26

19.9K 2.2K 54
                                    

Selamat malam readers kesayangan Inay,
Sehat, kan? Jaga kesehatan selalu, ya.
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.



Sejak Sean ikut makan bersama di meja yang sama dengan Luhan dan si kembar. Ia selalu mencari alasan untuk bisa makan bersama dengan mereka, tentu saja masih dengan wajah yang selalu tersenyum, membuat si kembar gatal untuk memukul wajah tersebut. Sedangkan Luhan tidak masalah jika mejanya bertambah satu orang lagi, bukankah lebih ramai lebih baik.

"Berhenti memandangku dengan wajah seperti itu," ucap Sean dengan senyuman khasnya.

Pandangan si kembar terputus saat menu yang mereka pesan telah datang. Xavier langsung mengambil alih piring yang berisi ikan. Sudah menjadi kebiasaannya untuk memisahkan daging dan duri ikan untuk sang adik. Xavia juga akan berbagi makanan seperti biasanya. Luhan sendiri sesekali menyuapi kakaknya Xavier karena kakaknya terlalu fokus jika sedang memilah duri ikan. Jadi, Luhan akan menyuapi sang kakak supaya ikut makan.

Sean menopang pipinya dengan satu tangan. Melihat pemandangan yang ada di depannya yang cukup menarik untuknya. Ia menatap lurus ke meja di belakang yang tidak jauh dari mereka makan. Matanya melihat ke seorang siswi yang menatap ke arah meja tempat mereka duduk. Tapi Sean sepertinya bisa menebak ke arah mana tatapan itu lebih tepatnya dilayangkan. Ia masih memasang wajah tersenyumnya sampai si siswi menyadari jika ia tertangkap basah, siswi itu menundukkan kepalanya untuk melanjutkan makan. Sean yang melihat itu seketika menurunkan sedikit sudut bibirnya.

Luhan sedang membeli jus buah, awalnya Xavier ingin membelikan tapi Luhan bersikeras ingin mencoba membeli sendiri. Jadilah, sekarang tiga pasang mata mengawasi Luhan yang sedang di depan stand aneka minuman.

"Kalian pasti tahu, kan?"

"Maksudmu?" tanya Xavia.

"Siswi itu."

"Ah, siswi itu. Namanya Bianca, dia  sekelas dengan Lulu dan baru pindah. Aku juga tahu jika dia teman satu sekolah Lulu si sekolah lama Lulu."

"Kalian tahu sampai sejauh itu."

"Tentu, Luhan adik kami. Jadi, kami tahu segalanya tentangnya meskipun Lulu tidak menceritakan apapun pada kami."

"Lalu menurut kalian bagaimana?"

"Luhan suka ketenangan, jika dia pintar dia pasti tidak akan melakukan apapun," ucap Xavier.

"Ah, sayangnya. Sepertinya dia terlihat cukup bodoh."

"Awasi," imbuh Xavier.

"Kalian benar, aku juga akan ikut mengawasinya."

"Tidak dibutuhkan."

"Aku sukarelawan, Luhan juga adikku."

"Luhan adik kami," ucap si kembar secara bersamaan.

"Tapi aku memaksa," ucap Sean dengan senyuman yang semakin lebar.

Luhan duduk di tengah-tengah kakak kembarnya. Dan menatap bingung, ia baru pergi sebentar kenapa sepertinya suasananya sudah berubah.

"Luhan," panggil Sean.

"Iya?"

"Kakak juga kakak Luhan, kan?"

"Em," jawab Luhan yang saat ini sedang meminum jusnya. Luhan berpikir, Sean kakak kelasnya jadi Sean tentu saja kakaknya karena ia sekarang jadi adik kelasnya. Tidak ada yang salah, kan?

Sayangnya Luhan salah paham dengan pertanyaan yang dilontarkan Sean padanya. Ia tidak tahu jika jawabannya membuat si kembar merasa masam. Sedangkan Sean memasang seringai di bibirnya.

"Kak Vier, mau?"

"Tidak."

"Kak Via, mau?

"Tidak."

Luhan tidak menganggap aneh jawaban singkat dari kakak kembarnya. Ia berpikir jika kedua kakaknya sudah merasa kenyang.

