13

30.3K 3K 153
                                    

Halooo readers kesayangan Inay.
Jangan lupa vote dan komen oke,
Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.






Leandra mendudukkan Luhan di pinggir kasur. Ia dengan pelan melepas celana yang di pakai sang anak. Luhan memakai celana pendek lagi di dalam celana panjang jadi ia tidak merasa malu saat sang ayah melepaskan celana panjangnya.

Saat celana di lepas, terlihatlah ruam biru di kedua lutut Luhan. Ruam itu terlihat sangat mengerikan saat di lihat.

"Baby ini kenapa?"

"Jatuh saat bermain basket."

"Kenapa tidak bilang dengan kak Via dan Vier?" Ucap Xavia.

"Karena tidak sakit."

"Tidak sakit?" Ucap Kristian.

Luhan menganggukkan kepalanya. Semuanya tampak terdiam dan merasa ada yang tidak beres. Leandra langsung mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

"Kemari cepat."

'ada apa?'

"Jangan banyak bertanya, cepatlah kemari atau aku akan menyeretmu"

'ck, iya.'

Panggil terputus dan semuanya sedang menatap ke arah si bungsu.

"Tidak sakit, Luhan tidak bohong." Luhan berusaha menyakinkan semuanya.

Tapi semuanya tetap diam, tidak mau membalas ucapan si bungsu. Semakin Luhan mengatakan tidak sakit, mereka merasa semakin ada yang salah dengan si bungsu.

Tak lama pintu terbuka, masuklah pria yang terlihat seumuran dengan Leandra, yang terlihat dengan wajah lelahnya.

"Ada apa? Aku baru sampai sore ini. Aku sedang tidur saat kau menelponku."

"Diam, periksa anakkku."

Pria yang bernama Alex itu mendengus sebelum berjalan ke arah Luhan yang sedang terduduk di pinggir kasur.

Ia mengernyitkan dahinya saat melihat lebam yang sudah berubah menjadi biru keunguan. Dan tangan kanan remaja ini terlihat seperti melepuh.

Alex pertama mencoba memeriksa luka yang ada di lutut Luhan. Ia menyentuhnya dengan pelan.

"Sakit?"

"Tidak."

Alex menambah kekuatannya saat menyentuh luka itu. Luhan tetap terlihat tenang, tidak menunjukkan raut kesakitan sedikit pun. Jelas Alex merasa ini tidak normal.

"Lean, luka ini terlihat baru," tunjuk Alex pada luka kemerahan yang ada di tangan Luhan.

"Anakku menangkap cangkir yang berisi kopi panas dengan tangan kosong."

"Yang ini juga tidak sakit?"

Luhan menganggukan kepalanya. Alex sepertinya mempunyai tebakan. Ia berdiri lalu mengelus kepala Luhan dengan lembut.

"Lean, aku sepertinya punya tebakan tapi kita harus melakukan pemeriksaan menyeluruh. Besok kita akan pergi ke rumah sakit."

Semuanya terlihat tidak tenang setelah mendengar ucapan Alex.

"Apakah serius?"

"Jika tebakanku benar, ini sangat serius."

Luhan tetap diam tidak bersuara. Ia merasa jika ia membuka suara, malah akan menambah suasana menjadi lebih tidak nyaman.

"Oleskan salep ini pada luka di tangannya dan yang ini untuk di lututnya."

"Oke."

"Dan ngomong-ngomong anakmu sangat manis, boleh jadi anakku juga?"

Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang