19

27.6K 2.6K 48
                                    

Selamat membaca dan semoga menghibur.
Jangan lupa Vote dan komen ya,
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.





Keesokan harinya, demam Luhan sudah tidak setinggi seperti semalam. Sekarang badannya Luhan hanya terasa hangat.

Leandra menggendong anaknya turun kebawah untuk sarapan. Luhan terlihat masih lemas dan wajahnyanya terlihat sedikit pucat. Plester di kening Luhan juga secara berkala diganti.

Luhan memakai kaos pendek dan celana di atas lutut, di kakinya ada sandal rumahan berbentuk bebek yang terlihat sangat lucu. Dengan pakaian seperti itu, kulit putih Luhan terekspos dengan jelas. Tapi penghuni mansion tidak berani melihat secara terang-terangan ke arah bungsu Rodriguez.

Leandra mendudukan Luhan di atas pahanya, kepala Luhan masih bersender pada bahu sang ayah. Posisinya membelakangi meja makan.

Xavia berdiri dan pindah ke tempat duduk di samping kiri sang ayah, disamping kanan sang ayah sudah ada Kristian.

"Lulu sudah merasa lebih baik?"

"Iya," ucap Luhan dengan lirih.

"Demam adik kalian sudah turun, sekarang hanya sedikit hangat."

"Baby, Kak Kris suapi ya."

Luhan menganggukkan kepalanya dengan pelan, Leandra merubah posisi anaknya dengan duduk menyamping dengan masih di atas pangkuannya.

Kristian mulai menyuapi sang adik tapi baru beberapa suap, Luhan menggelengkan kepalanya.

"Makan lagi, ya?"

"Tidak, mual Kak," jawab Luhan. Luhan kembali menyandarkan kepalanya pada tubuh sang ayah. Ia merasa masih tidak bertenaga.

"Oke, tapi minum obatnya. Supaya  Baby cepat sembuh. Oke?"

"Em."

Kristian memberikan obat dan air hangat pada adiknya. Xavier yang sudah selesai sarapan, berdiri dan berjalan mendekat lalu menghampiri adik kecilnya yang juga baru selesai meminum obatnya.

"Sini dengan Kak Vier." Xavier mengambil tubuh adiknya dan menggedongnya keluar dari ruang makan diikuti Xavia. Leandra dan Kristian melanjutkan makan, membiarkan Luhan dijaga si kembar.

Alex sarapan terlambat jadi saat ia turun untuk makan, semuanya sudah meninggalkan meja makan. Akhirnya dengan sedih  Alex makan sendirian di meja makan. Setelah selesai ia menyusul yang lainnya yang ada di ruang tengah.

"Pagi semuanya." Sapaan Alex dianggap angin lalu oleh yang lain. Hanya Luhan yang menjawab dengan pelan, "Pagi."

"Ah, memang Luhan yang terbaik," Alex duduk di samping Luhan yang saat ini berada di pangkuan Xavier.

Alex mengecek keadaan Luhan seperti biasanya, "Demam Luhan belum sepenuhnya turun, demamnya bisa saja tiba-tiba tinggi lagi. Jadi harus terus kita pantau."

Seharian ini Luhan benar-benar di jaga dengan ketat, Alex juga sesekali mengecek keadaan Luhan. Akhirnya menjelang malam, demam Luhan reda sepenuhnya.

"Lulu akhirnya sudah tidak lagi demam. Kak Via senang." Xavia dengan gemas memeluk adiknya.

Luhan tersenyum kecil menanggapi ucapan kakaknya. Luhan sedang duduk di bawah beralaskan karpet bulu tebal, punggungnya bersandar pada sofa, dibelakangnya ada Xavia yang duduk di sofa sedang bermain dengan rambutnya. Xavia seperti biasanya sedang menguncir rambut Luhan. Xavia sangat senang bermain dengan rambut adiknya, ia juga sudah terbiasa mengikat rambut Luhan. Menurutnya adiknya terlihat tambah manis setelah rambutnya di ikat setengah ke belakang.

"Daddy, besok Luhan sekolah ya."

"Baby baru sembuh ingin langsung sekolah?"

"Em."

"Alex, bagaimana menurutmu?" Leandra meminta saran temannya.

"Luhan kemari," Alex menepuk tempat di sampingnya, membuat kode Luhan untuk duduk di sampingnya.

