✧41 | Antara Percaya dan Tidak✧

1.2K 122 5
                                    

Arsel tidur tak nyaman di dalam kamar milik Marka. Gelisah merecoki dirinya sedari tadi. Antara percaya dan tidak dengan apa yang tadi sempat diceritakan Diana.

Ia menoleh ke atas ranjang. Marka tidur nyenyak seolah-olah baik-baik saja.

"Ka, Lo udah tidur?" tanya Arsel ditengah hening nya malam.

Tidak ada sahutan. Mungkin saja laki-laki itu sudah tertidur.

Arsel menghela napas panjang. Kepalanya sangat pusing seakan ingin meledak. Emosinya bercampur aduk, antara sedih, kecewa dan kebingungan.

"Tidur, Sel! Gak baik begadang."

Itu suara Marka. Arsel segera bangun dari tidurnya. Ia menatap Marka yang terlihat sangat tenang di atas tempat tidur. "Lo juga nggak bisa tidur 'kan?" tanyanya kemudian.

"Hmm."

"Gue pusing banget, Ka."

Marka tidak terkecoh dengan keluhan Arsel. Ia masih menutup matanya, berusaha tertidur dan melupakan hal itu untuk sementara.

"Gue masih gak bisa percaya."

"Lo nggak percaya juga 'kan?" tanya Arsel lagi.

Ia butuh penjelasan. Otaknya 'tak sanggup menampung hal-hal rumit seperti itu. Rasanya hampir meledak saja.

Hening. Tidak ada suara.

Marka sialan! Bisa-bisanya dia mengabaikan Arsel yang sedang kesusahan.

"Marka!"

"Diem, Sel!"

"Jelasin anying! Gue masih gak ngerti."

Terdengar helaan napas dari atas kasur. Marka kemudian memilih duduk, walau sebenarnya ia tidak niat sama sekali. Muka lesunya sudah menggambarkan semuanya.

"Masa Lo belum ngerti?" tanya Marka malas.

"Ya mau gimana lagi. Gue nggak mudeng."

Ingin sekali Marka melempar Arsel dari lantai 100. Akh, jiwa psikopat abal-abalnya muncul di saat seperti ini.

"Oke singkat aja. Soalnya gue udah ngantuk," ujarnya yang kemudian memilih menjelaskan hal tersebut kepada Arsel.

"Kata Diana, ibu kita namanya Annette, dan ayah kita namanya Heri. Annette itu sepupunya Panji, dan termasuk salah satu keluarga Lomera, sementara Heri itu kakeknya Sindi, direktur Eris group," jelas Marka singkat, padat dan malas.

"Kalau itu, gue juga tau."

"Terus yang Lo minta jelasin apanya?" tanya Marka 'tak santai. Emosi juga rasanya.

"Kenapa mereka jadi orang tua kita? Kalau kakeknya Sindi ayahnya kita, berati Sindi keponakan kita gitu?"

"Ya jangan tanya gue!" Marka lelah. Ia kemudian kembali merebahkan diri dan menutup telinganya dengan guling.

Sudah cukup ia pusing dengan fakta tentang siapa orang tua mereka, jangan lagi ditambah dengan ke'bego'an Arsel. Capek bawaannya.

"Besok kita ke mar--"

"Udah! Jangan banyak ngomong! Kalau masih mau overthinking mending ke luar aja, jangan di kamar gue!" usir Marka kesal.

"Santai, Ka. Esmosi banget dari tadi. Heran gue."

***

Panji menggebrak meja kerjanya. Pria itu kemudian menatap Yuki yang ketakutan di depan.

"Apa maksud ini semua?"

Tidak ada jawaban. Wanita itu menatap Diana yang kini tersenyum penuh kemenangan di samping Panji.

MarSel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang