Halo semuanya sehat, kan? sehat dong pastinya.
Selamat membaca dan semoga menghibur
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.Setelah kejadian itu, yang mengakibatkan kaki Luhan terluka, sang ayah dan ketiga kakaknya semakin ketat dalam mengawasinya. Si kembar juga selalu menempel Luhan ke manapun kecuali di saat Luhan berada di kelas. Mereka selalu tepat waktu untuk menjemput Luhan. Sean juga tidak absen. Si kembar sudah tidak lagi merasa keberatan dengan kehadiran Sean.
Luhan masih terlihat tenang seperti biasanya. Setelah seminggu, kakinya bisa sembuh dengan cepat. Leandra dan anak-anaknya bisa menghela napas dengan lega. Semuanya juga tidak lepas dari Alex yang memberikan perawatan yang terbaik. Ia dengan rutin selalu mengecek kondisi Luhan. Sebelum berangkat sekolah, ia juga memastikan dulu kondisi Luhan. Dengan kondisi istimewa Luhan, tindakan ini sangat diperlukan. Mereka tidak bisa menyepelekan hal sekecil apapun. Kondisi Luhan benar-benar harus dipantau dengan cermat. Luhan sendiri mulai terbiasa dengan segala hal yang menyangkut dirinya. Ia tahu semua itu perlu lakukan untuk menenangkan keluarganya dari rasa khawatir. Jadi, ia dengan kooperatif mengikuti semua prosedurnya.
Luhan tidak lagi melihat Bianca setelah kejadian itu. Ia juga sudah mendengar semua yang terjadi pada Bianca. Ia tidak merasa kasihan sedikit pun padanya. Bianca bisa melakukan hal seperti itu padanya. Jadi, ia tidak perlu berbelas kasihan.
"Kak Via,"
"Hm?" gerakan Via yang sedang memainkan rambut Luhan terhenti saat mendengar panggilan adiknya.
"Luhan terkadang penasaran."
"Lulu penasaran dengan apa, hm?"
"Luhan hanya penasaran, sakit itu seperti apa?"
Pertanyaan Luhan membuat gerakan si kembar dan Sean terhenti. Ketiganya terdiam, mereka bingung harus menjawab apa. Xavia melepaskan tangannya dan tidak lagi memainkan rambut sang adik.
"Lulu."
"Hm?"
"Mungkin Lulu tidak tahu bagaimana rasa sakit tapi Luhan harus ingat ini. Kakak yang akan merasakan sakit saat melihat Luhan kesakitan."
"Bagaimana bisa seperti itu?"
"Karena Lulu sangat berharga bagi Kakak." Xavia memeluk adiknya dengan sayang.
Xavier dan Sean masih diam, Keduanya menjadi pendengar. Tapi diamnya keduanya karena mereka setuju dengan apa yang diucapkan Xavia.
Luhan membalas pelukan kakaknya, " Kakak juga berharga untuk Luhan."
Di suatu tengah malam, mansion Rodriguez terlihat tidak setenang biasanya. Lampu-lampu masih menyala, menandakan para penghuni rumah masih membuka matanya. Situasi ini disebabkan karena si bungsu yang tiba-tiba demam tinggi. Luhan sendiri tentu saja tidak mengetahuinya dan tidak bisa merasakan rasa panas dari tubuhnya sendiri.
Saat Leandra tidur bersama anak bungsunya. Ia dikagetkan karena merasakan panas yang tidak normal dari sampingnya, yang tentunya berasal dari tubuh si bungsu. Ia membuka matanya dan langsung mengecek suhu tubuh Luhan. Dan benar saja, Luhan mengalami demam yang lumayan tinggi.
"Baby, dengar Daddy?" Leandra menepuk pelan pipi anaknya. Luhan membuka matanya dengan sayu, ia menatap sang ayah yang sekarang tepat berada di depannya.
Luhan menatap bingung, ia melihat raut khawatir sang ayah. Ia sendiri merasa seperti ada yang tidak nyaman tapi ia tidak tahu dimana rasa tidak nyaman itu.
Leandra menyibak poni anaknya, ia mendudukkan tubuh Luhan untuk bersandar padanya, "Baby demam. Daddy akan memanggil Alex." Leandra mengambil ponselnya dan langsung memanggil Alex. Setelah mengucapkan beberapa kata, panggilan terputus. Ia meletakkan ponselnya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Feel
Teen FictionSaat membuka mata Luhan sudah berada di tengah hutan. Tidak usah memikirkannya lagi, sudah pasti ia di buang Luhan menghela napas, ia kembali menutup matanya. samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat. "Hey boy, kenapa ada di tengah hutan. In...