Pagi ini cuaca lumayan cerah. Ya, mungkin karena kemarin sore sampai tadi malam hujan sangat deras mengguyur kota. Jalanan juga terlihat masih sedikit basah. Sesekali Marka melihat air tergenang di sekitar jalan yang tak rata.
Laki-laki itu menuju halte sembari mendengar lagu lewat earphone miliknya. Suasana hati Marka ternyata tak secerah suasana pagi ini. Ia memang selalu murung sih. Jadi tak heran kenapa laki-laki itu tak pernah tersenyum.
Sebuah tepukan pada bahunya membuat Marka menoleh ke samping kanan. Ia sudah sampai di halte sembari menunggu bus sekolah lewat. Sakura, gadis itu tersenyum ramah.
"Ada apa, ya?" tanya Marka sembari melepaskan sebelah earphone-nya.
Sakura menggeleng cepat. "Enggak kok. Cuma nyapa aja. Soalnya tujuan kita sama."
"Bukannya ini terlalu pagi buat non-panitia datang?"
"I-iya sih," jawab Sakura terlihat sedikit kikuk.
Marka tidak mau bertanya lebih dalam. Apalagi Sakura yang tampak tak nyaman saat mereka membahas hal tersebut.
Bus sekolah berhenti tepat di depan mereka. Marka naik tanpa bicara apapun lagi begitupun dengan Sakura. Mereka berdua memang banyak diam. Walau jujur, Sakura bukanlah gadis pendiam. Dia cenderung lebih banyak berbicara dan bisa dikatakan berisik. Tapi mau bagaimanapun, ia dan Marka tak begitu dekat. Ia juga tak mau membuat Marka risih.
"Kenapa berdiri? Bangku ini masih kosong." Tunjuk Marka pada salah satu bangku kosong di sampingnya.
Bangku lain sudah terisi semua. Hanya satu bangku di samping Marka yang tersisa. Sakura segera menggeleng.
"Gapapa."
"Oke."
Marka tak tahu mengapa. Walau ia menjawab 'oke' dengan santainya, tapi entah kenapa ia sedikit khawatir. Sakura terlihat seperti orang yang belum pernah naik bus. Tapi biarkanlah. Bukan urusannya juga.
Laki-laki itu kemudian kembali memutarkan musik dan menikmati perjalanan menuju sekolah. Namun tak bisa! Ia kembali melirik Sakura yang terlihat sedikit pucat.
"Sakura, 'kan?"
"Hah?" Tentu saja gadis itu kebingungan. Namun tak lama setelah itu ia segera menjawab, "iya gue Sakura."
"Kursi ini kosong. Itu artinya, kursi ini gak ada yang punya. Lo bisa duduk. Dan, kalau Lo risih sama gue, biar gue aja yang berdiri."
"Eh nggak gitu! Gue nggak risih! Tapi gue gak mau dicap SKSD."
"Bus 'kan kendaraan umum. Mau Lo duduk sama orang yang gak dikenal pun oke oke aja. Lagian kenapa harus peduli sama penilaian orang lain?"
Gadis itu terdiam seketika. Ia benar-benar tak mengerti harus merespon apa lagi. Dengan pelan, ia duduk di bangku samping Marka. Sebenarnya sangat canggung, tapi melihat laki-laki itu yang kembali memasang earphone dan melihat jalanan, membuat Sakura sedikit lebih tenang.
Marka dan Arsel, fisik mereka memang terlihat sama, tapi pemikiran mereka lumayan berbeda. Ah, entahlah. Tapi terkadang Arsel juga bisa bijak seperti Marka, cuma anak itu suka bercanda dikala ucapan serius sehingga terlihat lebih santai. Sedangkan Marka tak pernah bisa bercanda.
Bus berhenti di halte dekat sekolah. Beberapa siswa mulai turun. Begitupun dengan Marka dan Sakura yang menyusul dari belakang. Hanya berjalan beberapa langkah lagi gedung ke-2 Mutiara high school sudah terlihat.
"Nilai Arsel biasanya gimana?"
Sakura menoleh kearah Marka sekilas. Lalu ia kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan. "Paling rendah di seluruh kelas E."
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
Fiksi RemajaPertemuan 'tak terduga antara kedua remaja laki-laki itu membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Marka menolak fakta bahwa Arsel adalah kembarannya. Bertemu setelah 17 tahun harusnya membuat mereka terharu dan saling merangkul, tetapi tida...