Halo apa kabar para readers Inay sehat kan ? sehat dong pastinya?
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.Sean berjalan membawa Luhan menuju ke ruang kesehatan. Dalam perjalanan menuju ke sana kedua masih terdiam. Sean juga dalam suasana hati yang sangat buruk. Ia masih membayangkan jika saja, ia tadi datang terlambat. Apakah sekarang ia akan membawa tubuh Luhan yang berlumuran darah? Padahal, ia sudah memperingatkan gadis itu untuk tidak macam-macam pada Luhan. Apakah Bianca menganggap enteng ucapannya? Jika saja ia tahu Bianca akan senekat ini, ia tidak hanya akan mengucapkan kata, mungkin tindakan juga diperlukan untuk membuat gadis itu takut.
Mereka masuk ke dalam ruang kesehatan di sambut oleh dokter jaga. Sang dokter langsung mempersilahkan keduanya untuk masuk. Ia langsung memeriksa kondisi pergelangan kaki Luhan yang sekarang terlihat semakin membengkak.
"Tahan sedikit, ini mungkin akan sakit. Pergelangan kakinya sedikit geser jadi saya akan memperbaikinya. Jadi, mohon di tahan, ya."
Luhan menganggukkan kepalanya, ia terlihat tetap tenang. Tidak terlihat kesakitan ataupun panik. Sean yang berdiri di samping Luhan malahan yang terlihat lebih khawatir akan kondisi Luhan.
Dokter telah selesai menangani Luhan. Tidak ada teriakan yang ia perkirakan akan terdengar. Ia dibuat bingung karena tidak mendapatkan reaksi kesakitan. Bahkan sejak Luhan masuk, ia tidak mendengar ringisan sedikit pun dari pasiennya. Ia merasa jika ada sesuatu yang berbeda dari pasiennya ini. Atau pasiennya ini memang sekuat itu, bisa menahan dan menanggung rasa sakitnya.
"Selesai, saya sudah memberikan salep dan ini obat yang harus diminum, jika kondisinya tidak membaik bisa memeriksakan lebih lanjut ke rumah sakit."
"Terima kasih, Dok."
"Apakah ada cedera yang lain?"
"Kak."
"Hm?"
"Punggung Kak Sean."
"Ah, punggung Kak Sean tidak apa-apa. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Tapi... tadi Kakak membentur tembok cukup keras."
"Perlu saya cek?" tanya dokter jaga yang saat ini masih menunggu jawaban.
"Tidak apa-apa, tidak perlu."
"Jika tidak ada lagi, saya undur diri. Jika ada keluhan lainnya, saya ada di meja depan."
Luhan duduk di samping ranjang dengan kaki menjuntai ke bawah. Sean mengelus rambut Luhan dengan lembut. Ia bersyukur Luhan hanya mendapatkan cedera ringan.
"Kakak akan keluar sebentar, Luhan istirahat saja dulu, oke?"
"Oke, terima kasih, Kak Sean sudah menolong Luhan. Jika tidak ada Kakak, mungkin..."
"Sudah tidak apa-apa, Kakak juga bersyukur tidak datang terlambat. Sekarang Luhan istirahat saja. Kakak akan keluar sebentar."
Sean membantu Luhan untuk berbaring, kemudian ia juga memakaikan selimut sampai sebatas dada Luhan. Setelah memastikan posisi nyaman Luhan, ia mengelus pelan kepala Luhan kembali sebelum keluar meninggalkan ruangan.
Sean mengeluarkan ponsel dari sakunya, ia mencari kontak seseorang yang belum lama ini ia simpan. Ia langsung menekan tombol hijau, tidak lama sampai panggilan itu terhubung, terdengar suara dingin dari seberang.
"Sesuatu terjadi pada Luhan."
Sean menceritakan secara singkat dan jelas tentang kejadian yang tadi ia alami bersama Luhan, ia juga memberitahukan nama Bianca.
"Kemarilah, Luhan ada di ruang kesehatan tapi mungkin sekarang ia sedang tertidur," terdengar sahutan dari seberang telepon sebelum panggilan terputus sepihak.
Tidak lama, terdengar langkah kaki mendekat. Sean mengangkat kepalanya dan melihat si kembar datang dengan wajah tanpa ekspresi yang sangat dingin. Sean tidak terkejut dengan ekspresi yang ditampakkan si kembar, ia juga saat ini merasa sangat marah. Ia sudah menganggap Luhan sebagai adiknya. Jadi, tentu saja ia merasa marah saat seseorang ingin mencelakai Luhan, apalagi ia melihat kejadian tadi secara langsung di depan matanya sendiri.
"Bagaimana dengan Bianca?" tanya Sean.
"Aku sudah mengurusnya, dia berada di tempat yang seharusnya."
"Apakah kamu perlu bantuanku?"
"Apakah Rodriguez terlihat sangat lemah untuk membiarkan Alexander ikut campur untuk hal seperti ini?" ucap Xavier.
