42

14.9K 1.7K 99
                                    

Halo readers kesayangan Inay, sehat? Sehat donk pastinya.

Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.

###

Lingga sedang ikut menemani Luhan untuk berlatih menembak di bawah pengawasan Kristian.

Lingga yang yang biasanya terlihat sangat aktif saat ini terlihat sangat tenang dan tatapannya fokus ke depan pada target sasaran tembakan. Luhan yang memiliki bawaan tenang saat ini terlihat semakin tenang. Tatapannya terlihat sangat fokus dan tidak tergoyahkan.

"Konsentrasi, bidik sasaran lalu tembak."

Luhan dan Lingga melepaskan tembakan hampir bersamaan. Keduanya mengenai titik tengah dan mendapatkan poin 10 yang bisa di katakan sempurna. Untuk pemula, poin ini sudah sangat menakjubkan. Meskipun sebenarnya hanya Luhan yang merupakan pemula, untuk Lingga, sebenarnya ia sudah berlatih menembak sejak umur 12 tahun. Saat ini, ia hanya mencari alasan untuk bisa berlatih bersama Luhan.

"Wah, tepat sasaran! Aling hebat, kan?" ucap Lingga dengan menyombongkan diri.

"Iya," jawab Luhan.

"Luhan juga hebat!"

"Terima kasih."

"Baby hebat," puji Kristian sembari mengelus rambut adiknya.

Bukan hal sulit untuk mengajari Luhan. Luhan merupakan anak yang pintar dan sangat cepat belajar.

Latihan terus berlanjut sampai Kristian memberikan instruksi untuk mereka berhenti dan meminta keduanya untuk beristirahat.

"Untuk hari ini cukup, Baby, senang?"

"Em, Luhan senang. Terima kasih sudah mengajari Luhan, ya, Kak."

"Tidak perlu berterima kasih. Tapi ingat, tidak boleh membawa senjata tanpa sepengetahuan Kakak dan Daddy, mengerti?"

"Iya, Kak. Lagipula Luhan masih di bawah umur, Luhan tidak berani membawa senjata, itu ilegal."

"Bagus, jika Baby tahu."

Kristian tahu betul jika adiknya merupakan anak yang jujur dan taat pada peraturan. Tapi meski begitu, baik Kristian atau pun yang lain tetap mewanti-wanti Luhan untuk berjaga-jaga.

Luhan berjalan dan masuk lewat pintu samping. Saat sudah dekat, Luhan melihat sang ayah yang berjalan melewati pintu samping, seperti menunggunya. Luhan mempercepat langkah dan berdiri di depan sang ayah.

Leandra melihat anak bungsunya yang berjalan cepat ke arahnya. Ia merasa geli, untuk apa anaknya terlihat terburu-buru, ia tidak akan pergi ke mana pun. Lagipula, ia memang sengaja menunggu anak bungsunya yang hari ini belajar menembak di bawah bimbingan anak sulungnya. Melihat anak bungsunya yang sudah di depannya, Leandra langsung memeluk anak bungsunya.

"Sudah selesai?"

"Sudah, Dad."

"Senang?"

"Senang. Bisakah lain kali, Daddy yang mengajari Luhan?"

"Tentu saja, Baby."

Mendengar jawaban sang ayah, mata Luhan terlihat sedikit berbinar. Leandra tahu jika anak bungsunya mungkin terlalu tenang dan minim ekspresi. Mungkin karena pengalaman hidup Luhan yang tidak baik. Jadi, Leandra sudah merasa senang dengan sifat anaknya yang sekarang sedikit demi sedikit bisa mengekspresikan emosinya apalagi Luhan yang terlihat suka menempel padanya.

Jika Luhan sangat senang mendengar sang ayah akan mengajarinya menembak, lain halnya dengan Lingga. Lingga sebenarnya memiliki beberapa kesan buruk untuk sang paman.

Don't FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang