✧37 | Yang Seharusnya Mati✧

1.2K 113 2
                                    

Getar ponsel yang berada dalam kantong celana Arsel begitu mengganggu. Laki-laki itu kemudian merogoh sakunya, mengambil ponselnya dengan wajah kesal. Padahal ia sedang asik-asiknya mengerjai Miya dan juga Farhan.

Ya, sudah dua hari semenjak Arsel tinggal di panti. Ponselnya sudah diganti dengan yang baru, walau tidak semahal ponselnya yang dulu, tetapi Arsel malah lebih senang seperti ini.

Marka bahkan rela memecahkan celengannya hanya untuk membeli barang baru untuk Arsel. Tidak hanya ponsel, dia juga membeli pakaian dan lain-lain.

"Yo?"

"Njing, yo doang lagi. Nyesel gue telepon." Suara Laskar terdengar dari seberang sana.

Arsel kembali mengecek ponsel. Melihat nama yang tertulis di layar.

'Omar bin Nassar'

"Kenapa Lo yang ribet dah? Omar mana? Kok telepon?"

Terdengar helaan napas dari sana. "Gue yang telepon bukan si Omar! Maklum, pulsa habis."

Arsel tertawa keras. "Sultan kok habis pulsa."

"Lah Lo dulu juga gitu ya, ngab!"

Arsel melangkahkan kakinya, sedikit menjauh dari Miya dan Farhan yang sedang asik main rumah-rumahan.

"Jadi, kenapa Lo telepon?" tanya Arsel kemudian.

"Tebak dong!"

"Si Laskar anjrit! Sini hapenya!" Itu suara Genta.

"Penting banget, Sel. Segera ke markas!" seru Genta yang membuat alis Arsel naik sebelah.

"Kenapa?"

"Nanti Lo tau sendiri. Bilang ke Marka juga. Oh iya, jangan lupa ngajakin Sakura. Dia udah dua hari gak kelihatan," sambung Genta sebelum akhirnya menutup panggilan sepihak.

Apa lagi sih?

***

D

iana Larasati.

Semuanya kini menatap wanita itu dengan tatapan 'tak percaya. Bagaimana mungkin wanita secantik ini adalah pelaku dari kebakaran Laboratorium IPA Odette School? Ya, fisik memang terkadang tidak bisa menggambarkan isi hati.

Sindi mendekati wanita itu. Mata lebar miliknya menatap Diana seolah-olah menuntut banyak penjelasan. Ia tidak bersuara, tetapi berhasil membuat Diana menundukkan wajahnya.

"Saya akan jelaskan, nona."

Nona?

Semuanya melongo. Apa yang terjadi di sini?

Natalia dan Genta yang membawa Diana ke sini saja masih heran.

Selama dua hari ini, mereka mencari tahu tentang peristiwa kebakaran Odette School. Dan kebetulan, orang tua mereka merupakan jaksa dan juga pengacara, sehingga hal itu mudah ditemukan. Walaupun kasus tersebut sudah ditutup sejak lama.

"Bagaimana mungkin?" tanya Sindi masih tidak percaya.

Biasanya, gadis itu paling terlihat bodoamat di setiap situasi. Entah penting atau tidak, Sindi hanya menampilkan wajah 'tak minatnya. Namun, kali ini berbeda. Raut wajahnya menyiratkan sedikit kekhawatiran.

Sebenarnya, siapa Diana bagi Sindi?

Wanita yang bernama Diana itu kemudian duduk, walaupun tidak ada yang menyuruhnya untuk duduk. Ia mempersilakan Marka serta Arsel duduk di sebelahnya.

MarSel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang