Hohoho,
Apa kabar readers kesayangan Inay.Luhan menatap datar Bianca, ia sudah bisa menduga jika Bianca ingin melakukan sesuatu padanya. Jadi, ia dengan cepat mencegahnya terlebih dahulu.
"Jangan, main-main," ucap Luhan.
Dulu, mungkin Luhan akan diam jika diperlukan kasar dan pulang dengan tubuhnya terluka. Tapi sekarang, ia sudah memiliki keluarga yang menyayanginya dan menjaganya dengan baik. Mereka akan selalu mengkhawatirkannya dan selalu mewanti-wanti untuk ia tidak terluka. Jadi, ia tidak bisa bersikap tidak peduli lagi, jika ia tetap seperti dulu bukankah itu tidak adil untuk keluarganya. Mereka menjaganya tapi ia sendiri tidak peduli dengan dirinya sendiri. Ia tidak lagi sendiri, sekarang ia mempunyai keluarga yang juga harus jaga ketenangannya, ini bukan lagi hanya menyangkut dirinya sendiri. Ia tidak ingin membuat keluarganya khawatir. Maka dari itu, Luhan memutuskan untuk melawan Bianca.
Sekarang Luhan sangat yakin, jika Bianca yang telah melukainya kemarin dan hari ini, Bianca ingin mengulangi perbuatannya.
"Sa-sakit, lepaskan," ucap Bianca.
"Sakit? Maaf, Luhan tidak tahu apa itu sakit."
"Dasar anak aneh!"
"Luhan tidak peduli, kamu menyebutku apa. Tapi Luhan peringatkan. Jangan macam-macam, sekarang Luhan tidak akan hanya diam saja."
Bianca berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Luhan. Tapi Luhan belum ingin melepaskannya.
"Lulu, sudah?"
Luhan melepaskan tangan Bianca setelah mendengar suara kakaknya.
"Sudah, Kak."
Luhan mengambil jaket dan tasnya, ia berjalan menghampiri kakak kembarnya, lewati dan mengabaikan Bianca begitu saja.
Bianca mengamati Luhan yang berjalan dengan tenang seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Xavia menggandeng Luhan, sesekali memeluk adiknya dengan gemas. Xavier berjalan di samping keduanya, ia tidak banyak biacara seperti biasanya.
"Lulu, tadi siapa?"
"Bianca."
"Siswa baru?"
"Iya, Bianca siswa pindahan baru."
"Ah, pantas saja Kak Via merasa asing."
Luhan tidak mau bercerita jika Bianca merupakan teman satu sekolahnya dulu, ia juga tidak ingin kakaknya tahu jika Bianca yang sudah melukainya. Ia tidak mau memperpanjang masalah tapi jika nanti Bianca melakukan sesuatu padanya lagi, mungkin ia akan berbicara dengan kakaknya. Untuk saat ini ia ingin sekolah dengan tenang.
Xavier hanya menyimak percakapan keduanya. Ia akan memisah kembarannya jika sudah terlalu gemas pada adik kecilnya. Tapi ia diam-diam melihat siswa baru yang disebutkan adiknya.
Setelah menempuh perjalanan, mereka akhirnya sampai di mansion Rodriguez. Ketiganya langsung membersihkan tubuh lalu berganti baju baru yang bersih.
Luhan keluar dari lift, ada Alex papinya yang sedang duduk di ruang tengah.
"Luhan, kemarilah," ucap Alex sembari menepuk sofa disampingnya, memberi kode untuk Luhan duduk.
Luhan dengan patuh berjalan dan duduk di samping Alex.
Alex membuka kotak yang ada di meja sampingnya. Di dalamnya berisi obat dan peralatan medis sederhana. Alex menarik lengan Luhan yang terluka, ia membuka perban dengan perlahan.
"Lukanya sudah mulai kering tapi tetap belum boleh terkena air. Luhan, mengerti?"
"Iya, Luhan mengerti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Feel
Teen FictionSaat membuka mata Luhan sudah berada di tengah hutan. Tidak usah memikirkannya lagi, sudah pasti ia di buang Luhan menghela napas, ia kembali menutup matanya. samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat. "Hey boy, kenapa ada di tengah hutan. In...