PITU (7)

35.3K 3.4K 54
                                    

Sehat semuanya? Sehat donk.
Jangan lupa vote dan komen.
Typo tandai ya.



Xavia dan Xavier langsung menyusul sang ayah setelah mendengar sang ayah membawa pulang seorang remaja yang akan menjadi adik baru mereka.

Selama ini ayah mereka selalu dingin dan tidak peduli dengan orang lain. Mereka penasaran dengan anak yang bisa membuat sang ayah bisa tertarik bahkan menjadikannya sebagai bungsu Rodriguez.

Tapi siapa sangka ternyata adik baru mereka juga bisa membuat mereka jatuh hati dalam pandangan pertama. Apalagi Xavia yang memang tidak tahan dengan sesuatu yang menggemaskan. Bahkan Xavier harus berusaha keras menahan sang kembaran yang selalu ingin menerjang ke arah adik baru mereka.

"Vier, bagaimana menurutmu tentang adik baru kita?"

"Tidak buruk."

"Apanya yang tidak buruk? Ia tidak buruk sama sekali, Ia sangat menggemaskan."

"Iya."

"Apakah kamu menyukainya?"

"Iya aku menyukai."

"Bahkan kembaran batuku ini hatinya tergerak. Aku sudah tidak sabar bermain dengannya."

"Via, kamu sudah besar. Jangan kekanakan"

"Diam, kamu merusak moodku."

Xavier menggelengkan kepalanya melihat sang kembaran yang terlihat terlalu bersemangat. Jangan tertipu melihat Xavia yang sekarang terlihat sangat ceria dan riang. Nyatanya Xavia tidak kalah dinginnya dengan sang kembaran dan kakak sulungnya. Jika di depan orang lain ataupun orang yang tidak ia sukai, sifat Xavia akan berubah 180°. Ia hanya akan berperilaku seperti ini jika di depan keluarganya atau orang yang ia sukai.

Semua anak Leandra pada dasarnya memang memiliki wajah datar dan dingin seperti ayah mereka. Mereka juga sudah mandiri sejak kecil. Bukannya Leandra tidak memanjakan mereka, tapi merekalah yang tidak mau di manjakan. Mungkin hanya Xavia yang sedikit berbeda.

"Istirahatlah, kita hanya tidur sebentar di pesawat. Apa kamu tidak merasakan lelah?" Ucap Xavier kepada kembarannya yang terlihat masih enerjik padahal ia saja sudah merasa lelah dan mengantuk.

Xavia mendengus tidak puas saat kesenangannya di interupsi sang kembaran. Tapi setelah Xavier mengucapkan apakah ia tidak lelah, tiba-tiba Xavia merasa mengantuk dan sedikit lelah. Ucapan Xavier bagaikan mantra untuknya.

Xavia melangkah ke ranjang yang sedang di duduki kembarannya dan berbaring di salah satu sisi kasur.

"Kembali ke kamarmu sendiri." Ucap Xavier.

"Tidak, aku lelah dan aku sudah nyaman berbaring. Lagipula jangan terlalu pelit denganku."

Setelah mengucapkan itu, Xavia mulai menutup matanya. Xavier menghela napas lelah. Ia menyuruh adik kembarnya untuk tidur tapi tidak untuk tidur di ranjangnya. Ia akhirnya hanya bisa mengalah. Lagi pula mereka sudah tumbuh bersama sejak kecil dan sudah berbagi banyak hal. Jadi tidur bersama bukanlah masalah besar. Xavier menyelimuti Xavia yang sudah tertidur. Meskipun ketika bangun Xavia terlihat sangat enerjik tapi saat tidur, Ia akan berperilaku saat patuh bahkan jarang menendang selimut.

Setelah menyelimuti Xavia, Xavier ikut berbaring di sisi ranjang lainnya dan memejamkan matanya. Menyusul sang kembaran yang lebih dulu tertidur.

Luhan tidur di kamar sang Daddy lagi. Sang ayah mengatakan jika kamarnya belum siap dan masih di renovasi. Dan Luhan tidak rewel saat tidur, ia bisa tidur dimana pun asalnya ada tempat untuk ia bisa menutup matanya. Apalagi ranjang Daddynya sangat luas, empuk dan nyaman berbeda jauh dengan ranjang lamanya yang kecil dan keras.

"Tidurlah baby, Daddy akan ke ruangan samping dulu untuk mengurus sesuatu."

Leandra mengelus kepala sang anak yang sudah berbaring di atas kasur. Luhan menutup matanya dan mulai mengistirahatkan tubuhnya. Sebelumnya Leandra sudah mengoleskan salep pada tubuh sang anak sebelum menyuruh anaknya untuk tidur. Leandra menarik selimut sampai batas dada sang anak sebelum berjalan ke ruangan samping yang masih terdapat di dalam kamarnya.

Leandra duduk di kursi kerjanya. Memainkan jarinya tampak memikirkan sesuatu. Ia mengambil ponselnya dan menghubungi tangan kanannya.

"Apa kau sudah menemukannya?"

"..."

"Bagus, habisi mereka semua dan urus sisanya."

Sebuah seringai terbit di bibir Leandra.

Hari telah berganti, sang bulan telah digantikan oleh sang matahari yang mulai menunjukkan eksistensinya.

Luhan bangun mendapati sebuah tangan melingkari perutnya. Ia melihat ke samping dan melihat sang ayah masih tertidur. Luhan mencoba menyingkirkan tangan yang ada di atas tubuhnya secara perlahan supaya tidak membangun tidur Daddynya. Baru saja ia memegang tangan sang ayah, Daddynya langsung terbangun dengan mata masih terlihat sayu khas orang bangun tidur.

"Bangun baby?" Ucap Leandra dengan suara yang masih parau.

"Hm."

Leandra mengeratkan tangannya dan membawa tubuh Luhan mendekat ke arahnya. Ia bisa mencium aroma wangi sampo dari rambut sang anak. Anaknya memakai sampo yang sama dengannya tapi kenapa saat ini ia merasa baunya lebih enak saat menempel di rambut anaknya.

"Daddy, bangun."

"Tidur lagi oke? Masih pagi."

"Tidak, Luhan ingin ke kamar mandi."

Mendengar sang anak ingin ke kamar mandi, Leandra tidak bisa terus menahan tubuh anak bungsunya untuk terus berbaring. Akhirnya dengan sedikit tidak rela, Leandra melepaskan tangannya.

Luhan pertama-tama duduk terlebih dahulu di pinggiran ranjang. Setelah merasa kesadarannya sudah terkumpul, barulah ia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.

Leandra melihat gerak-gerik sang anak dengan berbaring dan menopang kepalanya pada satu tangannya. Bungsunya terlihat semakin menggemaskan dengan wajah khas bangun tidurnya dan rambut agak panjangnya yang terlihat sedikit acak-acakan menambah kesan manis.

Leandra dan Luhan keluar dari lift menuju ruang makan karena ini sudah waktunya untuk sarapan.

Sudah ada si kembar yang sudah duduk dengan tenang di meja makan.

"Luluuuuu," ucap Xavia sambil menghampiri adiknya lalu memeluk Luhan erat.

"Luhan kak."

"Tidak, kakak akan tetap memanggilmu Lulu."

Luhan tidak lagi memprotes saat kakaknya itu dengan seenaknya memanggil dengan nama 'Lulu'. Luhan merasa nama ini sedikit feminim di telinganya.

"Lepaskan adikmu, kita akan sarapan."

"Tidak, ppoppo dulu," ucap Xavia.

"Ppoppo?" Ucap Luhan dengan bingung.

Luhan memasang wajah bingung, Leandra mengernyitkan dahinya dan Xavier menutup dahinya satu tangannya.

Tak lama Xavia langsung menunjuk ke arah pipinya. Luhan tampaknya mulai bisa menebak apa maksud kakak perempuannya itu.

Xavier dan Leandra mulai memasang wajah datar. Xavier sudah paham betul dengan perangai adik kembarnya sedangkan Leandra juga sudah tau maksud dari ucapan putrinya setelah melihat gerakan putrinya yang menunjuk ke arah pipinya sendiri.

"Ppoppo dulu, baru kakak lepaskan."

Luhan dengan kaku mencium pipi putih kakak perempuannya. Xavia merasa sangat senang mendapatkan 'ppoppo' dari adiknya.

"Lepaskan adikmu, biarkan Ia sarapan dulu."

"Oke."

Xavia dengan tidak rela melepaskan pelukannya. Ia belum merasa puas memeluk adik kecilnya. Xavia menatap tajam sang ayah lalu mendengus kasar sebelum berjalan dan kembali duduk di samping kembarannya.

Leandra menatap datar sang putri tapi ia tidak merasa marah.

Kalau kalian jadi Xavia gimana ? Apakah bakal sama ?


19 Juni 2023

Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang