Bab 15 : Surat Perjanjian

1.5K 126 1
                                    

Setelah melewati hari yang panjang menjadi tokoh utama dalam pesta pernikahan. Akhirnya Raka dan Mala dapat bernafas lega ketika menginjakkan kaki di rumah baru mereka. Rumah masa kecil Raka saat masih ada ibunya, namun rumah itu terlihat sedikit berbeda setelah dilakukan renovasi.

Raka tampak begitu santainya sambil sibuk memainkan ponselnya, berbeda dengan Mala yang tegang dan bingung harus melakukan apa. Karena dirasa tubuhnya gerah dan sudah lengket karena keringat Mala akhirnya memutuskan untuk mandi.

Mala berendam di air hangat sambil memainkan busa dengan wajah ceria tanpa terlihat wajah yang merasa kelelahan.

Meskipun pernikahan terlaksana tanpa cinta namun Mala berharap rumah tangga mereka akan dipenuhi dengan kasih sayang. Mala juga berharap Raka akan mencintainya dan pernikahan mereka akan bertahan hingga maut memisahkan.

Tok...Tok...Tok...

Suara pintu kamar mandi yang diketuk. Mala terdiam sejenak dengan mata yang melebar.

Apakah Raka akan memulai malam pertama mereka dengan mengajaknya mandi bareng?. Ayolah!! Kepala Mala benar-benar sudah dipenuhi pikiran kotor.

"Lo bisa cepet ga mandinya, gue mau ngomong!" teriak Raka dari luar pintu kamar mandi.

Mala menghela napas lega mendengar perkataan Raka. Ternyata Raka tidak memintanya membuka pintu dan mempersilahkan masuk seperti yang ada dipikirannya.

Mendengar perkataan Raka barusan. Mala langsung membilas tubuhnya dengan cepat lalu memakai piyama dan berjalan keluar kamar mandi.

Mala berdehem mengontrol dirinya sebelum berjalan menuju Raka.

"Duduk!" perintah Raka begitu melihat Mala keluar dari kamar mandi.

"Apa ini??" tanya Mala menatap bingung amplop coklat yang dilemparkan Raka dimeja depan mala.

"Surat perjanjian"

Mala membuka amplop itu dilihatnya secarik kertas yang ada didalamnya dan mulai mengeluarkannya.

"Lo ga mikir kita nikah beneran kan?" Perkataan Raka yang membuat Mala tidak jadi membaca surat itu.

"Maksudnya??" tanya Mala dengan wajah bingung.

"Gue ga cinta sama lo! Jadi tanda tangani surat perjanjian itu!"

Ternyata pernikahan mereka tidak seindah yang Mala harapkan. Perjanjian Raka buat karena alasan Mala bukanlah wanita yang ia cintai.

"Tapii....." Mala ingin bersuara.

"Gue cinta sama Manda! Gue ga cinta sama lo!!" namun Raka menegaskan perkataannya.

Hati Mala hancur mendengar ucapan itu. Sekuat mungkin Mala menahan air matanya untuk tidak menetes meski hatinya sangat sakit.

"Lantas kenapa lo terima perjodohan ini kalo lo emang cinta sama Manda!"

"Gue ga mau kehilangan bagian harta gue karena menentang perkataan papa dan gue berpikir lo juga begitu. Kita sama-sama dipaksa menjadi suami istri untuk melunasi perjanjian konyol yang kakek kita buat" jelas Raka membuat sedikit air mata Mala menetes.

Mala tidak menjawab perkataan Raka dan perlahan mulai membaca isi surat perjanjian yang diberikan kepadanya.

Mata Mala melebar kaget begitu membaca isi surat yang tertulis bahwa mereka akan bercerai setelah pernikahan berjalan satu tahun. Mala yang sempat berpikir bahwa lama kelamaan Raka akan mulai mencintainya, tapi dengan adanya surat itu entahlah apakah bisa Raka mencintainya.

"Ini sama aja ngebohongin orang tua kita Rak!!" Mala berbicara dengan nada serius.

"Terus. Lo mau jadi istri dari laki-laki yang mencintai wanita lain?"

Mala menggeleng. Perempuan bodoh mana yang ingin berada diposisi seperti itu. Meski dirinya sangat mencintai Raka, tapi ia tidak ingin merasakan itu membayangkannya saja sudah sakit bagaimana jika itu dirasakannya mungkin hatinya akan hancur berkeping-keping.

"Jangan pernah berharap kita akan tidur seranjang!!" ucap Raka mengingatkan Mala.

Mala hanya menundukkan wajahnya dan sesekali jemari lentiknya mengusap air mata yang berhasil mengalir membasahi pipinya.

"Dan yang terpenting jangan pernah menunjukkan jarak antara kita didepan keluarga!!" imbuh Raka yang kemudian mengambil bantal dan selimut di lemari yang akan digunakannya untuk tidur di sofa.

Mala duduk mematung dibibir ranjang. Perempuan itu tak tau harus berkata dan berbuat apa lagi. Mala kemudian pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Keluar dari kamar mandi Mala melihat Raka sudah tertidur dengan suara dengkurannya yang halus menandakan bahwa lelaki itu benar-benar sudah terlelap di atas sofa.

Mala memandang sebentar wajah belahan jiwanya itu.Wajah yang begitu tampan serta polos. Mala merasa perkataan yang Raka ucapkan tidak begitu nyata. Tapi perkataan itu benar-benar terucap dari mulutnya.

Dengan perasaan yang masih sedih Mala mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menarik selimut untuk menutup seluruh tubuh hingga tenggelam didalamnya. Perempuan itu kemudian memejamkan kedua matanya.

Bersambung...

AMALA  [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang