"Tes ... Tes," suara Weren terdengar jelas dari pengeras suara membuat seluruh atensi yang awalnya entah kemana, kini tertuju kepadanya. Laki-laki yang memakai seragam putih dan dibaluti almamater merah bata khas OSIS itu kini berdiri tegak, menyapa semua orang yang berada di depan panggung dengan senyuman manisnya.
Tak ada lagi suara di barisan depan, memang tingkat ketertiban siswa Mutiara tidak dapat diragukan lagi. Kecuali di barisan terbelakang, yang tak lain dan tak bukan, adalah kelas pembuatan onar, kelas E. Mereka sibuk sendiri, berbicara tanpa peduli bahwa acara sudah dimulai. Hal itu membuat tatapan mata anak-anak kelas lain menerjang mereka, tak jarang juga ada yang berbisik-bisik mengatai mereka semua.
"Tolong, untuk kelas E. Dimohon pengertiannya," tegur Weren. Walaupun tegurannya sama sekali tak mendapatkan respon dari segerombolan orang yang dimaksud.
"Diminta kepada kelas E! Dimohon pengertiannya!" ulang Weren dengan nada sedikit lebih tinggi. Membuat manusia-manusia yang ditegur barusan seketika terdiam.
Sementara itu, anak kelas lain malah ikutan kesal dan menatap kelas E dengan tatapan tak suka. Lagi-lagi kelas itu membuat ulah. Harusnya dari awal, kelas terbelakang itu tak harus ada.
"Terimakasih atas pengertiannya," ucap Weren kemudian.
"Baiklah. Dengan demikian, perlombaan hari pertama dimulai dari sekarang. Tak usah banyak basa-basi, langsung saja kita panggil, peserta dengan nomor urut pertama. Bang-Bang perwakilan band dari kelas B, dipersilakan naik ke atas panggung."
Tepuk tangan meriah terdengar saat anggota Bang-Bang naik ke atas panggung. Ada empat anggota yang membawa alat musik masing-masing, serta satu vokalis pria yang tampak lumayan tampan diantara teman-temannya.
Arsel menghela napas lelah. Ia kemudian tidur di atas bahu Sakura, membuat gadis itu berdecak kesal, lalu menempeleng kepala Arsel dengan keras.
"Akk...." Pemuda itu mengelus-elus kepalanya sembari meringis, lalu ia menatap Sakura yang kini menampilkan wajah kesalnya itu.
"Rasain!" timpal Sakura merasa sedikit lega karena berhasil membalas Arsel.
Sakura kembali menatap ke depan. Matanya berbinar melihat ketampanan anggota Bang-Bang yang tiada tanding, menurutnya, ini suatu anugerah yang sangat berharga dari Tuhan.
"Gue bisa pulang gak sih, Pang?" tanya Arsel malas. Badannya sudah sangat keram, dan ia ingin segera tidur di kasur empuknya.
"Gue Sakura! Bukan Jepang!" tekan Sakura yang masih kesal. Padahal baru saja tadi ia lelah gara-gara bertemu seseorang yang mirip dengan Arsel. Dan sekarang, dia kembali dibuat sama lelahnya oleh makhluk yang sebelas-dua belas seperti makhluk tadi.
"Ya kan Lo blesteran Jepang-Indo. Gitu doang marah," jawab Arsel yang kemudian memilih tidur di atas bahu Laskar. "Cuma Lo yang ngertiin gue, Kar."
"Idih jijik! Gue bukan homo!"
"Yang kata Lo homo siapa sih?"
"Stttt!" Sakura meletakkan telunjuknya tepat pada bibir Arsel. Menyuruh pemuda itu diam. Karena ia sekarang sangat ingin fokus mendengar suara lembut vokalis Bang-Bang di depan sana.
"Gila suaranya itu lho," puji Sakura dengan mata berbinar. Tangannya ia tautkan di sekitar dagu seolah-olah sedang berdoa. Sungguh, ia seperti berada di surga. Melihat laki-laki tampan yang bersuara merdu adalah hal terindah yang pernah ia lihat selama ini. Terimakasih, Tuhan atas anugerahnya hari ini, batin gadis itu terkesan lebay, tetapi dia benar-benar bersyukur hari ini.
"Gue juga bisa kali," timpal Arsel tak suka. "Mau denger gue nyanyi nih?" Arsel kini menarik bangku Sakura agar lebih berdekatan dengannya. Tak lupa juga jari-jari itu membawa wajah Sakura menghadapi wajah tampannya. "Kamu~ buat aku tersi——"
KAMU SEDANG MEMBACA
MarSel [END]
Novela JuvenilPertemuan 'tak terduga antara kedua remaja laki-laki itu membawa banyak perubahan dalam kehidupan mereka. Marka menolak fakta bahwa Arsel adalah kembarannya. Bertemu setelah 17 tahun harusnya membuat mereka terharu dan saling merangkul, tetapi tida...