15

28.9K 2.8K 102
                                    

Halo halo,
Masih nunggu Luhan kan?
Jangan lupa vote dan komen ya.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.







Leandra dan Kristian juga mendengar ucapan Luhan. Mereka tidak menyangka si bungsu bisa melakukan seperti ini. Leandra jalan mendekat dan langsung menggendong bungsunya. Luhan tentu saja terkejut tapi mencoba membiasakan diri dengan perilaku keluarganya yang suka menggendongnya secara tiba-tiba.

"Sudah cukup, baby tidak boleh terlalu lelah."

Luhan menaruh dagunya di bahu sang ayah, sebelum bergumam "Hm" menjawab sang ayah.

"Darimana baby belajar seperti ini?" Tanya Kristian.

Pertanyaan si sulung sepertinya mewakili semuanya. Mereka tentu saja penasaran darimana si bungsu bisa bersikap manis seperti ini.

"Dari ayah Luhan. Walaupun kenangan saat bersama ayah terasa samar-samar jika Luhan mengingatnya. Tapi satu hal yang masih Luhan ingat dengan jelas, ayah berkata kita perlu berbagi pada mereka yang sudah baik pada Luhan. Jadi ayah dan Luhan sering berbagi permen. Kata ayah permen itu manis dan kita perlu berbagi hal yang manis pada mereka yang baik dan peduli pada kita"

Ah mereka paham, mereka juga tahu jika ayah Luhan meninggal karena kecelakaan. Saat itu Luhan masih kecil kemudian diasuh oleh paman dan bibi yang tidak baik.

Luhan sempat melupakan kebiasaan ini. Karena sejak sang ayah tiada, ia tidak mempunyai teman. Paman dan bibinya juga tidak bersikap baik padanya. Jadi untuk waktu yang lama Luhan tidak melakukan hal ini. Barulah setelah bertemu dengan keluarga barunya, Luhan mengingat kembali kebiasaanya ini.

"Anak Daddy memang baik."

"Tentu, Lulu kan adik Via," ucap Xavia dengan bangga.

Hari itu mereka menghabiskan waktu dengan bersantai. Dan perombakan mansion tentu saja tidak bisa dilakukan hanya dalam satu hari. Mansion Rodriguez sangat luas.

Saat makan malam tiba, mereka kedatangan tamu.

"Halo, semuanya. Sedang makan malam?"

Tamu itu ternyata Alex, sahabat Leandra yang sekaligus sebagai dokter pribadi Rodriguez.

"Luhan oke hari ini."

Alex menyapa Luhan yang sedang makan di pangkuan sang ayah. Ini membuat Alex sedikit iri.

"Oke dok."

"Kita bicara lagi nanti. Ini waktunya untuk makan."

"Dasar tak pernah berubah," gerutu Alex. Tapi ia dengan patuh diam dan mengambil ayam goreng yang ada di meja dan memakannya.

Makan malam kemudian berlangsung dengan tenang kembali. Dan setelah selesai seperti biasanya pindah ke ruang tengah.

"Mulai hari ini Alex akan tinggal disini untuk memeriksa Luhan setiap hari."

"Kris setuju, dengan begitu kondisi Luhan bisa dipantau setiap hari," ucap Kristian.

" Baby tidak apa-apa kan?"

"Luhan tidak apa-apa."

"Ah anakmu sangat manis. Jadi anak Papa ya?"

Leandra menatap datar Alex. Kenapa semua temannya selalu menyebut diri mereka sendiri dengan sebutan "Papa" saat bertemu dengan bungsunya dan mereka juga menginginkan Luhan untuk jadi anak mereka.

"Tidak, Luhan sudah punya Papa Dirgam."

"Dirgam? Dirgam Abraham maksudnya?"

"Iya," jawab Luhan.

"Sialan, aku keduluan."

"Jangan berbicara kasar di depan anakku."

"Ck. Oke kalau Papi bagaimana?"

Luhan merasa heran. Kenapa dokter yang ada di depannya bersikeras menjadikannya sebagai anak. Karena sebutan papa sudah ada jadi sang dokter mengubah panggilannya dengan papi?

