereka. Padahal tidak ada yang salah.
"Lumayan sih," komennya kemudian.
Sindi tertawa. "Apanya yang lumayan? Udah keren kok, bukan lumayan lagi."
Gadis itu menggeleng cepat. Dari wajahnya, Arsel yakin pernah melihat gadis menyebalkan tersebut di suatu tempat. Namun di mana, ya? Seperti tidak asing.
"Mereka ganteng. Tapi kok sama sekali nggak mirip sama kakek Lo?"
Sindi memutar bola matanya malas. Mulai nih jiwa-jiwa julid.
"Lo Storia, 'kan?" tanya Arsel kemudian. Tampak ia sudah ingat siapa gadis itu.
"Kok tau?" tanya Storia sedikit kaget. Padahal ia sama sekali tidak mengenali Arsel. Walaupun dulunya Arsel juga merupakan keluarga konglomerat sama seperti dia, tapi dia tidak kenal. Karena dia memang anti dengan keluarga Lomera dari dahulu.
"Lo mantannya Genta. Yakali gue nggak tau itu."
Mata Storia membesar saat mendengar Arsel berkata hal barusan. "Lo kenal Genta?" tanyanya heran.
"Sahabat gue."
Sindi dan Marka hanya menyimak tanpa berniat menyela. Sebenarnya mereka tidak tahu kalau dunia ternyata sangat sempit. Storia adalah cucu dari adiknya Herianto. Sepupu jauh Sindi. Ya, Storia masih termasuk keluarga Eris, karena ayahnya adalah anak dari adiknya Heri.
"Sin, acaranya mau di mulai," ujar Moreo yang berdiri di depan pintu masuk. Ia sedari tadi sudah menyimak percakapan mereka tanpa disadari. Ya, dia juga kepo tentang hubungan adiknya dan paman mudanya selama ini.
Mereka semua kemudian masuk ke dalam. Di sana, orang-orang sudah menduduki kursinya masing-masing. Meja makannya sangat panjang. Di satu sisinya, ada dua belas kursi berjajar, dan di sisinya lagi, dua belas kursi lainnya berjajar juga. Dan tentunya di tengah, kursi yang akan di duduki William, yang dahulunya merupakan milik Herianto.
Semua kursi kini sudah terisi. Ya, 24 anggota keluarga Eris, di tambah William maka 25 jumlah semuanya dari mereka. Cukup banyak juga, namun jika dibandingkan dengan keluarga berpengaruh lain, jumlah ini bisa dibilang sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
Teen FictionPertemuan 'tak terduga antara kedua remaja laki-laki itu membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Marka menolak fakta bahwa Arsel adalah kembarannya. Bertemu setelah 17 tahun harusnya membuat mereka terharu dan saling merangkul, tetapi tida...