"Luhan sudah aku anggap sebagai adik. Jadi, aku tidak keberatan jika harus membantu?"
"Luhan adik kami," tekan si kembar.
"Dia juga adikku," Sean menghela napas sebelum melanjutkan ucapannya, "Untung saja aku melihat tingkah laku Bianca yang tidak biasa. Jadi, aku mengikutinya dari belakangnya. Tapi siapa sangka iya akan berbuat sejauh ini, jika saat itu aku tidak curiga, entah bagaimana keadaan Luhan sekarang. Luhan hanya mendapatkan sedikit luka kecil, kakinya terkilir. Selain itu, tidak ada luka lain," jelas Sean.
"Terima kasih," ucap si kembar. Kali ini, keduanya benar-benar berterima kasih pada Sean yang datang tepat waktu. Jika tidak, ia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dengan adik kesayangan mereka.
"Tidak usah berterima kasih, tapi ada hal yang membuatku sedikit bingung."
"Apa? tanya Xavia.
"Aku melihat Luhan tidak terlihat kesakitan sama sekali. Padahal kakinya terlihat membengkak, dokter juga sempat memperbaiki kaki Luhan. Untuk normalnya, pasti itu akan sangat menyakitkan tapi Luhan tidak terlihat kesakitan sedikitpun, ia bahkan terlihat sangat tenang."
Si kembar terdiam setelah mendengar perkataan Sean, keduanya saling menatap sebelum Xavier menghela nafas panjang.
Tentu saja Sean bingung melihat reaksi si kembar. Apakah ada yang salah dengan pertanyaannya? Kenapa ia melihat jika raut si kembar terlihat, agak murung?
"Melihat kamu sudah menolong adikku, jadi aku akan memberitahukan sebuah rahasia.
Tapi apakah kamu bisa menjaga mulutmu?" tanya Xavier dengan mimik yang terlihat sangat serius."Tenang saja, aku akan menjaga mulutku dengan baik, Alexander akan menepati setiap janjinya," ucap Sean ,ia juga bingung kenapa tiba-tiba suasana berubah menjadi tegang kembali.
Xavier menceritakan tentang singkat penyakit CIPA yang dialami adiknya. Sean sangat terkejut mendengar informasi yang baru saja ia dengar. Pantas saja ia melihat Luhan tidak terlihat kesakitan sama sekali. Ternyata Luhan menderita CIPA, yaitu penyakit yang tidak bisa merasakan rasa sakit. Ia ikut sedih dengan kondisi yang di alami Luhan. Sean tahu jika penyakit ini belum ada obatnya. Penyakit ini bisa sangat berbahaya jika penderitanya tidak diawasi dengan benar. Jadi, penderitanya harus dijaga dengan ekstra. Sekarang, ia tahu kenapa si kembar terlihat sangat overprotektif, ternyata ini salah satu alasannya. Jika ia jadi si kembar, ia juga akan melakukan hal yang sama pada Luhan. Apalagi Luhan terlihat sangat penurut dan manis. Siapa yang tidak ingin memiliki adik seperti Luhan? Ia merasa ingin sekali mengantongi Luhan dan membawanya pulang tapi tentu saja perkataan ini hanya Sean ucapkan di dalam hatinya. Jika si kembar tahu, ia yakin pasti si kembar tidak akan membiarkannya mendekati Luhan lagi.
Setelah cukup untuk berbagi informasi. Ketiganya masuk ke dalam ruangan untuk mengecek kondisi Luhan. Mereka melihat sang adik yang sudah tertidur di atas ranjang, mereka mendekati Luhan dengan langkah pelan, tidak mau mengganggu tidur pulas Luhan. Xavia yang biasa terlihat ceria, saat ini pun terlihat sangat pendiam. Jika saja saat ini Luhan tidak tertidur, ia pasti akan memeluk dengan erat adiknya itu. Ketiganya berdiri diam di samping samping ranjang.
Tanpa Xavier ataupun Xavia beritahu pun sang ayah dan kakak sulungnya pasti sudah tahu tentang hal yang terjadi pada Luhan. Jadi, keduanya tinggal menunggu apa yang akan dilakukan sang ayah pada gadis itu atau mungkin keduanya yang akan turun tangan secara langsung untuk menangani Bianca.
Yuhu Inay up nih.
Pasti udah pada nunggu Luhan, kan?Hohoho kalau begitu jangan lupa vote dan komen ya.
Enaknya Bianca diapain nih?
12 Agustus 2023
![](https://img.wattpad.com/cover/343370265-288-k88621.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Feel
Teen FictionSaat membuka mata Luhan sudah berada di tengah hutan. Tidak usah memikirkannya lagi, sudah pasti ia di buang Luhan menghela napas, ia kembali menutup matanya. samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat. "Hey boy, kenapa ada di tengah hutan. In...