"Kenapa anakku harus memanggilmu dengan sebutan itu?"

"Tentu saja, aku juga ingin mempunyai anak manis seperti Luhan. Anakmu yang lain mirip sepertimu, tidak ada manis-manisnya."

Alex sudah tahu betul dengan bagaimana ketiga anak Leandra yang lainnya. Sebagai dokter pribadi Rodriguez tentu saja ia sudah sering bertemu dengan mereka saat di eropa. Semuanya tidak bisa diajak bercanda dan memiliki tampang yang datar tanpa ekspresi. Tapi mungkin sedikit berbeda untuk Xavia itu.

"Jangan bicara omong kosong."

"Kenapa omong kosong. Kau saja setuju jika Dirgam di panggil Papa, kenapa aku tidak bisa?"

Leandra mendadak pusing jika harus menghadapi kelakuan Alex yang seperti ini. Kedua temannya itu  memang dari dulu selalu ingin bersaing dan tidak ada mau kalah.

"Terserah kau saja."

Alex mendadak merasa senang saat Leandra menyetujui keinginannya.

"Baby Luhan, mulai sekarang panggil dokter dengan sebutan Papi oke?"

"Papi?"

"Iya, benar. Ah manisnya anak Papi."

Alex hendak menerjang tubuh Luhan yang ada di pangkuan Leandra. Tentu saja Leandra tidak menginginkan itu. Ia menahan bahu temannya dengan salah satu kakinya mencegah temannya itu mendekati bungsunya. Ia setuju tapi bukan berarti temannya itu bisa seenaknya mengambil anaknya. Luhan terkejut melihat tindakan sang ayah, sedangkan untuk yang lainnya masih bisa tenang. Mereka malahan dalam hati diam-diam setuju dengan tindakan sang ayah.

Alex dengan kesal menampar kaki temannya yang ada di bahunya supaya hingga kaki itu terlepas dari tubuhnya.

"Kasar sekali."

"Diam ditempatmu."

"Ck, pelit sekali."

Luhan terbiasa bangun pagi dan saat ia merasakan tangan yang ada di atas perutnya. Ah Luhn ingat, semalam ia tidur di kamar sang ayah. Ia merasa pandangannya memburam dan ingin menggosok matanya. Tapi sebelum tangan itu menyentuh matanya. Ada tangan lain memegang tangannya terlebih dahulu, mencegah Luhan untuk menggosok matanya.

Leandra sudah bangun saat merasa pergerakan kecil pada tubuh yang ia peluk. Ia melihat sang anak yang terlihat tampak sedang mengumpulkan kesadarannya sampai tidak tau jika ia juga sudah bangun. Leandra dengan diam mengamati bungsunya, barulah saat melihat anaknya hendak menggosok matanya. Ia dengan cepat memegang tangan sang anak terlebih dahulu.

"Jangan digosok," ucap Leandra dengan suaranya yang masih serak.

"Luhan membangunkan Daddy?"

"Tidak, Daddy sudah bangun saat baby juga bangun. Jangan gosok matanya"

"Penglihatan Luhan sedikit memburam jadi Luhan ingin  menggosok supaya lebih jernih."

"Tidak boleh, kedipkan saja matanya supaya pandangannya lebih jelas."

Luhan mengedipkan matanya mengikuti anjuran sang ayah. Secara bertahap pandangan semakin jelas da tidak lagi buram.

"Sudah lebih baik?"

"Sudah, terimakasih Dad."

"Sama-sama, lain kali tidak boleh digosok oke? Ingat saja ucapan Daddy. Tau kan?"

"Luhan akan mengingatnya."

"Good boy."

Leandra membantu anaknya untuk bangun kemudian mereka mandi. Setelah selesai. Luhan turun dengan seragam sekolahnya dan Leandra setelan rapih. Yang lainnya sudah duduk tenang di ruang makan. Setalah Leandra dan Luhan duduk sarapan pun dimulai karena semuanya sudah ada di meja makan.







Kasih komen donk, gimana cerita Inay.


25 Juni 2023


Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang