Astrophile 3: Hanya Singgah Sebentar
Aku merasakan jika hadirmu begitu dekat, meski itu hanyalah metafora belaka. Aku merasa tanganmu bisa kugenggam dengan erat, meski sebenarnya itu hanyalah bayangnya saja. Serindu inikah diriku padamu? Hingga fatamorganamu saja aku buat senyata mungkin.
Lantas bagaimana denganmu di sana? Samakah menggebunya perasaan itu? Demikiankah rindunya dirimu padaku? Apa lagi-lagi, ini hanya khayalku saja? Menyedihkan sekali kisahku ini.
****
Terik matahari yang sangat menyengat tak membuat dua remaja itu berpindah posisi. Bernaung di pinggiran lapangan dengan pepohonan kecil yang dijadikan sandaran. Hanya berhalangan dedaunan yang tak seberapa lebatnya untuk menghalau paparan matahari.
Jam pelajaran kali ini kosong karena guru yang bertugas tengah berhalangan hadir. Karena Athala memutuskan untuk menghabiskan waktunya di kantin, alhasil Silla memilih untuk mengajak Chandra agar menonton pertandingan futsal dengannya, meskipun dia tahu Chandra tidak menyukainya.
Baskara yang menyengat membuat tenggorokan Silla digerogoti rasa haus. Tangannya terulur mengambil sebotol air mineral yang tadi dibelinya. Alih-alih mengambil untuk dirinya sendiri, dia justru memberikannya kepada Chandra yang sosoknya tak mengeluh panas sedikit pun. "Minum nih, panas banget anjir."
Chandra menerimanya tanpa menoleh ke arah Silla. Dia langsung membuka tutupnya yang masih tersegel dengan sekali putaran. Setelah terbuka, dia menyerahkannya kembali kepada Silla. Hal itu sontak membuat perempuan itu bertanya-tanya. "Apaan? Kenapa dikasih lagi minumnya?"
"Minum aja, gua gak haus. Nih, ambil," sengit Chandra dengan mata tajam yang menatap objek tak jauh di depannya. Kedua alisnya saling menyatu karena paparan sinar matahari yang menerpanya.
"Nggak, itu punya lo. Punya gua ada nih, kan tadi beli dua," tolak Silla akan pemberian dari Chandra. Yah karena minum tersebut sengaja Silla beli untuknya.
Chandra menggeleng tegas. Dia tetap menyodorkan minumannya kepada perempuan itu. Tapi, sorot matanya masih menatap ke depan. Mencoba menikmati pertandingan futsal antar kelas di jam mereka olahraga. "Udah, minum aja, nih ambil cepet."
Mau tidak mau, Silla pun mengambilnya. Membuka tutupnya yang sudah kendur karena tadi dibuka oleh Chandra. Menenggaknya hingga setengah. Lumayan, dahaganya sudah berkurang. "Seger banget anjir."
Chandra terkekeh tipis mendengarnya. Kemudian dia menyudahi pandangannya yang menonton pertandingan di lapangan. Beralih menatap sosok di sampingnya yang sibuk menutup kembali minumnya. "Besok weekend, La."
Silla menoleh dengan raut wajah kebingungan. Dengan tiba-tibanya Chandra mengatakan hal itu. "Terus kenapa?"
"Cari pacar gih, La," titah Chandra langsung tepat pada intinya. Wajah lelaki itu dengan lekat menatap Silla tanpa canggung sedikit pun. Berbeda dengan sang empu yang ditatap, sudah tak karuan detak jantungnya.
Silla meneguk ludahnya kasar. Hei Chandra, bagaimana dia mengatakan itu dengan mudahnya di saat Silla hanya menginginkan dirinya? Ah sial, lagi-lagi Silla kembali diingatkan dengan kenyataan bahwa Chandra belum mengetahui perasaannya. "Lah? Tiba-tiba bilang gitu. Buat apa?"
Kedua bahu Chandra terangkat acuh tak acuh. Sebelum menjawab, dia lebih dulu memalingkan wajah ke lain arah. Hal tersebut sontak membuat Silla bernapas lega, setidaknya dia tidak terlalu merasa sedang diinterogasi oleh Chandra. "Gak tau sih, tapi yah biar lo gak kesepian aja."
"Ngobatin rasa sepi gak harus nyari pacar. Kan bisa nulis, main sama temen, nonton drakor gitu. Iya, 'kan?" jawab Silla menolak halus titahan Chandra. Perempuan itu juga ikut memalingkan wajahnya dari Chandra karena dia sudah tak lagi menatap dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral 293 [sudah terbit]
Romance[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM WRITING MARATHON YANG DILAKSANAKAN OLEH CAKRA MEDIA PUBLISHER] Sejak aku menyadari perasaan ini tertuju untukmu, aku juga menyadari pada jarakmu yang cukup jauh. Di saat mata ini tak lagi melihatmu dengan tatapan bi...