Luhan bangkit dan berjalan menuju Alex duduk. Xavia memasang wajah cemberut karena ia belum puas bermain dengan rambut adiknya.

"Luhan ingin sekolah?" Alex mengelus rambut Luhan.

"Iya, bolehkan?"

"Boleh, tapi Luhan harus minum vitamin dengan rutin, oke?"

"Iya."

"Juga istirahat yang cukup dan jangan lupa Luhan harus berkata jujur jika ada terluka ataupun merasa tidak nyaman."

"Iya, Papi."

"Good boy."

Mereka berbincang sampai jam menunjukkan waktunya Luhan untuk tidur. Kali ini Luhan tidur bersama kakak sulungnya. Kristian membawa adiknya ke kamar mandi untuk menggosok gigi lalu mencuci tangan dan kakinya. Setelah itu, ia membantu adiknya mengganti pakaiannya menjadi piyama tidur dengan motif beruang. Ah, adiknya terlihat sangat manis.

Luhan duduk diatas kasur melipat kakinya, di belakangnya ada sang kakak yang sedang membuka ikatan rambutnya. Jadi Luhan dengan patuh diam membiarkan kakaknya untuk membatu melepaskan kunciran yang di buat kakak perempuannya.

"Sudah."

"Terimakasih Kak."

"Sama-sama, sekarang kita tidur."

Luhan merebahkan tubuhnya, Kristian juga ikut berbaring di samping sang adik, ia mengulurkan tangannya dan membuat gerakan menepuk pelan dada adiknya. Ini  kebiasaan Kristian saat tidur bersama dengan adik bungsunya, ia berharap dengan begitu adiknya bisa cepat tertidur.

Luhan menikmati tepukan sang kakak, perlahan tubuhnya merasa rileks dan tak lama kantuk pun datang. Jadi tak butuh waktu lama untuk Luhan bisa tertidur.

Kristian melihat adiknya yang sudah tertidur. Ia mencubit pelan pipi sang adik, ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan adiknya. Setelahnya ia ikut menutup matanya, menyusul adiknya yang lebih dahulu tidur.

Hari telah berganti, Luhan sudah rapih dengan seragam sekolahnya. Xavia tidak lupa mengikat sebagian rambut adiknya kebelakang. Sebenarnya Luhan merasa terbantu dengan kakaknya yang mengikat rambutnya. Jika tidak, dengan poninya yang lumayan panjang pasti akan mengganggu penglihatannya. Jika kakaknya tidak suka mengikat rambutnya, mungkin Luhan akan memotongnya.

Setelah Alex memastikan keadaan Luhan sudah baik-baik saja, ia mengijinkan Luhan untuk berangkat sekolah. Tak lupa ia juga memberi pesan pada Luhan yang dibalas dengan anggukan kepala.

Luhan berangkat bersama dengan si kembar dan sang ayah. Kakak sulungnya sudah berangkat terlebih dahulu.

Sebelum keluar dari mobil, Luhan memberikan ciuman di pipi kanan sang ayah dan juga memberikan permen.

Kedatangan ketiganya tentu saja disambut antusias oleh siswa lainnya. Terutama Luhan yang menjadi idola para siswi, mereka merasa ingin membawa pulang Luhan dan menjadikannya sebagai adik. Tapi tentu saja itu hanya sebuah perumpamaan, mereka tidak berani dengan keberadaan pawang Luhan, ya tentu saja si kembar.

Ketika Luhan duduk di bangkunya, ia segera di kerumuni teman sekelasnya. Mereka menanyakan padanya tentang absennya masuk sekolah. Luhan juga mendapatkan camilan dari mereka, Luhan juga membagikan  permen pada semua teman sekelasnya.

Luhan sangat senang bersekolah di sini, ia mendapatkan banyak teman. Sangat berbeda dengan sekolah lamanya. Dulu ia tidak membuat teman karena mereka menghindarinya dan tidak ada yang mau berteman dengannya. Tapi disini ia bisa memiliki banyak teman. Ternyata memiliki teman tidak buruk dan Luhan merasa senang.


Halooo ada yang masih nunggu Luhan?

Cerita Inay yang satunya juga udah up lhoo 🤭
Mampir yuk.


2 Juli 2023

Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang