Eris Family merupakan keluarga konglomerat yang masuk dalam jajaran 1000 keluarga terkaya di muka bumi. Walau berada di urutan 43 di dunia tetapi keluarga ini menjadi keluarga terkaya di Indonesia saat ini. Tak heran, kenapa seluruh pewaris dari keluarga Eris menjadi begitu populer di Indonesia, termasuk Sindi tentunya.
Arsel lupa. Sisifa adalah salah satu bisnis keluarga itu yang bertajuk Pendidikan serta sosial. Mereka membangun sekolah, panti asuhan, serta banyak organisasi lainnya dengan nama yang sama, Sisifa.
Lalu sekarang, Arsel kalut sendiri. Niatnya mau lari dari perjodohan yang dilakukan keluarganya dan keluarga Eris, eh dia malah terdampar di benteng musuh. Sungguh takdir yang luar biasa.
"Ada hubungan apa Lo sama keluarga Eris?"
Pertanyaan yang dilontarkan Marka tak begitu digubris Arsel. Pemuda itu tampak serius melangkahkan kakinya menuju gerbang gedung ke-2 yang sudah terlihat di depan mata. Jujur, baru kali ini Arsel ke sekolah dengan kaki. Biasanya sih dia naik motor, atau kalau tidak, pasti diantar supirnya.
"Marka, gue salah gaul anjay."
"Hah?"
"Anak-anak kelas E belum datang kan, ya?" tanya Arsel saat melihat halaman gedung ke-2 yang hanya terisi dengan anak-anak kelas A, yang tak lain adalah anggota OSIS.
"Ini masih awal. Nanti jam 07:15."
Ya, karena acara perlombaan masih berlangsung. Jam yang ditentukan tetap jam 07:15 dari awal sampai akhir lomba. Tak heran kenapa jam segini masih sepi.
"Lo belum jawab pertanyaan gue yang tadi!" tegas Marka yang membuat Arsel menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.
"Gue dijodohin sama Sindi. Tapi gue nggak expect kalau panti Lo itu ternyata milik keluarga dia."
Marka tak begitu shock mendengar penjelasan Arsel. Walau dia tak menyangka, kalau Arsel termasuk dari salah satu calon yang ditetapkan kakek Heri untuk Sindi. Ya, Marka lumayan mengenal sosok Herianto, pewaris generasi pertama keluarga Eris. Yang tak lain adalah kakeknya Sindi.
"Ka, Lo ngurus tenda makanan kayak biasa, ya," ujar Weren saat melihat Marka dan Arsel berjalan mendekatinya.
"Kok Lo bisa bedain sih?" tanya Arsel heran. Jarang-jarang ada manusia yang bisa membedakan mereka berdua.
"Marka pakek almet dan Lo enggak."
Ah, iya juga. Kenapa dia baru sadar? Jujur, capek juga kalau memiliki otak lemot seperti ini. Selalu telat dari yang lain.
"Gimana, Ka. Semalam dia nggak gangguin Lo, kan?" tanya Troya tampak menepuk bahu Marka.
"Enggak. Kalaupun digangguin gue gak peduli juga sih."
Troya dan Weren tertawa kecil. Mereka sudah tahu kalau Arsel tidur di panti Marka semalam. Ya, Marka sendiri yang memberi tahu mereka tentang hal ini. Mungkin untuk berjaga-jaga, agar ia tak harus menjelaskan lagi panjang lebar kepada mereka.
"Malah gue yang gak bisa tidur," timpal Arsel kemudian.
"Tapi Lo ngorok."
Arsel membelalakkan matanya. Seriusan ia ngorok??
"Lo kok tau?"
"Gue bangun subuh buat shalat pas Lo masih tidur," jelas Marka sembari mengambil buku berisi catatan makanan yang akan dia urus sebentar lagi.
"Kok Lo nggak ngebangunin gue sih?"
"Soalnya, Lo kelihatan kayak orang yang gak shalat meskipun bangun subuh."
Marka langsung pergi meninggalkan Arsel dengan muka memerah, serta Troya dan Weren yang tak henti-hentinya tertawa.
***
Perlombaan sudah berlangsung selama satu jam yang lalu. Perlombaan badminton sedang berlangsung di lapangan yang kian memanas. Katanya sih, sebentar lagi badminton akan selesai dan akan dilanjutkan dengan lomba voli.
Arsel dan yang lainnya tampak sudah siap dengan seragam masing-masing. Pemuda itu terlihat begitu tampan, membuat beberapa gadis di sana dengan terang-terangan menunjukkan kekaguman.
"Ingat, ya! Menang dan kalah itu urusan belakangan. Yang penting, kita harus kompak selama pertandingan!" seru Dafa selaku kapten yang memimpin tim voli kelas E.
"Kalau kita sih aman-aman aja, Daf. Tapi si itu." Salah satu anggota tampak menunjuk Arsel yang sedang asik menebar pesona. Laki-laki itu bahkan tak gugup sama sekali. Padahal sebentar lagi mereka akan tanding.
"Padahal posisi dia penting di sini," gumam Dafa tak habis pikir dengan Arsel. Mengingat posisi Arsel adalah seorang Setter. Namun, baiklah. Ia harus percaya kalau Arsel pasti bisa. Karena bagaimanapun juga, Arsel jago bermain voli. Bahkan lebih jago darinya.
"Untuk babak pertama kita bakal tanding sama kelas D. Kemarin kita udah pelajari cara bermain mereka. Jadi jangan gugup lagi!" tekan Dafa yang mendapatkan anggukan dan sorakan semangat dari anggota tim volinya.
"Arsel! Cuma Lo yang belum paham strategi kita. Jangan asik tebar pesona di sana! Ini lebih penting!"
"Iya, iya. Santai dikit napa, Daf. Serius amat."
***
Sindi menggigit bibir bawahnya panik. Gadis itu terus-menerus mengecek ponsel, berharap pesan yang Ayahnya kirim adalah sebuah kesalahan. Namun, makin ia baca sampai bawah, ia semakin khawatir saja.
Ayah♡
Arsel ada di panti kita |
Ayah tahu kamu sama dia sepakat soal pembatalan perjodohan ini. Bahkan Om Panji pun tahu itu |
Harusnya jangan bersikap kekanak-kanakan! Kalian sudah cukup dewasa untuk menolak dengan baik-baik |
Perjodohan sudah dibatalkan. Tapi Ayah nggak yakin apa Arsel akan aman-aman aja setelah ini. Kamu tahu sendiri, Om Panji nggak punya sikap lembut kayak Ayah yang cepat maafin anak-anaknya dari kesalahan |
Jangan biarkan Arsel nanggung sendiri soal ini! Kamu juga harus ikut bertanggungjawab |
Gadis itu cukup tahu bahwa ayahnya juga marah akan hal ini. Karena, jarang-jarang sang Ayah mengirim pesan panjang lebar. Bahkan saat ada berita penting pun, Ayahnya lebih memilih berbicara langsung ketimbang lewat chat.
"Si Arsel kenapa juga lari sampai ke panti?" misuh gadis itu kesal. "Mana gue nggak punya nomor dia lagi."
Gadis itu menghela napas kasar. Ia tidak lagi peduli dengan gerombolan pemuda yang diduga adalah penggemarnya. Mereka berteriak-teriak meminta tanda tangan atau foto bersama. Namun, Sindi tak merespon karena masih kalut dengan pemikiran.
"Sin, Lo oke?" tanya Bella, sang manager.
"Bilang ke mereka kalau gue ada urusan penting. Dan tolong, kasih tau temen-temen kalau gue nggak bakal nongkrong hari ini."
"Sepenting itu?"
Gadis itu kemudian mendekat dan berbisik pelan. "Arsel," ujarnya yang langsung mendapatkan anggukan dari Bella.
"Gue harus kasih tau Arjuna juga?" tanya Bella pelan.
"Ngapain kasih tahu dia?"
"Ya, soalnya kan tadi dia bilang Lo ada rapat OSIS."
"Bilang aja gue sakit atau apa kek. Intinya gue nggak bisa datang ke sana," tolak Sindi yang masih kalut.
"Terus Lo mau ketemu sama Arsel di mana?"
"Mutiara high school," jawab Sindi dan bergegas masuk ke mobilnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/305353767-288-k373760.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
Ficțiune adolescențiPertemuan tak terduga antara dua remaja laki-laki itu mengubah segalanya. Marka menolak mentah-mentah kenyataan bahwa Arsel adalah kembarannya. Bukankah bertemu setelah 17 tahun seharusnya penuh haru dan pelukan? Tapi, kali ini, tidak ada kehangatan...