Si kembar hanya bisa menghela napas, melihat reaksi adiknya yang seolah merasa tidak ada yang terjadi. Hah, mereka merasa gemas dengan sang adik yang kadang terlalu cuek. Xavia yang sudah tidak tahan memeluk gemas Luhan.

Luhan yang mendapat pelukan gemas dari kakaknya hampir menjatuhkan jus buah yang ada di tangannya. Ia sudah biasa dengan sikap kakaknya jadi ia melanjutkan minum jusnya dengan Xavia yang memeluk erat tubuhnya. Kali ini, Xavier tidak memisahkan adik kembarnya. Ia melingkarkan lengannya di belakang kursi yang diduduki Luhan, memberikan kesan protektif dan posesif, ia menatap lurus ke arah Sean.

Sean merasa si kembar sangat kekanak-kanakan. Ia bisa merasakan kedutan di ujung bibirnya.

Bianca berjalan menyusuri koridor yang sepi karena saat ini masih jam pelajaran jadi tidak ada siswa yang berada di koridor. Ia baru keluar dari kamar mandi. Ia berjalan santai, tidak buru-buru untuk kembali ke kelas. Ia sekalian ingin mencari udara segar. Dari lantai dua, ia juga bisa melihat kelas lain yang sedang olahraga di lapangan basket. Ia terlalu fokus sampai tidak menyadari aja seseorang yang tiba-tiba muncul dari belokan yang menjadikannya jatuh terduduk karena yang ia tabrak ternyata seorang siswa bertubuh tinggi.

Siswa itu mengulurkan tangannya untuk membantu Bianca bangun.

"Kamu tidak apa-apa?"

Setelah melihat dengan jelas, Bianca menyadari jika siswa ini yang tadi siang ia lihat sedang makan di meja yang sama dengan Luhan.

"Maaf, aku tidak sengaja," ucap Sean dengan tersenyum.

Bianca dibuat bersemu setelah melihat senyuman itu. Kakak kelasnya ini terlihat lebih tampan dengan senyumannya. Apalagi dari jarak sedekat ini.

"Aku tidak apa-apa, Kak," ucap Bianca dengan malu-malu.

"Ah, sepertinya kamu teman sekelas Luhan?"

"I-iya, Kak."

"Saranku, jangan usik Luhan," ucap Sean masih dengan senyuman yang bertengger di bibirnya.

Bianca dibuat terpaku saat mendengar ucapan kakak kelasnya. Kenapa kakak kelasnya tiba-tiba mengatakan seperti itu.

"Apa maksud, Kakak?"

"Ini saranku, dengarkan dengan baik. Jika kamu pintar pasti kamu tahu maksudku. Lain kali, hati-hati saat berjalan,oke?"

Setelah selesai berbicara, Sean melanjutkan langkahnya. Meninggalkan Bianca yang masih berdiri diam di tempatnya.

Bianca masih memproses semua perkataan kakak kelasnya. Jika ia pintar? Apakah kakaknya berpikir jika ia bodoh? Sial! Bianca tidak menerima ini. Ini pasti Luhan. Ia pasti berbicara hal buruk tentangnya. Jika tidak, bagaimana kakak kelasnya itu tiba-tiba berbicara seperti itu kepadanya?!

Luhan melihat Bianca masuk, ia baru kembali setelah izin keluar. Bianca berjalan sembari menatap kearahnya. Luhan tidak lagi heran dengan Bianca. Ia mulai terbiasa dengan tatapan gadis itu. Luhan mengalihkan pandangannya ke arah guru. Ia lebih suka melihat guru yang menerangkan pelajaran dengan imbalan ia akan mendapatkan ilmu baru.

Bianca duduk kembali ke bangkunya. Suasana hatinya sedang tidak baik setelah bertemu dengan kakak kelasnya, ditambah ia yang harus selalu melihat Luhan karena mereka sekelas. Haruskah ia meminta ayahnya untuk memindahkan kelasnya? Tapi, jika seperti itu, bukankah tidak akan menarik?

"Bi, are you oke?" bisik teman di samping Bianca.

"I'm too much," jawab Bianca dengan mencoba tersenyum.

"Bianca! Sandrian! Jangan berbicara sendiri. Fokus!" tegur guru.

"Ba-baik, Bu," ucap keduanya dengan gugup setelah ketahuan berbicara di tengah pelajaran.





Hohoho Luhan update donk,

Jangan lupa vote dan komen ya,




6 Agustus 2023

Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang