Halo semuanya. Gimana kabarnya?
Sehat? Sehat kan? Tetep semangat kan pastinya.
Typo tandai ya biar bisa langsung diperbaiki.Hari-hari Luhan bersekolah seperti siswa pada umumnya. Ia sangat suka belajar jadi tidak heran jika ia tidak memiliki teman dekat. Tapi teman sekelasnya semuanya sangat baik dan pengertian. Mereka tidak banyak mengganggu Luhan dan hanya mengobrol sebentar. Teman sekelasnya tau jika Luhan sangat suka belajar jadi mereka merasa tidak baik menggangu belajar teman. Mereka juga kadang memberi camilan pada Luhan. Luhan tidak menolak niat baik mereka dan bertukar dengan permen yang dibawanya. Tentu saja para siswi yang memberikan camilan sangat senang saat Luhan memberikan mereka permen. Dan permen yang diberikan Luhan manis dan enak. Dan lagi Luhan terlihat sangat manis dan menggemaskan. Apalagi saat separuh rambutnya diikat ke belakang, Luhan memiliki kesan cantik.
Luhan menyukai semua pelajaran baik akademik maupun non akademik. Seperti sekarang Luhan sedang pelajaran olahraga. Mereka sedang tanding basket dengan kelas sebelah. Jangan remehkan tinggi badan Luhan yang terlihat dibawa rata-rata anak seumurannya. Ia pandai dalam semua pelajaran olahraga. Dan yang lebih lagi, saat bermain Luhan sering menerapkan perhitungan cepat dan matang. Ia bisa mengukur sudut, jarak dan tenaga yang harus ia berikan. Jadi tidak heran jika semua bola yang dilemparkan Luhan akan selalu masuk ke dalam ring, karena semua itu sudah masuk dalam perhitungan Luhan.
Tentu saja setiap Luhan memasukkan bola dalam ring, selalu ada teriakan heboh dari pinggir lapangan.
Itu membuat lawan mainnya merasa semakin panas. Karena mereka tidak puas jika harus kalah dengan anak baru dan lagi tinggi badan mereka lebih tinggi dibandingkan Luhan yang bisa dikatakan mungil.
Tiba-tiba saja Luhan di tabrak dari belakang yang menyebabkan ia terjatuh dengan keras. Luhan jatuh dengan kedua lutut sebagai tumpuan. Kejadian itu mengundang pekikan dari para siswi yang sedang menonton dari pinggir lapangan.
Luhan bangkit di bantu oleh teman sekelasnya.
"Luhan oke?"
"Sakit ngga Han?"
"Tidak apa-apa," jawab Luhan.
Ia bisa melihat tatapan khawatir dari teman satu timnya. Bahkan ada salah satu teman sekelasnya yang tidak terima dan hampir ada perkelahian. Tapi bisa di cegah terlebih dahulu oleh guru olahraga.
Luhan berusaha meyakinkan bahwa ia tidak apa-apa. Dan berusaha menenangkan para teman sekelasnya.
Karena konflik itu pelajaran olahraga di sudahi lebih cepat. Dan guru meminta semua muridnya untuk berganti pakaian dan beristirahat sembari menunggu pelajaran selanjutnya.
Teman Luhan menawari Luhan untuk mengantarnya ke ruang kesehatan tapi Luhan menolak karena ia merasa baik-baik saja. Tapi melihat wajah tenang Luhan akhirnya mereka menyerah untuk membujuk Luhan pergi ke ruang kesehatan.
Tak terasa jam sekolah telah usai. Semua siswa satu persatu meninggalkan sekolah. Si kembar juga menuruni tangga untuk menjemput sang adik. Mereka terbiasa berangkat dan pulang sekolah bersama.
Si kembar tidak tahu tentang insiden yang terjadi saat jam olahraga sang adik. Jika mereka tahu mereka tidak mungkin akan bersikap tenang seperti ini.
Xavia dengan gemas mencubiti pipi sang adik yang terasa lembut dan kenyal. Ia merasa kecanduan dan ingin terus memegang pipi Luhan. Saat ini mereka duduk di mobil sedang dalam perjalanan pulang ke mansion.
Xavier merasa kasihan dan tidak tega jika pipi adik kecilnya selalu dimainkan sang kembaran. Jadi menggeplak tangan Xavia cukup keras, ia juga merasa sedikit kesal. Karena pipi sang adik pasti akan memerah setelah dimainkan oleh sang kembaran.
"Apaan sih Vier sakit," keluh Xavia.
"Memang Luhan tidak sakit?"
"Lulu merasa sakit?"
Luhan menggelengkan kepalanya sebagai respon.
"Lihat, Lulu saja tidak keberatan."
"Kamu tidak merasa kasihan? Pipi adik kita sudah memerah."
Xavia melihat dan memang ada kemerahan di kedua pipi adiknya. Tapi Xavia tetap tidak bisa menahan kegemasan pada sang adik.
"Lulu, kak Via minta maaf ya."
"Tidak apa-apa kak."
"Jangan dibiasakan," imbuh Xavier.
Luhan diam tidak menjawab. Xavia mengelus pelan pipi sang adik. Dan ia sedikit merasa bersalah. Tapi tidak dipungkiri ia pasti akan mengulanginya.
Tak terasa hari sudah gelap. Matahari telah digantikan oleh sang bulan.
Makan malam tengah berlangsung. Luhan duduk di samping kanan sang ayah seperti biasanya. Leandra juga akan mengambilkan makanan untuk anak bungsunya. Luhan tidak rewel untuk dilayani. Ia memakan apa pun yang diberikan padanya dan tidak pernah mengeluh.
Entah bagaimana kejadiannya cangkir yang berisi kopi panas yang ada di depan Leandra jatuh dari meja.
Luhan yang dekat dengan sang ayah refleks menangkap cangkir yang berisi kopi panas itu menggunakan tangan kosong.
"Luhan!"
"Lulu!"
"Baby!"
Tentu saja tindakan Luhan mendapat pekikan terkejut dari lainnya.
Mereka tidak mengira Luhan akan menangkap cangkir itu. Tentu saja telapak tangan Luhan tersiram kopi yang masih panas itu.
"Lepaskan baby," ucap Leandra saat mengambil cangkir yang masih di pegang sang anak.
Bagian yang tersiram sudah berubah menjadi kemerahan. Yang lainnya juga mendekat ke arah Luhan dan melihat luka tersebut.
Makan malam akhirnya berakhir lebih awal, tidak ada yang ingin melanjutkan makan dan mereka sudah tidak memiliki selera untuk makan lagi.
Leandra menggendong si bungsu untuk di dudukan di sofa ruang tengah. Dengan sigap maid membawakan kotak obat kepada sang tuan.
Luka itu terlihat semakin memerah, sangat kontras dengan kulit Luhan yang berwarna putih. Luhan masih memasang wajah tenang tidak menunjukkan rasa sakit.
"Daddy, ini tidak sakit. Luhan tidak apa-apa."
"Jangan bohong."
"Tidak bohong."
Leandra tidak mempercayainya dan membuka kotak obat. Tapi terlebih dahulu ia merendam tangan sang anak dalam baskom berisi air dingin untuk mengurangi peradangan. Baru setelah itu ia mengoleskan salep pada luka sang anak. Luhan tidak menunjukkan tatapan sakit ataupun mengernyitkan dahi. Luhan terlihat tenang dan patuh saat diobati sang ayah.
Setelah selesai Leandra meniup luka yang ada di tangan sang anak.
Xavia merasa sedih melihat tangan adiknya melepuh merah karena terkena air kopi yang masih panas.
Celana Luhan juga ternyata terkena percikan air kopi. Leandra membawa sang anak kembali ke kamarnya untuk berganti celana diikuti ketiga anaknya yang lain.
Mumpung Inay lagi mood,
Inay kasih double up nih,
Inay baik kan? 😁Vote dan komennya juga jangan lupa ya 😁
22 Juni 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Feel
Teen FictionSaat membuka mata Luhan sudah berada di tengah hutan. Tidak usah memikirkannya lagi, sudah pasti ia di buang Luhan menghela napas, ia kembali menutup matanya. samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat. "Hey boy, kenapa ada di tengah hutan. In...