Halo readers kesayangan Inay,
Sehat, kan? Sehat dong pastinya.Typo tandai ya supaya bisa langsung diperbaiki.
Luhan pulang ke mansion dengan di gendong Xavier. Sebenarnya Xavia juga ingin menggendong Luhan Tapi Xavier tidak mengizinkannya. Xavia itu terlewat gemas pada Luhan jadi Xavier takut jika nanti kaki Luhan akan bertambah terluka saat Xavia menggendong Luhan dengan tidak benar. Karena Luhan tidak bisa merasakan sakit jadi ia harus ekstra menjaga Luhan.
Setelah masuk ke mansion ia melihat sang ayah sudah duduk dengan tenang di ruang tengah. Ekspresinya masih datar seperti biasanya.
"Daddy," sapa Luhan yang sekarang sudah terbangun dari tidurnya.
"Hm, kemari."
Xavier mendekat dan mendudukkan adiknya di samping sang ayah.
Leandra membalik tubuh Luhan untuk menghadap ke arahnya. Ia menggulung celana sang anak. Ia melihat pergelangan kaki anaknya yang membengkak. Ia menarik napas panjang untuk menenangkan emosinya. Ia sudah dengar dengan kejadian yang menimpa anak bungsunya. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana keadaan bungsunya jika anak dari keluarga Alexander tidak menyelematkan anaknya tepat waktu. Mungkin Luhan tidak merasakan sakit tapi ia yang akan merasakan sakit saat melihatnya.
"Daddy."
"Hm?"
"Jangan marah." Luhan menyenderkan kepalanya pada tubuh sang ayah.
"Apakah Daddy tidak boleh marah? Apakah Baby tidak tahu jika saja Sean tidak ada di sana."
Sekarang Luhan terdiam tidak bisa membalas ucapan sang ayah. Ia memang tahu jika semuanya akan berakhir serius jika Bianca berhasil mencelakainya. Ia menghela napas panjang.
"Hm, Daddy boleh marah," ucap Luhan.
Leandra tidak membalas dengan perkataan tapi ia membalas dengan memeluk anaknya dengan erat. Matanya terlihat dingin, si kembar juga sekarang terlihat sangat tenang. Tenangnya mereka seperti ada badai yang akan menanti.
Alex datang tepat waktu untuk sedikit mencair suasana. Ia juga tahu betul dengan perasaan teman dan anak temanya. Ia juga ikut marah tapi biarlah Leandra yang akan mengurusnya. Ia hanya akan fokus pada Luhan. Alex langsung memeriksa kaki Luhan, ia mengoleskan salep untuk meredakan pembengkakan.
"Selesai, sekarang Luhan ganti baju lalu istirahat."
"Terima kasih Papi."
"Sama-sama, Baby."
Leandra menggendong anak bungsunya untuk kembali ke kamarnya. Ia juga menggantikan baju sang anak. Luhan dengan patuh diam membiarkan sang ayah untuk membantunya menggantikan bajunya. Sebenarnya, ia sempat ingin mengganti bajunya sendiri. Tapi ayahnya bersikeras ingin menggantikan bajunya.
"Sekarang, Baby istirahat. Daddy akan tetap di sini sampai Baby tidur." Leandra ikut merebahkan tubuhnya di samping sang anak. Ia menepuk-nepuk pelan dada sang anak untuk membujuknya tidur.
Tidak butuh lama untuk Luhan tertidur. Entah Leandra harus bersyukur atau tidak. Dengan kondisi khusus anaknya, tentu saja Luhan bisa tidur dengan tenang tanpa harus merasakan sakitnya pergelangan kakinya yang terkilir dan membengkak. Memikirkan itu, Leandra harus menghirup napas yang panjang untuk menekan emosinya. Ia memperbaiki selimut anaknya dan mengatur suhu ruangan. Sebelum keluar ia menyempatkan untuk mengecup lembut kening anak bungsunya.
Ia berjalan ke bawah. Disana sudah ada Kristian juga. Ketiga anaknya sedang duduk di ruangan tengah.
"Daddy," sapa Kristian.

KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Feel
Novela JuvenilSaat membuka mata Luhan sudah berada di tengah hutan. Tidak usah memikirkannya lagi, sudah pasti ia di buang Luhan menghela napas, ia kembali menutup matanya. samar-samar ia mendengar langkah kaki mendekat. "Hey boy, kenapa ada di tengah hutan. In...