Astrophile 21: Bermalam Bersama Janji
Nanti, aku juga akan berhenti. Berhenti dari pengharapan yang tak mendapat pasti, berhenti dari perasaan yang bertepuk sebelah tangan, dan menghentikan diri dari segala usaha, perjuangan, dan penantian tanya dari perasaan yang selama ini aku miliki untukmu.
Maaf, selama ini aku membuatmu menunggu, ya? Pasti selama ini, aku membuatmu kerepotan dengan perasaan yang aku punya. Pasti, kamu ingin segera aku berhenti, 'kan? Maaf sekali lagi, aku bukannya tidak ingin berhenti. Tapi, aku hanya belum ingin. Meskipun aku mengatakan sudah tidak lagi mengejarmu nanti, tidak bisa aku pastikan jika aku juga menghentikan perasaan ini. Berhenti mengejar, bukan berarti berhenti menyukai.
****
Selesai dengan Chandra dan Silla di sekolah, kini tiba di malam hari dengan beralih pemeran. Dua insan berbeda jenis satu keluarga itu tengah asik dengan ponselnya masing-masing. Si lelaki memasang wajah serius sembari sesekali mengumpat karena hero di gamenya itu kalah, sedangkan si perempuan sibuk senyum-senyum sendiri dengan pipi yang bersemu merah.
Silla menepuk lengan Athala dengan kencang. Tapi, fokusnya sama sekali tak teralihkan dari ponsel yang dia genggam. "Ath! Ath! Casan dong, casan."
Athala menepis tepukan kencang di lengannya. Dia juga tak mengalihkan penglihatannya dari ponsel. "Nanti, belum penuh hp gua."
"Ya lo dipake sambil dicas, kapan penuhnya. Cepet anjir, lowbet nih," desak Silla mencecari Athala agar segera memberikan benda yang dia pinta.
"Sabar paok. Lo berapa emang? Gua baru 26% soalnya," ketus Athala dengan kedua mata yang menajam sempurna. Tak ingin dia mengalihkan pandangannya sedetik pun untuk melihat objek lain. Game yang dia mainkan sedang berada di puncaknya, sebentar lagi dia akan mencapai posisi sebagai pemenang.
Silla melihat persentase di pojok kanan atas layar ponselnya. Menunjukkannya pada Athala agar lelaki itu melihat. "Nih, 49%. Cepet anjir, lowbet banget."
"Itu masih banyak bego! Lo gak tau bedanya 26 sama 49? banyakan mana? 49, 'kan? Ribut casan mulu, heran," protes Athala karena merasa dia lebih membutuhkan benda tersebut.
Ya benar sih, tanpa ditanya pun angka 49 lebih tinggi nilainya. Lagian memang ya, Silla suka sekali membuat orang di sekitarnya naik pitam. Salah satu kebiasaan yang tidak bisa hilang dari dirinya. "Bentar juga mati hp gua mah. Cepetan anjir ah, gua lagi chatan sama Chandra nih."
Athala berdecak sebal. Dia masih tidak menoleh menghadap Silla. Tak ada yang mampu mengalihkan pusat perhatiannya saat ini. "Gua juga lagi main game. Bentarlah anjir!"
"Athala! Cepetan dong. Tuh kan udah 45% sekarang. Dibilanginnya batu, batre hp gua cepet abis. Cepetann!!" desak Silla tak sabar. Dia menggoyang-goyangkan lengan Athala dengan brutal.
Dengan perasaan dongkol yang hampir mencapai puncaknya, dengan amat terpaksa sekali dia mencabut kabel data itu dari ponselnya. Melemparkan dengan kasar ke arah Silla. Dia memutuskan untuk mengalah dibandingkan terus diganggu oleh Silla yang bisa mengakibatkan gamenya kalah di tengah jalan. "Tah! Makan sama lo casan! Ribut casan mulu bangsat!"
Silla segera mengambil alih kabel data tersebut dengan cepat. Menyambungkan dengan ponselnya yang sudah mengurang cepat dayanya. Senyum sumringah seketika terbit di wajahnya itu. "Gitu dong dari tadi! Jangan ganggu kebahagiaan gua yang lagi chatan sama Chandra."
"Bodo amat anjir, gak peduli lahir batin lo mau ngapain!" sentak Athala yang masih kesal karena ulah Silla. Acara main gamenya jadi terganggu karenanya. Tapi, dia juga tidak bisa berhenti di tengah jalan karena sangat tanggung sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral 293 [sudah terbit]
Romance[CERITA INI DIIKUTSERTAKAN DALAM WRITING MARATHON YANG DILAKSANAKAN OLEH CAKRA MEDIA PUBLISHER] Sejak aku menyadari perasaan ini tertuju untukmu, aku juga menyadari pada jarakmu yang cukup jauh. Di saat mata ini tak lagi melihatmu dengan tatapan bi...